HUMAN INTEREST
KISAH Pak Win, Susuri Belasan Pulau Menerjang Ombak Demi Berburu Dingkis si 'Emas Hidup'
Kapal Pancung pak Win melaju kencang membelah laut menghempas deru ombak menyusuri setiap kelong demi kelong di perairan Pulau Penawar Rindu.
Penulis: Beres Lumbantobing |
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Ketenangan perairan Pulau Penawar Rindu pecah, ketika seorang pengepul ikan Dingkis, pak Win (40) tahun mendatangi satu per satu kelong milik nelayan.
Pertanyaan yang sama akan ia teriakan "ada hasilnya".
Kemudian nelayan pemilik kelong akan mengacungkan jempol dan melambai tangan sebagai jawaban.
Untuk memastikannya, pengepul ikan Dingkis pak Win akan langsung menghampiri kelong yang ada pemiliknya.
Kapal Pancung pak Win melaju kencang membelah laut menghempas deru ombak menyusuri setiap kelong demi kelong di perairan Pulau Penawar Rindu, Belakang Padang itu.
Perjalanannya cukup panjang dari pulau demi pulau, ada belasan pulau yang berada di Kecamatan Belakang Padang itu yang dia susuri setiap hari demi mengepul si 'ikan Dingkis'.
Pada musim angin Selatan, sejak 4 hari menjelang perayaan hari raya Imlek nelayan akan setia menunggui kelong.
Bahkan para nelayan ada yang berhari-hari bertahan dan menginap di atas kelong demi memburu si "emas hidup".
Emas Hidup. Ya, warga memang menyebut si ikan dingkis sebagai emas hidup dan jadi harta karun menjelang perayaan hari raya Imlek.
• KISAH Rainah Pejuang Rupiah di Karimun, Jual Otak-otak dan Kerupuk Ikan Demi Bertahan Hidup
Bagaimana tidak, harga ikan Dingkis yang biasanya berkisar 40 ribu hingga 50 ribu, pada perayaan Imlek harganya meroket hingga Rp 400.000 hingga Rp 500.000.
Menurut pak Win, ikan dingkis di Batam, Kepri menjadi hal yang spesial bagi nelayan setiap hari Imlek.
Selain itu, Ikan Dingkis akan bertelur dan tidak bau amis.
Tidak heran jika etnis Tionghoa di pesisir Malaka meyakini mengkonsumsi ikan Dingkis akan membawa rezeki di sepanjang tahun.
Hal itu pulalah yang membuat Ikan Dingkis mahal disaat perayaan Imlek.
Sayangnya, H-2 jelang perayaan Imlek, tangkapan Ikan Dingkis nelayan di Kecamatan Belakang Padang menurun.
Kendati demikian, pak Win bersama satu orang rekannya langsung menghidupkan mesin kapal pancung berukuran 50 PK.
Mereka langsung menyebrangi selat demi selat yang gelombangnya tenang untuk mencari setiap kelong yang terlihat.
Tak lama pengepul pak Win menghampiri kelong milik pak Haji Slamet yang berada di Pulau Kasu tepatnya di Selat Lumba, Rabu (10/2/2021) siang.
"Assalamualaikum Pak Haji. Apa kabar,, eh ada pak Camat, apa kabar pak camat," ucap akrab pak Win menyapa pemilik kelong bersama 2 rekan pak haji.
Di waktu yang bersamaan, Camat Belakang Padang, Yudi juga terlebih dahulu menghampiri kelong pak haji Slamet.
Pengepul pak Win dengan akrabnya langsung menawarkan sejumlah minuman botol dingin yang ia bawa.
Ia juga melemparkan pertanyaan yang sama 'ada ikannya'.
Lalu pemilik Kelong, Pak Haji Slamet bersama 2 rekannya akan mengumpulkan ikan dari dalam kelong.
Nampaknya tak mudah, rekan haji Slamet mengeluarkan ikan dingkis dari dalam kelong harus melakukan penyelaman ke jaring yang sudah tersedia di bawah kelong.
Setelah ikan Dingkis terkumpul maka pengepul akan langsung menimbangnya.
Transaksi jual beli berlangsung di kelong, kapal pengepul akan bertambat untuk menghitung berat dan harga ikan.
"Lihat Pak Haji, 3,5 kg ya," ujar pengepul pak Win menunjuk kilo yang diangkat.
Tak lama pak Win langsung mengeluarkan uang pecahan 100 ribu dan 50 ribu untuk membayar ikan Dingkis.
Ia langsung menyodorkan uang senilai Rp 1,8 juta sebagai imbalan dari ikan yang dia beli.
"Alhamdullillah, lumayan dapat sedikit rezeki," ucap Haji Slamet pemilik kelong mengucap rasa syukur.
Haji Slamet meyakini, walau hasil kelongnya hari ini tak banyak namun rezeki setiap telah diatur yang maha kuasa.
Haji Slamet mengaku hari ini tangkapan kelongnya menurun, namum hari kemarin ia mendapat sebanyak 17 kg.
Setelah melakukan transaksi jual beli, pengepul ikan Dingkis, pak Win langsung berpamitan untuk mencari kelong ikan lainnya.
Pengepul akan mengumpulkan ikan dingkis sebanyak mungkin agar dapat dikirim ke Singapura untuk dijual.
"Hari ini baru dua box bang. Baru sekitar puluhan kilo. Kita kumpulin dulu biar bisa dikirim," kata Win sapaan akrab pak Win.
Pak Win merupakan warga Pulau Kasu, ia dibesarkan dan menetap di pulau itu.
Pekerjaan sebagai seorang pengepul Ikan Dingkis di setiap momen perayaan hari Imlek telah dilaluinya bertahun tahun, bahkan sejak ia masih remaja.
Mengepul ikan Dingkis di hari raya Imlek menjadi suatu momen yang dinanti nanti oleh dirinya.
Karena pada saat itulah ia bersama beberapa nelayan dan pengepul ikan dapat memperbaharui nasib.
"Maka untuk itu, semua nelayan yang ada di Batam, khususnya di Kepri pasti berburu Dingkis si "harta karun".
"Inilah momen bagi kami nelayan dan pengepul untuk mengubah nasib, sebab momen ini hanya datang setahun sekali. Jadi 3 hari sebelum Imlek kami akan berupaya ekstra memburu Dingkis," katanya.
Setiap momen hari raya Imlek pak Win dapat mengumpulkan ikan Dingkis ratusan kilo hingga hitungan ton untuk dikirim ke Singapura.
Bahkan kata dia, pengalaman tahun sebelumnya dari hasil tangkapan ikan Dingkis dapat membuatnya mengubah kondisi ekonomi yang kian sulit.
Harga ikan Dingkis yang ia beli dari nelayan pemilik kelong bervariasi.
"Kalau dari h-4 harganya masih Rp 300.000, namun H-3 sudah Rp 350.000. Kemarin saya membeli dari kelong Rp 400.000 dan hari ini Rp 500.000. Kalau saya jual ke Singapura per kilonya sekitar 50 dolar atau sekitar 700 ribu," ungkapnya.
Ikan Dingkis yang berhasil dikumpulkan akan dikirim ke Singapura melalui pemeriksaan bea cukai Belakang Padang. (Tribunbatam.id/bereslumbantobing)