Indonesia Darurat Narkoba, Ini Kata Kepala BNNP Kepri & Apa Itu Ketahanan Keluarga Anti Narkoba?
Simak ulasan wawancara Tribun Batam bersama Kepala BNNP Kepri Brigjen Pol Henry P Simanjuntak soal narkoba di Kepri dan Indonesia
ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Indonesia darurat narkoba, itulah topik hangat yang diulik Tribunbatam.id bersama Brigjen Pol Henry P Simanjuntak, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) lewat Tribun Batam Podcast (Tripod) edisi Selasa (9/3/2021).
Ia adalah seorang perwira tinggi Polri, dan sejak 18 Januari 2021, Henry menjabat Kepala BNN Kepri.
Henry sapaan akrabnya, merupakan lulusan akademi kepolisian (Akpol) pada tahun 1998 dan berpengalaman di bidang reserse.
Sebelum menjabat Kepala BNN Provinsi Kepri, jabatan terakhirnya jenderal bintang satu ini adalah Kepala BNNP Kaltara.
Berbicara mengenai narkoba dan narkotika mungkin sudah tidak asing lagi di telinga pria satu ini.
Baca juga: Oknum Polisi Polsek hingga Polda Diduga Terlibat Jual Beli Narkoba, Main Curang Praktik Barang Haram
Baca juga: Residivis Ini Ditangkap di Tanjungpinang Karena Kasus Narkoba, Simpan Sabu-sabu di Jaket
Ya, tugas utamanya memang menekan angka penyalahgunaan narkoba. Salah satunya BNN hadir dengan program ketahanan keluarga anti narkoba.
Program ketahanan keluarga anti narkoba ini sudah dilaksanakan sejak 2019, kini dimodifikasi menjadi ketahanan keluarga anti narkoba berbasis sumber daya pembangunan desa. Cukup unik bukan program satu ini, perpaduan antara program desa bersinar dan ketahanan keluarga anti narkoba.
Mungkin banyak dari masyarakat Indonesia yang belum mengetahui apa itu ketahanan keluarga anti narkoba? Ketahanan keluarga anti narkoba adalah kemampuan keluarga untuk meningkatkan daya tangkap dari ancaman bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Program ini bertujuan untuk menguatkan keluarga agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba. BNN bersinergi dengan Kemendagri, Kemendesa PDTT serta stakeholder terkait.
Penasaran apa saja materi yang akan disampaikan, berikut wawancara eksklusif Tribunbatam.id bersama Kepala BNN Provinsi Kepri Brigjen Pol Henry P Simanjuntak.
TB: Tribun Batam, H: Henry P Simanjuntak
TB : Banyak orang yang bertanya apa perbedaan psikotropika dan narkoba. Apa sih bedanya, apakah sama atau bagaimana?
H: Ya sama, psikotropika itu narkotika juga. Ada yang masuk golongan I, ada yang golongan II, tinggal dia masuk dalam narkotika golongan berapa.
TB: Seperti salah satu artis Millen Cyrus, itu kan dia sempat dua kali tertangkap. Nah yang kedua kali itu dia dinyatakan ada pakai narkoba tapi ternyata diperiksa itu obat. Nah itu bagaimana pak?
H: Karena begini, yang memberikan efek stimulan, depresan, yang tidak masuk golongan narkoba pun ada. Contohnya saja lem Castle itu memberikan efek itu juga, tapi tidak masuk narkoba, dan efeknya hampir sama dengan narkoba.
TB: Nah kita mau tau nih kalau orang awam mengkonsumsi misalkan obat, ini masuk golongan I,II, atau III itu bagaimana caranya bisa tahu?
H: Itu ada di Peraturan Menteri Kesehatan sudah dibuat daftarnya dan sudah jadi konsumsi publik. Kalau seperti yang terkandung dalam obat batuk, karena di obat batuk itu ada yang mengandung kodein itu kan legal, tapi kalau yang kodein saja itu masuk golongan III.
TB: Berarti jika kita mau konsumsi obat harus dari resep dokter gitu?
H: Resep dokter, resep obat yang sudah terdaftar di BPOM. Kan ada label Badan POM-nya di situ.
TB: Tadi kan sempat disinggung bahwa Indonesia sedang darurat narkoba, bagaimana penjelasannya pak?
H: Tahun 2019 itu, sabu aja yang ditangkap di Indonesia itu lebih dari 17 ton, apa itu bukan darurat namanya. Angka perfalensi kita di tahun 2019 1,8 berarti itu pengguna sekitar 3,4 juta. Jumlah yang masuknya banyak, pengguna nya banyak, siapapun bisa terkena narkoba apalagi penegak hukum yah hari-hari bersentuhan menangani narkoba, kalau mental tidak kuat imannya selesai. Di Asia yang paling banyak pengguna narkoba itu Indonesia.
Dulu strategi kita banyak mengedepankan penegakan hukum, karena memang namanya penegakan hukum itu kan lebih populer. Penegakan hukum kita sudah masif, besar sekali yang sudah kita tangkap tapi persoalannya jangan kita bangga menangkap jumlah.
TB: Tapi kalau yang lebih banyak beredar saat ini lebih banyak sabu-sabu atau jenis apa pak:
H: Lebih banyak sabu-sabu, ganja, itu yang paling populer di Indonesia. Karena ganja itu merupakan produksi khas Indonesia. Di Sumatera Utara di daerah Mandailing Natal itu banyak ganja. Hampir jarang ganja dimasukkan dari luar lebih banyak dari Indonesia.
TB: Seperti yang kita tahu bapak sebelumnya pernah bertugas di BNN Kaltara, dan sekarang kan di Kepri ini kan merupakan daerah perbatasan. Apa benar di Kepri ini daerah yang paling rawan di Indonesia untuk pintu masuk narkoba ini?
H: Ya pasti paling rawan, karena apa-apa karena pintunya itu terbuka, terus terang kita Indonesia ini belum mampu menutup jalur-jalur masuk ini. Saya pernah seminggu dengan teman Bea Cukai survei di Natuna Utara, luas sekali tidak kelihatan daratan, itu baru Natuna saja.
Itulah yang sebenarnya harus ditutup tetapi seberapa kemampuan Indonesia untuk menggerakkan armadanya.
TB: Tadi kan kita ngobrol persoalan penegakan dan kesadaran, jadi kalau BNN itu lebih ke penegakan atau dua-duanya?
H: Sama seiring dan sejalan. Reserse narkoba itu jika kita melihat dari strukturnya tidak ada dibunyikan untuk penyuluhan, dia hanya lidik sidik setahu saya hanya itu. Karena di BNN penegakan hukumnya ada, edukasinya ada itu tupoksi kita.
TB: Tapi bisa kelihatan tidak pak jika ada teman-teman kita yang menggunakan narkoba misalnya dilihat dari ciri-cirinya?
H: Kalau masih sekali atau coba-coba sekali memang belum kelihatan, dan justru di situlah kesulitan awam itu untuk mengetahui dan mendeteksi orang itu menggunakan narkoba atau tidak terutama sabu. Kalau sabu ini dia tidak bisa kecium tetapi seperti orang merokok, minum alkohol, kita masih bisa mencium baunya.
Pengguna sabu ketahuannya setelah nanti menimbulkan efek psikis, saat sudah terjadi ketergantungan.
TB: Biasanya rata-rata usia berapa pengguna narkoba itu paling banyak selama ini?
H: Kalau dirata-ratakan itu usia 18 sampai 50an lah. Karena pada umumnya usia 18 dan 19 yang sudah bisa mendapatkan penghasilan, tapi hasil survei dengan yang dilakukan oleh puslidatin BNN kalau di kota-kota itu bahkan ada juga yang di bawah umur 10 tahun. Jadi narkoba ini bukan menyasar orang dewasa saja tetapi orang yang masih kategori dibawah umur menyasar itu juga.
TB: Jadi kalau sebenarnya yang pengguna, pengedar itu pasti mereka hanya mengedarkan saja atau bagaimana?
H: Kalau pengedar-pengedar begitu biasanya pengguna juga pengedar juga. Kadang kan gini ada yang direkrut itu dia awalnya pengguna.
TB: Dari penyelidikan atau kasus-kasus yang tertangkap itu khususnya pengguna, sebenarnya motivasinya kebanyakannya apa sih?
H: Masalah narkoba ini kompleks berbicara tentang pengguna dia putus pekerjaan dan frustasi dia menggunakan. Gaya hidup dia sudah mendapatkan pekerjaan menggunakan jadi dia tidak selalu pengangguran aja. Banyak sekali motivasinya.
TB: Jadi kalau orang yang mencoba-coba itu bagaimana Pak?
H: Jangan sekali-kali mencoba, terus jangan kepo ini narkoba rasanya bagaimana. Karena gini kenapa juga Presiden Jokowi mengatakan kita darurat narkoba bukan hanya sekedar peredarannya tetapi ancamannya itu yang bahaya.
Ancamannya adalah menyangkut keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara itu persoalannya. Pak Jokowi mengatakan tahun 2045 kita akan menjadi bangsa yang maju bangsa yang unggul yakin dia itu, karena kenapa tahun 2030 kita akan menghadapi bonus demografi, itu artinya jumlah orang yang produktif jauh melampaui yang nonproduktif.
TB: Jadikan gini ada orang tua yang sudah tahu anaknya pengguna narkoba tetapi takut anaknya itu ditangkap jadi itu bagaimana Pak ?
H: Makanya gini jangan sampai ditangkap dulu baru minta direhabilitasi. kalau saat kita tangkap dia hanya betul-betul sebagai pengguna dan mengalami kecanduan kita harus rehabilitasi dia kalau kita penjarakan dia akan menjadi kelas terbaru pengguna narkoba. Makanya sekarang kita proaktif bekerjasama dengan Lapas narkoba untuk merehabilitasi orang-orang yang ada di penjara.
TB : Ini kebetulan ada yang nanya di Facebook , banyak pengguna narkoba yang setelah memakai direhab setelah itu menggunakan narkoba kembali artinya tidak ada titik jera, apa komentarnya terkait hal itu?
H: Jadi kita tangani sekarang itu ada yang namanya kegiatan pasca rehabilitasi jadi Setelah dia pulih di rehabilitasi kita kembalikan, kegiatan-kegiatan kitapun setelah dia direhabilitasi ada tentang lingkungan keluarganya lingkungan sosialnya dan itu pun kita akan merujuk sukarelawan pasca rehabilitasi untuk menjadi pendamping, dan kita sudah rekrut itu.
TB: Jadi meskipun sudah direhabilitasi, sampai rumah sudah dikembalikan berarti itu masih didampingi baik itu dari relawan dan diri pihak BNN?
H: Tapi kan dia dikembalikan kepada lingkungan sosial yang benar
TB: Bagaimana cara membujuk seseorang agar mau direhabilitasi, dia sebenarnya ingin sembuh tapi malu jika orang-orang tahu dia sedang dalam proses pengobatan?
H: Yang tahu ini datang ke kita, sampaikan, BNN nanti yang akan menangani. Jangan pusing, kita yang akan melakukan upaya persuasif untuk pengobatan tersebut. Kita kan punya tenaga tenaga konselor adiksi yang rata-rata psikolog semua.
TB: Seperti yang kita ketahui banyak tempat di Batam yang mendapatkan narkoba. Kenapa tempat seperti itu tidak ditutup aja?
H: Kan gini kita tidak hanya bisa menuding begitu nanti kalau memang kedapatan itu pasti dilakukan penindakan dan yang berhak menutup adalah pemerintah sendiri.
Dan sekali lagi saya katakan negara yang sudah sukses menekan permintaan narkoba seperti Malaysia Singapura Australia itu tidak melakukan penegakan hukum yang masif.
Kembali lagi bagaimana cara kita menyadarkan masyarakatnya artinya kembali lagi kepada membangun kesadaran. Dari awal saya katakan kita tidak mampu menutup akses masuk ke Indonesia ini.
(Tribunbatam.id/Rahma Tika)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google