Tak Terelakkan Lagi, Cepat atau Lambat Indonesia Bakal Hadapi China di Laut China Selatan
Indonesia adalah satu negara yang terus menggemakan jika tidak ada ketegangan antara Tanah Air dan China.
Namun pertaruhan Indonesia untuk Laut Natuna tidak hanya perairan yang kaya dengan keanekaragaman biota yang bisa menjamin kehidupan para nelayan.
Perairan Laut Natuna Utara juga penting untuk industri energi masa depan Indonesia.
Ladang gas alam terbesar Indonesia yang bernama Natuna Timur, dengan sumber gas senilai 46 triliun kubik kaki berada di sana.
Secara tradisional, Indonesia telah mencoba untuk menghentikan tindakan China.
Menekankan tidak ada "ketegangan wilayah" antara dua negara, Indonesia telah berulang kali menawarkan bertindak sebagai mediator netral antara China dan negara tetangga yang bermasalah dengan China untuk Kepulauan Spratly.
Untuk bagian mereka sendiri, Beijing mau mengabaikan klaim maritimnya yang tumpang tindih dengan Jakarta, terutama selama China tidak bisa berbuat banyak akan hal itu.
Laut Natuna berada 1500 km dari wilayah China terdekat, dan China selama ini tidak mampu menegakkan klaim mereka dengan jarak sejauh itu.
Namun kini, kekuatan angkatan laut China dan pangkalan militer baru di kepulauan Spratly telah memperluas jangkauan China di Laut China Selatan.
Hasilnya adalah China tampaknya meneruskan dorongan melalui Laut China Selatan.
Mereka menggunakan 'taktik salami', aksi didesain untuk secara bertahap mengatasi oposisi.
China telah menempatkan Filipina di belakangnya, dan tampaknya akan melakukan hal yang sama ke Malaysia dan mungkin Vietnam sendiri.
Kemudian, kali ini sasaran China adalah Indonesia.
Tidak diragukan lagi, lama-lama Beijing bisa benar-benar mencapai kendali de fakto atas semua perairan dalam klaim "sembilan garis putus-putus" mereka.
Tujuan China ini bukanlah kejutan bagi pemimpin Indonesia, yang telah lama waspada dengan China siapapun presidennya.
Ini adalah kecurigaan yang mendarah daging yang lahir dari kebijakan luar negeri China yang dulu revolusioner yang mendukung pemberontakan komunis di seluruh Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.