HUMAN INTEREST

PENGABDIAN Maiyatun, 32 Tahun Jadi Guru di Belakang Padang, 'Saya Bangga Jadi Guru'

Pengabdian Maiyatun menjadi guru di Belakang Padang, Kota Batam memang tak mudah. suka duka menjadi guru hinterland pun ia alami. Berikut kisahnya.

TribunBatam.id/Bereslumbantobing
PENGABDIAN Maiyatun, 32 Tahun Jadi Guru di Belakang Padang. Foto Maiyatun di SMPN 1 Batam Kecamatan Belakang Padang. 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Guru pahlawan tanpa tanda jasa.

Ungkapan ini mungkin tepat ketika melihat apa yang dilakukan oleh Maiyatun.

Wanita yang lahir di Belakang Padang 1962 silam ini sudah 32 tahun mengabdi menjadi guru.

Lokasinya pun di kampung halamannya sendiri, tepatnya di SMPN 1 Batam di Kecamatan Belakang Padang.

Meski usianya tak muda lagi, apalagi mendekati masa pensiun di 2023, semangat Maiyatun untuk mengajar boleh diadu dengan guru-guru muda.

Boleh dibilang, Maiyatun menjadi saksi hidup perkembangan Kota Batam, apalagi urusan pendidikan di Kota Industri ini.

Menjelang sekolah tatap muka, Pemerintah Kota (Pemko) Batam mengumpulkan tenaga pendidik baik guru, kepala sekolah, dewan pendidikan hinterland di Dataran Engku Puteri, Kamis (23/12/2020).
Menjelang sekolah tatap muka, Pemerintah Kota (Pemko) Batam mengumpulkan tenaga pendidik baik guru, kepala sekolah, dewan pendidikan hinterland di Dataran Engku Puteri, Kamis (23/12/2020). (TRIBUNBATAM.id/ROMA ULY SIANTURI)

Ingatan Maiyatun juga masih kuat ketika disinggung siapa saja murid yang diajarnya, termasuk sejumlah pejabat yang pernah satu sekolah dengannya.

Maiyatun menamatkan pendidikan SD dan SMP-nya di Belakang Padang.

Masa SMP ia tamatkan di SMPN 1 Batam tempat ia mengajar sekarang.

Ketika SMA, ia hijrah ke SMAN 1 Tanjungpinang.

Setelah itu ia menapakai perkuliahan di kampus perguruan tinggi, Universitas Negeri Riau.

Setelah tamat kuliah pada tahun 1989, Maiyatun mulai menjadi seorang guru di SMPN 1 Batam di Belakang Padang sampai sekarang.

"Saya itu angkatan pak Syamsul Bahrum, dulu waktu sekolah satu SMA.

Kalau pak Ansar yang sekarang jadi Gubernur itu dulu junior kelas saya," ucap Maiyatun kepada TribunBatam.id, Jumat (29/1) mengingat masa lalunya.

Maiyatun masih ingat ketika mengajar dengan kondisi sekolah masih berdinding kayu hingga kini berubah beton.

Baca juga: Anggota Pengawas Badan Usaha BP Batam Dilarang Jadi Pengurus Parpol

Baca juga: Pengurus Ansor Batam Dilantik, Rudi Ajak Ikut Bangun Batam

HARI GURU NASIONAL - Guru SMK Swasta Vidya Sasana Karimun, Provinsi Kepri, Yanto SS memaknai hari guru nasional, Rabu (25/11/2020).
HARI GURU NASIONAL - Guru SMK Swasta Vidya Sasana Karimun, Provinsi Kepri, Yanto SS memaknai hari guru nasional, Rabu (25/11/2020). (TribunBatam.id/Istimewa)

Ia sangat mencintai profesinya itu. Maiyatun pun mengajak berkeliling sambil memperlihatkan proses belajar tatap muka di sekolah itu.

Pemko Batam memang memperbolehkan sejumlah sekolah yang berlokasi di hinterland seperti Balakang Padang ini untuk belajar tatap muka.

"Sesuai aturan pemerintah, sekolah di pulau terluar sudah boleh tatap muka.

Nah, lihat kami sudah menerapkannya dan Alhamdullillah berjalan ketat dengan protokol kesehatan," ucapnya.

Sembari berjalan mengitari sekolah SMPN 1 Batam di Belakang Padang yang memiliki bangunan diatas bukit, Maiyatun yang telah memiliki cucu ini melanjutkan pengalamannya.

Ia tampak ceria, meski sedikit lisannya sedikit kaku.

Ia mengaku jarang diwawancara oleh jurnalis. Apalagi mengenai kisah hidupnya.

Meski demikian, ia mengaku bangga dengan profesinya saat ini.

Kegiatan belajar tatap muka di SD Negeri 003 Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, Senin (4/1/2021)
Kegiatan belajar tatap muka di SD Negeri 003 Singkep Pesisir, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, Senin (4/1/2021) (tribunbatam.id/Istimewa)

Yang ia tahu, ia harus mengajar dan memberikan motivasi bagi anak anak warga pulau, sekaligus tempat kelahirannya.

Tak sedikit anak didik Maiyatun kala itu yang saat ini telah sukses dan menjadi pejabat. Namun dia tak terlalu ingat lagi nama namanya.

"Pastilah sudah banyak, dulu di Batam termasuk di Kepri ini hanya ada beberapa sekolah.

Apalagi dulu pusat awal Kota Batam adanya di Belakang Padang, sekolah sekolah yang ada di Batam saat ini, itu belum ada dulu.

Sekolah SMA pun belum ada, jadi kalau mau lanjut SMA harus ke Tanjungpinang karena jenjang SMA cuman ada disana kala itu," kata Maiyatun.

Maiyatun menceritakan singkat kepuasannya mengajar di SMPN 1 Batam di Belakang Padang yang lantaran yang anak anak yang dia didik merupakan putra putri kampung kelahiran dia sendiri.

"Saya kenal dengan mereka semua, anak si anu, si itu. Rumahnya disana, ibunya pun saya kenal.

PGRI Cabang Batu Ampar menggelar konferensi VI PGRI Cabang Batu Ampar Batam dan memilih ketua serta pengurus lainnya.
PGRI Cabang Batu Ampar menggelar konferensi VI PGRI Cabang Batu Ampar Batam dan memilih ketua serta pengurus lainnya. (TRIBUNBATAM.id/Ronnye Lodo Laleng)

Makanya anak anak ini selalu kita dorong untuk berpacu untuk berprestasi, karena walau gimana pun mereka anak Belakang Padang," ungkap Maiyatun.

Kecintaan Maiyatun untuk mencerdaskan anak anak ditanah kelahirannya menjadi sala satu cita-cita yang Maiyatun rindukan.

Hal itu pula lah yang mendorongnya untuk menetap selamanya di Belakang Padang.

Awal mula ia menjadi seorang guru, Maiyatun mengaku tak seperti yang ia pikirkan.

Banyak tantangan dan rintangan yang harus ia lalui.

Mulai dari gaji yang sempat tertunda, harus menghadapi peliknya kehidupan di pulau terluar.

"Saya ingat betul itu, pertama mengajar saya masih terima gaji Rp 55 ribu dan itu harus dibagi bagi untuk keperluan keluarga," ucapnya.

Tak hanya masala gaji, kondisi geografis pulau Belakang Padang juga kerap membuatnya terancam.

Bagaimana tidak, ketika ia harus ke Batam menyebrangi lautan dengan kondisi angin gelombang kuat.

Walikota Batam, Muhammad Rudi ketika bertemu dengan guru pada peringatan PGRI di Batam.
Walikota Batam, Muhammad Rudi ketika bertemu dengan guru pada peringatan PGRI di Batam. (tribunbatam.id/istimewa)

"Kadang ada undangan dari Pemko untuk rapat di kantor Disdik, kan kita harus ke Batam. Perjalanan nyebrang naik kapal pompong, itu kadang angin dan ombak kuat," kata Maiyatun.

Begitulah nak kadang cerita kita jadi seorang guru di 'hinterland' ini, lanjutnya.

Mungkin itulah yah, sebut dia yang membuat orang dari luar gak ada yang mau tinggal dan menetap di pulau iya," ucap Maiyatun nada bertanya.

Perjalanan kisah ibu dari 3 orang anak ini sudah terbilang cukup panjang, Maiyatun kini sudah dikaruniai cucu.

Pengalaman pengabdiannya kelak akan menjadi cerita panjang bagi keturuanannya.

"Gak bisa terungkapkan lah. Ada rasa kepuasan tersendiri.

Lahir dan sekolah besar dan bekerja pun di sini.

Alhamdulliah sampai masa pensiunan pun di sini.(TribunBatam.id/Bereslumbantobing)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved