Dugaan Penganiayaan Jurnalis Tempo, LPSK Buka Pintu Korban Ajukan Perlindungan
Dugaan penganiayaan dialami jurnalis Tempo di Surabaya saat melakukan reportase, Sabtu (27/3/2021).
Penulis: Endra Kaputra | Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK bereaksi atas dugaan kekerasan yang dialami jurnalis Tempo di Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan jika pihaknya membuka pintu bagi wartawan Tempo yang menjadi korban kekerasan untuk mengajukan perlindungan.
Peristiwa itu bermula ketika N tiba di Gedung Samudra Bumimoro, Krembangan, Surabaya, Sabtu (27/3/2021).
Dugaan penganiayaan itu terjadi saat jurnalis Tempo, N, melakukan reportase keberadaan salah satu direktur pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu terkait kasus suap pajak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi/ KPK.
Di lokasi tersebut, sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak direktur pemeriksaan tersebut dan anak mantan perwira di Polda Jatim.

Saat ia memotret keberadaan sang direktur, seorang panitia acara malah memotret N.
Ketika keluar ruangan, N dihentikan beberapa panitia yang menanyakan identitas dan undangannya.
N lalu dibawa ke belakang gedung dengan cara didorong oleh seseorang diduga ajudan dari direktur pemeriksaan Ditjen Pajak tersebut.
Selama proses itu, korban mengalami perampasan ponsel, kekerasan verbal, fisik, dan ancaman pembunuhan.
Ia diinterogasi beberapa orang yang mengaku sebagai polisi dan sejumlah orang serta ajudan sang direktur.
Sepanjang proses interogasi tersebut, korban kembali mengalami tindakan kekerasan, pemukulan, hingga ancaman pembunuhan N juga dipaksa menerima uang Rp 600 ribu sebagai kompensasi perampasan dan perusakan alat liputannya.
Korban menolak uang itu, tetapi pelaku bersikeras.
Pelaku memaksa N berpose memegang uang itu dan dipotret.
Belakangan, uang itu dikembalikan N secara sembunyi-sembunyi di mobil pelaku.
Baca juga: Dugaan Penganiayaan Jurnalis Tempo, Kapolda Jatim Bentuk Tim Khusus
Baca juga: AJI Batam Ingatkan Jurnalis Agar Utamakan Keselamatan di Tengah Pandemi
N juga dibawa ke Hotel Arcadia di bilangan Krembangan Selatan, Surabaya.
Di hotel tersebut korban disekap selama dua jam dan diinterogasi dua orang yang mengaku sebagai polisi.
“Apa yang menimpa jurnalis Tempo sangat kami sayangkan.
Apalagi korban saat itu tengah melakukan tugas jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Pers,” ungkap Edwin di Jakarta dalam keterangan pers yang diterima TribunBatam.id, Minggu (28/3/2021).
Menurut Edwin, pihak Tempo sudah berkoordinasi dengan LPSK bahwa korban bakal segera mengajukan perlindungan.
Perlindungan diperlukan untuk mencegah potensi ancaman-ancaman selanjutnya yang mungkin ditujukan kepada korban.
Apalagi, korban dan pihak Tempo mendesak agar kejadian kekerasan yang menimpa jurnalisnya ini diproses dan pelaku yang terlibat dihukum.
“Perlindungan akan diberikan sejak dimulainya proses peradilan pidana,” sebutnya.
Perlindungan, jelas Edwin, merupakan segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan LPSK.
Perlindungan yang diberikan dapat berupa perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis atau rehabilitasi psikologis dan psikososial.

Korban juga dapat mengajukan ganti rugi kepada pelaku atas penderitaan yang diderita karena perbuatan pidana tersebut.
Untuk mendapatkan perlindungan, menurut Edwin, ada beberapa persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Yaitu sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban, hasil analisis tim medis atau psikolog dan rekam jejak tindak pidana yang pernah dilalukan saksi dan/atau korban.
“Kami dari LPSK akan menelaah permohonan yang diajukan oleh korban.
Kami berharap proses hukum terhadap kekerasan yang menimpa rekan jurnalis Tempo, diproses hukum dan para pelaku yang terlibat dapat terungkap dan dijatuhi hukuman.
Ini penting agar kejadian kekerasan terhadap jurnalis tidak terus berulang,” tegas Edwin.
Polda Jatim Bentuk Tim Khusus
Jurnalis majalah Tempo sebelumnya diduga menjadi korban penganiayaan yang dilakukan sejumlah oknum saat melakukan tugas reportase, pada Sabtu (27/3/2021).
Jurnalis Tempo berinisial N, tidak hanya dianiaya, dirinya juga mendapat disekap beberapa jam dan diancam dengan diberi uang Rp 600 ribu untuk uang tutup mulut.
Namun korban bersikukuh menolak.
Atas tindakan tersebut, wartawan Tempo berinisial N membuat laporan ke Polda Jatim.
N telah melaporkan dugaan penganiayaan itu ke Polda Jatim.
Laporan ini telah diterima SPKT dengan Laporan Polisi Nomor: LP-B/176/III/RES.1.6/2021/UM/SPKT Polda Jatim.
Ia melaporkan P yang diduga anggota Polda Jatim.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Polisi Gatot Repli Handoko mengatakan pihaknya langsung membentuk tim khusus untuk mengusut kasus tersebut.
"Kasus tersebut saat ini telah ditangani oleh tim yang dibentuk oleh Kapolda Jatim," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Senin (29/3/2021).
Menurut Gatot, tim itu dibentuk sebagai bukti keseriusan Polda Jatim menangani kasus dugaan penganiayaan terhadap jurnalis.
Gatot juga membenarkan Polda Jatim telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengusut kasus tersebut.
"Biar tim polda bekerja terlebih dahulu," kata Gatot.
Peristiwa itu bermula ketika N tiba di Gedung Samudra Bumimoro, Krembangan, Surabaya, Sabtu (27/3/2021).
Dugaan penganiayaan itu terjadi saat jurnalis Tempo, N, melakukan reportase keberadaan salah satu direktur pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu terkait kasus suap pajak yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di lokasi tersebut, sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak direktur pemeriksaan tersebut dan anak mantan perwira di Polda Jatim.
Saat ia memotret keberadaan sang direktur, seorang panitia acara malah memotret N.
Ketika keluar ruangan, N dihentikan beberapa panitia yang menanyakan identitas dan undangannya.
N lalu dibawa ke belakang gedung dengan cara didorong oleh seseorang diduga ajudan dari direktur pemeriksaan Ditjen Pajak tersebut.
Selama proses itu, korban mengalami perampasan ponsel, kekerasan verbal, fisik, dan ancaman pembunuhan.
Ia diinterogasi beberapa orang yang mengaku sebagai polisi dan sejumlah orang, serta ajudan sang direktur.
Sepanjang proses interogasi tersebut, korban kembali mengalami tindakan kekerasan, pemukulan, hingga ancaman pembunuhan N juga dipaksa menerima uang Rp 600.000 sebagai kompensasi perampasan dan perusakan alat liputannya.
Korban menolak uang itu, tetapi pelaku bersikeras.
Pelaku memaksa N berpose memegang uang itu dan dipotret.
Belakangan, uang itu dikembalikan N secara sembunyi-sembunyi di mobil pelaku.
N juga dibawa ke Hotel Arcadia di bilangan Krembangan Selatan, Surabaya.
Di hotel tersebut korban disekap selama dua jam dan diinterogasi dua orang yang mengaku sebagai polisi.(TribunBatam.id/Endra Kaputra) (Kompas.com)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Penganiayaan
Sebagian artikel bersumber dari Kompas.com