Gunung Merapi Meletus, Mengenang Mbah Maridjan Juru Kunci Meninggal Posisi Bersujud

Kisah Gunung Merapi tidak bisa lepas dengan tokoh yang melegenda yakni Mbah Maridjan.

ist
Mbah Maridjan dan Gunung Merapi 

TRIBUNBATAM.id - Kisah Gunung Merapi tidak bisa lepas dengan tokoh yang melegenda yakni Mbah Maridjan.

Mbah Maridjan dikenal sebagai juru kunci Gunung Merapi.

Kini Mbah Maridjan telah tiada, ia meninggal saat Gunung Merapi meletus pada 26 Oktober 2010 lalu.

Seperti diberitakan, Gunung Merapi meletus hari ini Rabu (27/1/2021).

Rabu pagi sekitar pukul 08.30 WIB, terlihat luncuran awan panas menimbulkan seperti kolom raksasa vertikal akibat tertiup angin kuat dari arah barat menuju ke timur gunung.

Kemudian Gunung Merapi kembali meletus besar Rabu (27/1/2021) siang, sekitar pukul 13.45 WIB.

Dalam periode pukul 06.00 hingga 12.00 WIB, BPPTKG Yogyakarta mencatat Gunung Merapi mengeluarkan 22 kali awan panas guguran.

"Estimasi jarak luncur maksimum 1600 meter," ujar Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida dalam laporan aktivitas Gunung Merapi periode pengamatan pukul 06.00 WIB sampai dengan 12.00 WIB, Rabu.

Baca juga: Gunung Merapi Status Siaga,Tiga Desa di Kabupaten Magelang Dievakuasi

Baca juga: VIDEO - Kisah Sukiman dan Mobil Kijang Merahnya Saat Letusan Merapi 26 Oktober 2010

AWAN PANAS - Rentetan guguran lava dan luncuran awan panas Gunung Merapi terjadi sepanjang Rabu (27/1/2021) sejak dini hari hingga sekitar pukul 08.30 saat foto-foto ini dibuat. Arah angin dari barat menyebabkan abu dari awan panas tertiup ke timur. Sebaran abu dilaporkan sampai di Deles, Klaten, Jateng. Rekaman peristiwa erupsi Merapi diabadikan Rabu pagi dari persawahan Dusun Trini, Trihanggo, Gamping, Sleman, berjarak sekitar 32 kilometer dari gunung berapi itu. (TRIBUNJOGJA/ Setya Krisna Sumargo)

Sosok Mbah Maridjan dikenal sebagai juru kunci Gunung Merapi.

Letusan pada 26 Oktober 2010 sangat dahsyatm bahkan disebut lebih besar dibandingkan letusan yang terjadi pada 1872.

Sebanyak 32 orang menjadi korban meninggal dunia, satu di antaranya sang juru kunci Merapi, Mbah Maridjan.

Sebanyak 291 rumah rusak dan satu tanggul di Desa Ngepos jebol akibat luapan lahar dingin.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com (27/10/2010), Mbah Maridjan lahir pada 1927 di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Selain itu, Mbah Maridjan juga diberi tanggung jawab sebagai wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi ayahnya yang menjabat sebagai juru kunci Gunung Merapi.

Gunung Merapi dan Mbah Maridjan seperti sudah menjadi satu kesatuan mistis. Maka ketika gunung itu mulai bergolak, si kuncen (juru kunci)-lah yang pantas menjadi rujukan.
Gunung Merapi dan Mbah Maridjan seperti sudah menjadi satu kesatuan mistis. Maka ketika gunung itu mulai bergolak, si kuncen (juru kunci)-lah yang pantas menjadi rujukan. (Tribunnews Batam / Istimewa)

Setelah ayahnya meninggal, Mbah Maridjan diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi pada 1982.

Sejak saat itu, Mbah Maridjan dan Merapi seakan tak bisa dipisahkan.

Pada suatu waktu, seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 28 Oktober 2010, Mbah Maridjan menyebut Merapi adalah rumah sendiri.

Merapi adalah rumah yang harus diterima dalam kondisi apa pun, baik atau buruk.

"Kalau turun, nanti diomongin banyak orang. Hanya senang enaknya, tapi tak mau terima buruknya. Bagus atau buruk, ya ini rumah sendiri," kata Mbah Maridjan.

Bagi para pendaki dari jalur Kinahrejo, belum lengkap rasanya jika belum 'sowan' atau bertemu dengan Mbah Maridjan di kediamannya.

Mbah Maridjan-lah yang memegang izin kapan suatu rombongan pendaki boleh naik, karena ia tahu kondisi jalur pendakian aman atau bahaya.

Meninggal posisi bersujud

Pemberitaan Kompas.com, 27 Oktober 2010, menuliskan, saat terjadi erupsi Merapi, Mbah Maridjan memilih menuju masjid di dekat rumahnya dan urung ikut bersama rombongan yang menjemputnya.

Ketika ia berjalan menuju masjid, salah seorang anggota tim SAR meminta semua orang untuk meninggalkan lokasi.

"Rekomendasi BPPTK, kita harus kosongkan tempat ini dan segera turun," kata anggota tim SAR kala itu.

Ketika Mbah Maridjan belum sampai ke pintu masjid, sirine bahaya peringatan letusan pun telah berbunyi.

Orang-orang yang masih berada di sana mulai panik.

Ada dua orang perempuan yang justru keluar dari mobil dan berlari kecil menyusul Mbah Maridjan ke arah masjid.

Dua orang lain, yaitu para pendaki, memindahkan motornya dan bergegas ke sebuah rumah di sebelah bawah rumah Mbah Maridjan.

 Saat letusan 2006, tempat itu pernah menjadi melindungi beberapa orang dari letusan.

Sementara itu, semua rombongan baik dari PLN maupun tim SAR telah meninggalkan lokasi tersebut, setelah sirine berbunyi.

Raungan sirine itu menjadi tanda perpisahan para rombongan dengan Mbah Maridjan.

Mbah Maridjan ditemukan meninggal dalam kondisi bersujud dengan memakai baju batik dan kain sarung.

Ia dimakamkan bersama korban letusan lainnya di Dusun Sidorejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.

Makna Merapi

Tribunjogja/ Setya Krisna Sumargo
Foto puncak barat Gunung Merapi dari PGM Babadan, Dusun Babadan, Desa Krinjing, Kabupaten Magelang, Jateng, Kamis, 29 Oktober 2020.

Secara geografis, Gunung Merapi terletak di pulau Jawa. Di lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebagian lagi berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yakni Kabupaten Klaten di sisi tenggara, Kabupaten Magelang di sisi barat serta Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur. 

Menurut Etimologi, nama Merapi sendiri disarikan dari kata meru yang bermakna gunung dan api, sehingga nama merapi berarti gunung api.

Salah satu letusan dahsyat Merapi di era modern tercatat terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 silam.

Letusan ini mengakibatkan setidaknya 353 korban jiwa termasuk Mbah Maridjan kala itu.

Tercatat ketinggian puncak Gunung Merapi adalah 2.930 mdpl, per 2010.

Sejak tahun 2004, kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Paska erupsi dahsyat di tanggal 26 Oktober 2010 silam, sebagian kawasan hutan TNGM hangus terbakar lantaran terkena awan panas, termasuk sebagian perkebunan kopi milik warga lereng Gunung Merapi.

Perlahan lahan, kawasan yang dulunya rata dengan tanah akibat luncuran awan panas erupsi kala itu,  mulai kembali ditumbuhi pohon pohon dan aktivitas perekonomian warga juga mulai bangkit.

Keragaman hayati dan keindahan alam Gunung Merapi memang menjadi daya pikat tersendiri bagi mereka yang gemar kegiatan out dor seperti hiking ataupun mendaki gunung.

Bila pernah mendaki Gunung Merapi, pendaki tak akan melihat tumbuhan vegetasi di bagian puncak tidak lantaran aktivitas gunung api ini yang tinggi.

Jenis tumbuhan di bagian teratas bertipe alpina khas pegunungan Jawa, seperti Rhododendron dan edelweis jawa.

Di bawahnya, terdapat hutan bambu dan tumbuhan pegunungan tropika.

Sedangkan, hutan hujan tropis pegunungan di lereng selatan Merapi merupakan tempat salah satu forma anggrek endemik Vanda tricolor 'Merapi' yang langka. 

Lereng Merapi sisi barat daya, khususnya di bawah 1.000 m, adalah tempat asal dua salak unggul nasional, yaitu salak 'Pondoh' dan 'Nglumut'.(*)

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved