NEWS WEBILOG TRIBUN BATAM
Bahaya Predator Anak Mengintai di Kepri, Selamatkan Anak dari Kekerasan dan Pornografi
Kasus predator anak yang diungkap pihak kepolisian sejak Awal Tahun 2021, jadi atensi sejumlah pihak.
Penulis: Yeni Hartati | Editor: Septyan Mulia Rohman
KEPRI, TRIBUNBATAM.id - Kasus asusila yang melibatkan Anak di bawah umur sebagai korbannya di Kepri, menjadi perhatian semua pihak.
Tidak hanya Pemprov Kepri, sorotan terkait munculnya kasus Anak di bawah umur juga muncul dari Wakil Ketua Forum Anak Nasional 2019-2021 Zafira Puan Adelin.
Pihaknya telah mensurvei dengan 61 responden. Sebanyak 23 orang dari jumlah responden terkejut ketika adanya anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan terlibat dalam kasus pornografi.
Dan 33 orang merasa cemas, sebagai bentuk perasaan sesama teman seusianya.
Sementara 16 orang merasa takut, 37 orang merasa sedih, 24 orang peduli, 35 orang orang kasihan, dan 1 orang menyalahkan korban serta 1 di antaranya memilih marah.

Tetapi miris pada pelakunya karena masih memiliki pemikiran yang seperti itu ditahun 2021 yang semuanya sudah sangat canggih.
Yang edukasi itu sudah dimana-mana tapi mengapa masih melampiaskan nafsunya ke manusia yang tidak bersalah," ucap Zafira dalam News Webilog Tribun Batam, Sabtu (6/2).
Narasumber dalam webilog tersebut juga dihadiri Psikolog Dinuriza Lauzi, dan Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Kepri Misni.
Atas kejadian itu, penyebab anak-anak terlibat dalam pornografi.
Setelah servei 41 responden memilih bahwa anak-anak yang mendapatkan kekerasan dan pornografi adalah tidak adanya pengawasan dan dampingan dari orang tuanya.
Salah satunya memberikan handphone dimana handphone tanpa disadari justru anak-anak terjun kedunia liar, tanpa disadari anak-anak tersebut sudah mengerti cara mendownload tik-tok menonton video dari YouTube.
• FAKTA-FAKTA Predator Anak di Batam Dibekuk Polda Kepri, Nodai Bocah Baru Pulang Mengaji
• 12 Orang Akui Jadi Korban Predator Anak Berkedok Fotografer, 2 Orang Sampai Hamil

Sebanyak 24 responden mengatakan terpapar teknologi internet terlalu cepat, karena mereka belum memahami mana yang baik dan buruk, hanya beranggapan ini menarik, dan ini tidak menarik.
Sementara 9 responden memilih anak-anak tersebut tidak memiliki iman yang kuat, dan 6 responden beranggapan korban memakai pakaian yang terlalu terbuka.
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh forum anak untuk mengantisipasi agar terhindar dari kasus kekerasan dan pornografi.
Karena tugasnya forum anak merupakan pencegahan, dengan memiliki dua peran diantaranya sebagai pelopor dan pelapor, partisipasi anak dalam peran pembangunan,
Dan mekiliki beberapa tahapan seperti aku lihat, aku tahu, dan aku akan.
Selain itu sebagai time to know yang tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman anak Indonesia mengenai isu di lingkungan.
Dengan upaya yang telah dilakukan oleh forum anak memiliki dampak positif dari kehadiran forum anak bagi anak-anak Kepri.

Salah satunya terdapat 148 responden dengan skala 5.
Sebanyak 70 persen responden memilih bahwa konten yang telah dilakukan merupakan baik.
Saat ditanya, tanggapan hukum kebiri dari kasus kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
"Sangat setuju. Alasannya karena untuk mendapatkan efek jera.
Hukum kebiri pantas diberikan terhadap perilaku kekerasan seksual pada anak, namun adanya pertimbangan misalnya bukan melampiaskan karena nafsu melainkan karena dendam.
Usulan kepada pemerintah, untuk terus melakukan pengawasan kepada anak-anak melalui aturan yang bijak, melalui forum anak, hak-hak anak dapat direalisasikan tidak hanya ditampung," tambahnya.
Ia berharap, kepada anak-anak Kepri, hal terbaik yang dilakukan mari sama-sama melindungi diri sendiri dari paparan sosial media yang berlebihan.
Salah satunya dengan cara tidak terukur arus trend yang membahayakan.

"Kemudian harapan kepada orangtua anak perempuan memang paling penting untuk diajarkan menjaga diri namun anak laki-laki juga perlu diajarkan bagaimana menjaga pandangan," pungkasnya.
Sementara Misni Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Kepri mengatakan sebanyak 60 persen anak-anak Indonesia maupun Kepri pernah menjadi korban kekerasan seksual.
Data anak-anak provinsi Kepri berjumlah 640 atau sekitar 32 persen dari jumlah total keseluruhan penduduk Kepri sekitar 1,9 juta.
Berdasarkan survei 200 ribu anak-anak provinsi Kepri pernah mendapatkan perlakuan kekerasan seksual.
Sistem simponi yang merupakan sistem informasi yang telah dibangun dan berjenjang dari tingkat kabupaten kota atau provinsi ke tingkat nasional.
Dari angka 5 tahun terakhir itu meningkat, pada tahun 2017 sekitar 249 kasus, 2018 sekitar 227 kasus, 2019 sekitar 240 kasus, dan tahun 2020 sekitar 242 kasus.

Dari 242 kasus ditahun 2020, hampir 100 diantaranya merupakan kasus kekerasan fisik, psikis, perantaran, dan tindak pidana perdagangan orang.
Dari data tersebut banyak terjadi di Kota Batam sebanyak 50 dari 115 kasus hampir 40 persen.
Sementara Tanjungpinang terjadi sekitar 25 persen, dengan kekerasan fisik ada 75 kasus, psikis 55 kasus, perantaran 40 kasus, dan tindak pidana perdagangan orang 8 kasus.
Pada 5 tahun terakhir didominasi oleh anak-anak adalah kasus kekerasan seksual.
"Kekerasan seksual salah satunya di Kota Batam 1,9 juta penduduk, 60 persen diantaranya jadi ramainya kasus kekerasan didominasi oleh Kota Batam.
Faktor terjadinya kekerasan seksual pada anak adalah bisa pelakunya berupa anak dan bisa saja korbannya juga anak-anak, atau anak yang melakukan kekerasan terhadap anak," tambahnya.

Secara umum anak-anak yang menjadi korban mereka merupakan terpapar pornografi melalui situs porno, game online maupun akun YouTube, sehingga melampiaskan.
Selain itu pembelajaran melalui daring juga berdampak karena kurangnya pendampingan dari orangtua sehingga anak-anak selalu diberikan handphone tanpa adanya jeda.
Pergaulan bebas juga merupakan faktor terjadinya kekerasan seksual.
"Kemudian kurangnya pengawasan terhadap orangtua yang kurangnya perhatian komunikasi, sehingga orangtua tidak menyadari ketika anaknya sudah memasuki pergaulan bebas," jelasnya.
Ketahanan keluarga juga atau orangtua tunggal, yang menjadi celah sehingga kurangnya kasih sayang, karena psikis sebagian terjadi karena keluarga yang kurang lengkap.
"Karena keluarga merupakan madrasah pertama untuk anak," ucapnya Misni.
Sementara pengaruh lingkungan atau salah memilih teman yang menyebabkan lemahnya iman juga merupakan faktor dari pergaulan bebas, dan adanya predator anak.

Usia 11 tahun 90 persen terpapar pornografi, hanya 10 persen yang masih steril.
Upaya pemerintah dalam menangani kasus ini, menerima pendampingan, menerima mediasi, memfasilitasi psikologi dan kesehatan dan interigasi sosial seperti rumah aman.
Rehabilitasi sosial untuk anak-anak harus dilakukan terhadap anak-anak yang kekerasan seksual dan pornografi.
Saat ditanya hukuman apa yang sesuai terhadap pelaku, Misni justru sangat setuju atas hukum kebiri.
"Sementara untuk lembaga terkait, stakeholder berharap untuk lebih peduli hak-hak terhadap anak, dan untuk anak harus menjadikan keluarga sebagai tempat curhat atau idola," harapnya Misni.
Dinuriza Lauzi sebagai psikolog mengatakan penyebab anak-anak selalu menjadi korban kekerasan seksual umumnya terjadi pada usia 17 tahun kebawah hingga usia Playground dengan memiliki sifat dasar mereka yaitu percaya.
Dari data 4 ribu anak di Indonesia yang didominasi oleh kekerasan seksual dan pornografi.
Sedangkan pelaku merupakan orang terdekat yang merusakan kepercayaan anak.

Lingkungan juga merupakan saling berkaitan yang mudah dimanipulasi oleh pelaku.
Ia mencontohkan, saat anak pulang mengaji dengan diiming-imingi hadiah karena anak rajin, dan kasus sodomi juga tinggi di Kepri.
Faktor jangka panjang anak yang mengalami kekerasan seksual sulit untuk mengembangkan dirinya untuk masa depannya.
Sedangkan saat ditanya hukuman yang pantas diberikan oleh pelaku, ia setuju hukum kebiri untuk diterapkan.
"Sangat setuju walaupun banyak pihak yang masih simpang siur, kalau bisa ditambah hukum rajam agar double hukuman," harapnya.
Tidak hanya itu Dinuriza juga berharap agar nilai-nilai agama baik dilakukan sejak masih dalam kandungan.
Pola asuh anak yang dilakukan oleh orang lain menjadi penyebab kurangnya perhatian terhadap anak yang bisa saja mengakibatkan ke pergaulan bebas.
Sementara itu, Dinuriza juga mengatakan untuk kepada "Pihak-pihak sekolah seharusnya mengedepankan nilai moral nilai karakter pada anak bukan hanya nilai akademik saja," pungkasnya. (TribunBatam.id/Yeni Hartati)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google