KISAH PERANTAU DI BATAM
Kisah Atina Sebatang Kara Tinggal di Batam, Bertahan Hidup Jadi Penjual Bumbu Dapur Keliling
Awalnya Atina datang ke Batam bersama seorang keponakannya. Namun kini keponakannya itu ada di Kalimantan Tengah. Atina tinggal seorang diri di Batam
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kisah Atina sebatang kara tinggal di Batam, bertahan hidup jadi penjual bumbu dapur keliling.
Batam sedari dulu dikenal memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Indonesia.
Bagaimana tidak, Batam adalah salah satu pulau kecil yang dimiliki Indonesia yang letak geografisnya sangat dekat dengan negara tetangga, yaitu Singapura dan Malaysia.
Letaknya yang strategis itu, mampu membuat Batam menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia yang hendak merantau.
Batam yang awalnya banyak ditempati suku Melayu, kini sudah heterogen. Banyak suku-suku lainnya yang tinggal di Batam.
• KISAH Pak Win, Susuri Belasan Pulau Menerjang Ombak Demi Berburu Dingkis si Emas Hidup
• Kisah Aldia Novera, Berjuang Seorang Diri Besarkan Keenam Anaknya di Batam: Semua Sekolah
Hal itu menjadi salah satu bukti, Batam memiliki daya tarik kuat bagi perantau.
Sama halnya dengan Atina. Ia satu di antara perantau asal Pamekasan Madura.
Perempuan paruh baya itu berusia 55 tahun. Tampak kulitnya sudah tidak kencang dan kebanyakan sudah mengendor.
Hal itu terlihat di bagian wajah persis di kantong matanya.
Sekitar tahun 2000, ia meninggalkan kampung halamannya di Pamekasan Madura, untuk merantau ke Batam.
Menurut Atina, perekonomian di Pamekasan waktu itu tidak bagus, sehingga ia memutuskan untuk merantau ke Batam.

"Saya di sini sudah 20 tahunan. Sejak tahun 2000 dan kini saya tinggal sendiri di Batam," kata Atina kepada Tribunbatam.id, di Jalan Tamalatea, Tanjung Sengkuang, Jumat (12/2/2021) sekira pukul 10.23 Wib.
Saat itu Atina sedang menjajakan dagangannya menggunakan gerobak dorong.
Di Batam ia kini hidup sebatang kara. Awalnya ia merantau ke Batam bersama seorang keponakannya, namun kini keponakannya itu berada di Kalimantan Tengah.
Diketahui pula, Atina memiliki seorang anak dan sudah berkeluarga. Ia juga sudah bercucu. Tapi anak, menantu dan cucunya itu tinggal di Pamekasan Madura.
Atina adalah seorang ibu sekaligus tulang punggung keluarga sejak suaminya meninggal dunia. Itu sudah lama, saat anaknya berusia 7 tahun.
Dengan berbagai macam pengalaman, akhirnya ia nekad meninggalkan kampung halamannya untuk merantau ke Batam.
Sebelum ke Batam, Atina juga sempat merantau di Kalimantan dan Jakarta. Pada akhirnya, ia kini menetap di Batam, di sebuah rumah kontrakan. Ia harus membayar Rp 350 ribu per bulan.
Atina tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai, akhirnya ia terpaksa melakoni usahanya saat ini, sebagai penjual sayur mayur, buah-buahan dan bumbu dapur menggunakan gerobak dorong.
Setiap hari ia mendorong gerobak bututnya itu berkeliling kawasan Tanjung Sengkuang untuk menjajakan barang dagangannya kepada masyarakat.
Setiap hari, Atina mendorong gerobak bututnya untuk jualan, dari pukul 07.00 WIB pagi sampai pukul 11.00 WIB siang.
Sebelum berangkat bekerja, pada Subuh ia terlebih dahulu membeli bahan-bahan yang akan dijual di Pasar Jodoh.
"Setiap hari, inilah pekerjaan saya, dan Alhamdulillah dari hasil jualan ini saya bisa menutupi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Atina setiap hari berpenghasilan sekitar Rp 40 sampai Rp 50 ribu.
"Alhamdulillah, sehari-hari dapatlah sekitar Rp 40 sampai Rp 50 ribu bersih. Cukuplah untuk makan dan bayar sewa rumah," tutur Atina.
Memang benar dampak Covid-19 yang menjarah perekonomian, juga dirasakan Atina.
Pasalnya, sebelum Covid-19 mewabah, biasanya Atina mendapatkan hasil jerih payahnya itu berkisar Rp 70 sampai Rp 80 ribu per hari.
Ia mengaku, pekerjaan yang ia lakoni itu tidaklah mudah, karena harus mendorong gerobak setiap hari menjajakan dagangannya. Meskipun demikian ia tetap bersyukur masih bisa bekerja.
Meskipun penghasilan yang terhitung minim, ia juga sesekali mengirimkan uang untuk anak dan cucunya di kampung.
"Kalau dapat lebih, biasanya saya ngirim untuk anak sama cucu di kampung, kadang Rp 200 ribu kadang juga Rp 300 ribu," ungkap Atina.
Atina juga menceritakan masa lalu pendidikannya. Ia hanya berpendidikan tingkat Sekolah Dasar, namun itupun tidak sampai selesai atau tamat.
"Kenapa saya dulu tidak sungguh-sungguh untuk sekolah, seandainya saya sungguh-sungguh mungkin pekerjaan saya saat ini bukanlah penjual sayur keliling, bisa jadi pengusaha atau yang lain," kenang Atina.
Ia juga berpesan agar masyarakat harus mengutamakan pendidikan anak-anaknya. Jangan sampai ada yang bernasib sama dengan dirinya.
(Tribunbatam.id/Muhammad Ilham)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google