Anak Lihat Sendiri Ibunya Dimakan Buaya Hingga Tubuh Tidak Utuh, Kini Sang Anak Trauma

Peristiwa tragis itu dialami Yati saat sedang mandi di kolam sisa penambangan di Kolong Desa  Ranggi, Desa Telak Kecamatan Jebu, Kabupaten  Bangka Bar

Editor: Eko Setiawan
tribunpekanbaru
Foto Ilustrasi - buaya dan manusia _( Foto tak terkait berita, Ilustrasi) 

TRIBUNBATAM.id |BANGKA -  Yati (36) diterkam buaya hingga jasadnya tidak utuh lagi.

Kejadian miris tersebut membuat sang anak trauma, sebab dirinya melihat langsung sang ibu dimakan buaya. 

Peristiwa tragis itu dialami Yati saat sedang mandi di kolam sisa penambangan di Kolong Desa  Ranggi, Desa Telak Kecamatan Jebu, Kabupaten  Bangka Barat, Bangka Belitung pada Sabtu (16/1/2021).

Detik-detik mencekam yang dialami korban bernama Yati disaksikan langsung oleh anaknya sendiri. 

Adapun jasad Yati yang merupakan warga pendatang asal Selapan, Sumatera Selatan baru ditemukan satu hari setelah kejadian dengan kondisi jasad yang sudah tak utuh.

Jasad Yati ditemukan di Kolong Desa Telak Jebus Bangka Barat oleh warga yang mau pergi ke kebun sawit. 

Kepala Desa Telak, Faharudin mengatakan, Yati hilang usai diterkam buaya saat mandi di Kolong Desa Ranggi Asam.

Baca juga: Anak-anak Dilarang Keluar, Puluhan Buaya Muara Teror Warga Teluk Dalam Jambi saat Malam Hari

Anak korban sempat melihat sang reptil buas tersebut menyeret Yati ke dasar kolong.

Ukuran buaya yang cukup besar dan ganas membuat anak korban tak bisa berbuat banyak.

"Hilangnya waktu mandi di Kolong Desa Ranggi, cuma mungkin diseret dan ketemunya di Kolong Telak. Waktu turun mandi sendiri, cuma anaknya melihat saat di terkam buaya," bebernya, Minggu (17/1/2021).

Dibawa Berputar Kolam Bekas Tambang

Buaya yang menerkam Yati disebut beberapa warga sempat terlihat tengah mengoyak-ngoyak bangkai.

Namun karena melihat dari kejauhan, warga mengira bangkai yang tengah dicabik-cabik reptil tersebut adalah bangkai binatang.

"Awalnya dikira burung, ternyata manusia. Kolongnya (sisa galian tambang tempat Yati mandi) cukup besar."

"Habis itu (korban) diseret keliling kolong sekitar dua jam lah," kata Faharudin.

Dikatakan Faharudin, mulanya sang reptil enggan melepas jasad Yati.

Namun, beberapa kapal boat Warga Desa Ranggi, yang mencari keberadaan Yati, membuat sang reptil terkejut lalu membiarkan tubuh Yati mengapung begitu saja.

Buaya terkam warga di Desa Telak Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung. (Istimewa via Bangka Pos.)

"Terakhir ada boat kawan kawan dari Desa Ranggi, setelah itu baru jasadnya bisa diambil. Kalau tidak ada boat itu mungkin tidak akan dilepas oleh buaya itu," tegasnya.

Konflik Buaya dengan Manusia

Tewasnya Yati menambah panjang kasus konflik antara buaya dengan manusia di Kabupaten Bangka.

Kepala Resort Bangka, BKSDA Sumsel, Septian Wiguna, mengatakan, lokasi tempat kejadian merupakan aliran sungai yang telah tergerus oleh aktivitas pertambangan timah.

Dikatakannya, hal ini menjadi salah satu indikasi kuat bahwa adanya fragmentasi habitat buaya.

"Sehingga menimbulkan tumpang tindih ruang aktivitas manusia dengan buaya dan juga semakin sedikitnya pakan alamiah buaya, berdasarkan kondisi tutupan lahan indikasinya mengarah kesana," ucap Septian.

Hal itu membuat habitat buaya terpotong dengan adanya aktivitas manusia.

Dokumentasi saat pihak Alobi Bangka Belitung bersama BKSDA Resort Babel dan Satgas Pramuka melakukan evakuasi buaya di Sungai Upang, Tanah Bawah, Puding Besar, Bangka.
Dokumentasi saat pihak Alobi Bangka Belitung bersama BKSDA Resort Babel dan Satgas Pramuka melakukan evakuasi buaya di Sungai Upang, Tanah Bawah, Puding Besar, Bangka. (Istimewa/Alobi Babel)

Diketahui, habitat asli buaya berada di sungai. Namun apabila keberadaannya di Kolong eks tambang, itu menunjukan adanya fragmentasi habitat buaya yang emakin tergerus.

Pihaknya pun tak memungkiri masih kesulitan untuk upaya konservasi.

Idealnya, lanjut dia, ada satu lokasi sebagai zona hidup buaya yang dialokasikan khusus dan jauh dari jangkauan atau aktivitas manusia.

"Namun di Bangka Belitung ini rata-rata sungai yang ada merupakan wilayah hidup masyarakat juga. Itu yang menjadi kesulitan kami," lanjutnya.
Rusaknya DAS

Ketua Yayasan Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Foundation Bangka Belitung, Langka Sani mengatakan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) atau kerusakan habitat hidup buaya menjadi faktor utama konflik antar manusia dan buaya.

"Di Kepulauan Bangka Belitung kita ketahui sendiri bahwa sangat sulit sekali menemukan daerah aliran sungai (DAS) yang belum terjamah oleh aktivitas pertambangan ilegal," ungkapLangka, Senin (17/1/2021).

Padahal, diakuinya juga hampir seluruh konflik buaya dan manusia terjadi rata-rata ada tambang yang sedang aktif maupun bekas tambang timah.

"Akibat pertambangan ini, daerah aliran sungai kita menjadi rusak, tercemar dan keruh. Selain menganggu kehidupan buaya, dan juga menghilangkan makhluk yang hidup di sungai termasuk makanan alami buaya. DAS tercemar ini akibat pertambangan ilegal ini berdampak signifikan dengan lingkungan, ekosistem dan konflik buaya," kata Langka.

Kerusakan habitat buaya ini menyebabkan juga, buaya keluar dari tempat hidupnya, merangkak ke area pemukiman warga.

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan topik IRT Tewas Diterkam Buaya

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Tak Lagi Utuh Jasadnya, Detik-detik Yati Dimakan Buaya Dilihat Anak

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved