KISAH PERANTAU DI TANJUNGPINANG
KISAH Perantau di Tanjungpinang, Usaha Buah Bangkrut, Kini Tekuni Profesi Badut
Berikut kisah perantau di Tanjungpinang. Sebelum menekuni profesi badut, Debi Andreas Setiawan pernah menjadi manusia silver. Bagaimana ceritanya?
Penulis: Novenri Halomoan Simanjuntak | Editor: Septyan Mulia Rohman
TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Menjadi seorang badut tak pernah terbesit dalam pikiran Debi Andreas Setiawan.
Pria asal Tembilahan, Kabupaten Indragiri, Provinsi Riau ini tak banyak tahu gerakan dance.
Apalagi mengikuti les. Komunitas dance pun juga tak pernah diikutinya.
Belum genap setahun ia merantau ke Tanjungpinang.
Ia menjadi satu dari banyak kisah perantau di Tanjungpinang.
Yang ia tahu, bagaimana gerak tubuhnya bisa selaras dengan pengeras suara yang dibawanya.
Pikirnya, ia hanya ingin mendulang Rupiah. Sekaligus menghibur warga Tanjungpinang.

Itu pun bagi mereka yang merasa terhibur dengan aksinya.
Dengan bermodalkan kostum boneka dan speaker musik, Debi mulai bekerja dari pukul 4 sore hingga malam hari.
Ia tak beroperasi di tepi jalan. Debi biasa bekerja di kawasan tepi laut Tanjungpinang.
"Inilah kepandaian dan kebisaan saya, menyesuaikan dengan musiknya.
Kalau musiknya saya kurang paham saya diam saja tidak joged," ucapnya sambil sesekali mengusap peluh keringat yang ada di keningnya saat ditemui TribunBatam.id, Senin (8/2).
Cemooh dari orang bukan tak pernah dialami Debi Andreas Setiawan.
Meski begitu, ia berusaha ikhlas menerimanya.
• Sempat Viral Ditertibkan Pemko Tanjungpinang, Pemeran Badut di Lampu Merah Bak Disiram Air
• Penertiban Badut di Tanjungpinang Viral di Medsos, Satpol PP: Dasarnya Perda Tibum

Pikirnya, dari Rupiah yang diterimanya bisa membuat dirinya terhibur.
Dalam semalam Debi dapat mengantongi jerih payah atraksinya hingga ratusan ribu Rupiah.
Itu jika kondisi sedang ramai. Jika sedang sepi, medapat Rp 40 ribu saja ia sudah bagus.
Uang ini kemudian ia serahkan ke bosnya si pemilik kostum boneka lalu dibagi upahnya.
"Ya Alhamdulilah kalau dikasih bersyukur, tidak dikasih juga bersyukur.
Pernah waktu itu dibilang eh badut gila kau ya. Sudah jadi badut sekarang tapi gimana, saya terima aja karena sekarang ini profesi saya," ungkapnya.
Kostum badut yang biasa digunakan Debi bukan miliknya.
Dari penghasilannya seharian, ia menyerahkan ke bosnya terlebih dulu.
Dari situ, uang hasil jerih payahnya harus dibagi tiga dengan rekan lainnya.

Sebelum menjadi badut, Debi pernah membuka usaha buah di Pasar KUD Pelantar 1 Kota Tanjungpinang.
Sayang, usahanya bangkrut. Ia pun sempat berlaih profesi menjadi manusia silver sebelum menjadi badut.
Debi pun juga kerap berpindah-pindah tempat untuk tidur.
Yang penting, menurutnya ia tak membuat orang terganggu.
Sejumlah lokasi seperti pujasera, kafe hingga tempat keramaian lainnya di Tanjungpinang kerap menjadi lokasinya mencari Rupiah.
"Yang jelas saya tidak main di lampu merah Bang," sebutnya.
Penertiban Badut di Tanjungpinang pun, menjadi perhatiannya.
Menurutnya, alangkah lebih baik jika mereka mencari nafkah yang tidak merugikan diri sendiri maupun orang banyak.
Khawatirnya kalau lampu hijau jalan dan kita sedang apes bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan juga.

Mengakhiri ceritanya Deby yang telah dilirik oleh rekannya tersebut kepada Tribun Batam mengungkapkan bahwa dirinya kedepan berkeinginan untuk membuka usaha jasa sewa badut dan melanjutkan kembali usaha dagang buah seperti sebelumnya.
"Sekarang saya mulai dari nol lagi bang, sedikit-sedikit saya usahakan buat nabung.
Mohon doanya semoga ada rezekinya supaya nanti bisa punya kostum badut sendiri dan lanjut lagi jual buahnya. Termasuk mendapat pendamping hidup," ucapnya. (TribunBatam.id/Noven Simanjuntak)
Baca Juga Berita Tribun Batam Lainnya di Google