DPRD Kepri Setuju FTZ Batam, Bintan, Karimun, Tanjungpinang Disatukan
DPRD Provinsi Kepulauan Riau ( Kepri) mendukung rencana penyatuan FTZ Batam, Bintan, Karimun dan Tanjungpinang.
Ia mengatakan ada 4 kawasan FTZ akan diatur dalam satu peraturan, satu Dewan Kawasan (DK) dan satu Badan Pengusahaan (BP). Dengan penyatuan FTZ, secara sendirinya harus dilakukan penyatuan DK. Demikian dengan rencana untuk menyatukan pimpinan Badan Pengusahaan (BP).
Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam tampak enggan menanggapi perihal RPP FTZ Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Pinang.
Menurutnya keputusan ini berada pada Menteri Koordinator Perekonomian.
"Tunggu PPnya sajalah ya. Inikan baru finalisasi tadi malam. Dari semua sektor sudah. Tadi malam dengan pengusaha. Kita tunggu sajalah ya. Ini gaweannya pak Menko. Kita tunggu Pak Menko saja," ujar Rudi saat berada di Dataran Engku Puteri Batam Center, Jumat (15/1/2021).
Menurutnya Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan BP Batam sudah membahas terkait hal tersebut. Terakhir dengan sektor pengusaha.
Dalam hal ini Rudi juga enggan menyebutkan perihal jabatannya dalam masa itu.
"Masih lama kan ya. Itukan 2024. Masa saya sebagai wali kotapun akan berakhir disitu," ujarnya sembari tersenyum.
Tanggapan DPRD Kepri
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepri telah memberikan tanggapan dan saran terhadap RPP tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui surat pada 13 Januari 2021 lalu kepada Presiden RI, Joko Widodo. Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Jumaga Nadeak.
Adapun isi surat tersebut, yakni sebagai berikut :
Teriring salam dan do’a semoga Bapak Presiden dalam keadaan sehat wal’afiat. Melalui surat ini perkenankan kami menyampaikan saran dan tanggapan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Berdasarkan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan dengan memperhatikan aspirasi yang kami terima baik dari masyarakat, pelaku usaha, tokoh politik, tokoh-tokoh pemerhati bidang ekonomi, hukum dan sosial, serta mempertimbangkan kondisi yang terjadi saat ini, maka ijinkan kami menyampaikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pada prinsipnya DPRD Provinsi Kepulauan Riau menyambut baik dan mendukung penataan pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui Rancangan Peraturan Pemerintah. DPRD Provinsi Kepulauan Riau juga mendukung rencana integrasi pengelolaan Kawasan FTZ dibawah satu Dewan Kawasan FTZ. DPRD Provinsi Kepulauan Riau juga mengharapkan integrasi Kawasan FTZ tersebut tidak hanya di tataran pengawasaan oleh Dewan Kawasan FTZ saja, namun juga dalam hal pengintegrasian Badan Pengusahaan (BP) Kawasan dengan hanya satu BP Kawasan saja untuk Kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, dan Tanjungpinang (BBKT).
2. DPRD Provinsi Kepulauan Riau perlu menyampaikan bahwa histori dan tata kelola Kawasan FTZ Bintan, Karimun dan Tanjungpinang berbeda dengan histori Kawasan FTZ Batam. Dimana terdapat persoalan adanya konflik kepentingan dan kelembagaan antara Badan Pengusahaan Batam dengan Pemerintah Kota Batam terutama dalam hal pengelolaan lahan/pertanahan di Batam. Di Kawasan FTZ lain tidak terdapat konflik dengan pemerintah daerah karena FTZ-nya bersifat sebagian (enclave), tidak menyeluruh seperti FTZ Batam. Dalam FTZ Batam Pemerintahan Kota Batam berada dalam wilayah kawasan pengelolaan Badan Pengusahaan Batam. Sehingga memunculkan konflik kepentingan terutama dalam hal pengelolaan dan pengusahaan lahan di Batam. DPRD Provinsi Kepulauan Riau berpendapat bahwa persoalan keberadaan, status, kelembagaan, dan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam agar dapat diselesaikan secara tuntas.
3. Dengan dibentuknya BP Kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun, Tanjungpinang (BBKT) maka konsekuensinya jabatan Kepala Badan Pengusahaan (BP) BBKT tidak memungkinkan berstatus ex-officio baik oleh Walikota maupun Bupati dalam wilayah BBKT. Sehingga status Walikota Batam yang saat ini secara ex-officio adalah juga merupakan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam berdasarkan PP 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam tidak bisa dipertahankan lagi.