TRIBUN WIKI
Sosok Kertosudiro, Ayah Soeharto yang Dikenal Kejam dan Menyengsarakan Istri
Inilah Sosok Kertosudiro, Ayah Soeharto yang Dikenal Kejam dan Menyengsarakan Istri
TRIBUNBATAM.id - Cerita tentang Kertosudiro, ayah Soeharto pernah menjadi kisah kelam di masa lalu Presiden kedua Indonesia.
Kertosudiro dikenal sebagai seorang pria yang kejam dan sering menyengsarakan istri.
Bahkan, dia bercerai dengan ibunda Soeharto tak lama setelah sang istri melahirkan.
Kala itu, Sukirah, ibunda Soeharto baru saja melahirkan bayinya.
Saat usia bayinya 40 hari, mereka resmi bercerai.
Kertosudiro pun pernah beberapa kali menikah.
Melansir artikel TribunManado.co.id dengan judul Sosok Kertosudiro, Ayah Soeharto yang Buat Ibunda Pak Harto Sengsara, Hidup Berganti-ganti Nama, selama hayatnya, Kertosudiro sering berganti nama.
Setiap menikahi perempuan baru, dia akan berganti nama.
Berikut kisah dan soosk Kertosudiro.
Baca juga: Sosok Mamiek Soeharto, Putri Bungsu Keluarga Cendana Paling Tak Tersorot, Pilih Berkebun
Baca juga: Kisah Sukirah, Ibu Soeharto Tersiksa Hidup Bersama Suami, Cerai hingga Anak Diculik
Baca juga: Sosok Sigit Harjojudanto, Putra Kedua Soeharto yang Tak Tersorot, Kekayaannya Mengejutkan
Sekilas tentang sosok Kertosudiro
Kertosudiro lahir di Kemusuk - Godean, Sleman, DIY.
Kisah hidup ayah Soeharto berisi tentang sederet perkawinan, salah satunya bersama ibu Soeharto.
Namun, pernikahan mereka berujung perpisahan dan kemalangan yang dirasakan Sukirah, ibu dari Soeharto.
Melansir dari Kepustakaan-Presiden.Perpusnas.go.id, pada waktu masih belia, Kertosudiro bernama Wagiyo.
Anak dari orang tua bernama Kertoirono.
Kertosudiro sering berganti-ganti nama sesuai adat Jawa apabila menikah berganti nama.
Sebagaimana, Kertosudiro beberapa kali menikah, salah satunya bersama ibu Soeharto.
Perkawinan pertama Kertosudiro dengan Ngadirah, ia berganti nama, dari nama kecil Wagiyo berganti menjadi Kertoredjo.
Nama Kertosedjo yaitu nama gabungan orang tuanya Kertoirono (ayah kandung) dengan nama mertua pertamanya Mat Redjo.
Istri pertamanya bernama Ngadirah.
Namun, perkawinan pertamanya dengan Ngadirah kandas setelah punya anak dua orang yaitu Ponirah ( setelah kawin berganti nama Sastoharyono) dan Wagiran (setelah kawin berganti nama Sumawiyatmo) yang semuanya diasuh oleh ibunya.
Setelah bercerai dengan Ngadirah, Wagiyo alias Kertosedjo, menikah dengan gadis berusia enam belas tahun bernama R R. Sukirah ( ibu Soeharto ), dan berganti nama lagi menjadi Kertosudiro.
Nama baru ayah Soeharto adalah gabungan nama dari orang tuanya Kertoirono dengan nama mertuanya Atmosudiro (ayah Sukirah).
Dari perkawinan ini, Kertosudiro dikaruniai seorang putra yang diberi nama Soeharto, yang kelak telah menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua setelah Soekarno.
Nama Soeharto diambil dari kata soe berarti tinggi (lebih baik) dan harto artinya harta.
Nama itu diberikan oleh Kertosudiro dengan harapan kelak anaknya dianugrahi harta yang melimpah.
Akhirnya terbukti, Seoharto menjadi orang sukses dengan memimpin bangsa Indonesia selama 32 tahun.
Pemberian nama di kalangan orang Jawa yang berarti doa dan harapan untuk anaknya kelak.
Namun kisah pilu datang dalam perkawinannya dengan Sukirah.
Rumah tangga mereka juga kandas setelah Soeharto lahir dan berumur empat puluh hari, perceraian tidak bisa dihindarkan.
Setelah berpisah dengan ibu Soeharto, Kertosudiro menikah lagi dan berganti nama Notokaryo, dan dikaruniai anak empat orang yaitu: Ny. Harsono, Santoso, Ny. Juhron dan Ny. Tubagus Sulaiman.
Kisah Kertosudiro dan Sukirah yang Berujung Perpisahan: Ibu Soeharto Berjuang Mengilang dari Bayang-bayang Kertosudiro
Kisah pilu Sukirah pun mengisi perjalanan kehidupan Soeharto, masa kecil yang tak menetap hingga beranjak remaja dan dewasa sampai bertemu Siti Hartinah (Bu Tien) dan akhirnya menjadi Presiden Republik Indonesia selama 32 tahun.
Bagaimana kisah perjalanan Sukirah yang harus hidup dalam kemalangan karena ayah Soeharto?
Kisah Sukirah
Soeharto, Kertosudiro dan Sukirah yang Berujung Perceraian." />
Kala itu, tepat pada tanggal 8 Juni 1921, sosok perempuan bernama Sukirah terbaring lemah di sebuah rumah di Desa Kemusuk.
Ialah perempuan yang baru melahirkan itu terlihat sangat kesakitan.
Tak mampu untuk menopang tubuhnya, tenaga Sukirah hampir habis.
Air mata Sukirah meleleh, sembari menyusui bayi yang menangis kencang di sampingnya.
Antara bahagia berlabur kesedihan, Sukirah memikirkan masa depan anaknya karena badai dalam pernikahannya dengan sang suami, Kertosudiro berada di ambang kehancuran.
Sukirah menikah dengan Kertoredjo karena perjodohan yang merupakan seorang duda beranak dua.
Usia Sukirah yang menginjak 16 tahun sebagai gadis desa kala itu dipandang sudah lebih dari cukup untuk menikah.
Sebab itu, ketika Kertoredjo naksir Sukirah, orangtua Sukirah tidak berpikir panjang lagi untuk segera menikahkan anak gadisnya.
Hanya dalam rentang waktu yang singkat setelah Kertoredjo bertemu dengan Sukirah, ijab kabul pun dilakukan oleh kedua belah pihak.
Mengikuti tradisi Jawa Tengah, di mana seorang laki-laki lumrah mengganti namanya saat menikah, resmi jadi suami Sukirah, Kertoredjo lalu berganti nama menjadi Kertosudiro.
Pernikahan yang awalnya diharapkan akan membawa bahagia oleh Sukirah ternyata justru membawa petaka dalam hidupnya.
Kertosudiro yang berprofesi sebagai petugas irigasi desa atau ulu-ulu, bukanlah tipe lelaki yang cukup bertanggung jawab.
Karena tidak ada hiburan (listrik belum masuk desa, hingga radio dan televisi belum ada), Kertosudiro jadi lebih banyak bermalas-malasan sambil berjudi dan merokok.
Semua uang dan harta yang dimiliki pasangan ini tersedot untuk modal judi Kertosudiro.
Tak hanya itu, perhiasan pribadi Sukirah yang dibawanya sejak gadis juga ludes tak berbekas.
Sukirah yang dirundung rasa frustrasi, dalam keadaan hamil tua ia nekat minggat dari rumah dan berniat kembali kepada orangtuanya.
Tapi sayang, Sukirah tidak diterima dengan tangan terbuka di rumahnya.
Sebab, tradisi Jawa pada masa itu memandang rendah istri yang meninggalkan suaminya.
Dalam keadaan tertekan dengan perilaku Kertosudiro dan ketidakramahan keluarganya, Sukirah sering bersembunyi dari satu kamar ke kamar lain, sambil melakukan puasa selama berhari-hari, yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan sebutan ngebleng).
Akhirnya kesehatan Sukirah sontak anjlok! Dalam kondisi sangat drop, Sukirah melahirkan anak pertamanya yang diberi nama Soeharto yang berarti 'harta yang baik'.
Setelah itu, Soeharto yang baru berumur 40 hari diserahkan Sukirah pada Mbah Kromodiryo, bidan yang membantunya melahirkan, sekaligus adik perempuan nenek Soeharto dari pihak ayah.
Keputusan Sukirah itu karena dirinya khawatir akan kesehatannya yang semakin hari semakin memburuk.
Soeharto pun diurus Mbah Kromodiryo dan Sukirah mengurus perceraiannya dengan Kertosudiro.
Perebutan hak asuh pun terjadi.
Berdasarkan ketentuan hukum, hak asuh Soeharto jatuh ke tangan Sukirah.
Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sukirah sendiri justru kemudian menyerahkan hak asuh Soeharto kepada Kertosudiro.
Cuma saja, meski hak asuh sudah berpindah tangan, Soeharto tetap ikut Mbah Kromodiryo.
Setelah bercerai, tidak lama kemudian Kertosudiro menikah kembali dan memiliki empat orang anak.
Sukirah? Sama! Dia menikah lagi dengan laki-laki bernama Atmoprawiro, lalu punya tujuh orang anak yang salah satunya bernama Probosutedjo.
Jadi suami Sukirah, Atmoprawiro pun menyayangi Soeharto layaknya anak kandung.
Maka dari itu, dia meminta Sukirah untuk mengambil Soeharto dari Mbah Kromodiryo.
Singkat cerita, usaha Sukirah dan Atmoprawiro berhasil. Umur empat tahun, Soeharto kembali ke pelukan Sukirah.
Tapi, kebahagiaan yang dirasakan Soeharto dekat dengan ibunya tidak berlangsung lama.
Umur delapan tahun, Kertosudiro "menculik" Soeharto. Dia menyerahkan Soeharto pada adik perempuannya yang tinggal di Wuryantoro.
Kertosudiro menganggap Soeharto akan terawat lebih baik jika tinggal di sana.
Sebab, suami adiknya, Prawirowihardjo, adalah seorang mantri tani alias petugas tanah, yang mapan secara finansial serta berpendidikan tinggi.
Setahun berlalu, Soeharto yang sedang libur sekolah dibawa pulang oleh Atmoprawiro.
Hingga liburan berakhir, Sukirah dan Atmoprawiro ternyata tetap tidak mau melepaskan Soeharto.
Terdorong rasa sayang yang besar, Ibu Prawirowihardjo menjemput dan memohon agar Soeharto diperbolehkan kembali ke rumahnya.
Ibu Prawirowihardjo cemas akan pendidikan Soeharto jika tidak diperbolehkan kembali ke rumahnya!
Melihat kesungguhan ibu sembilan orang anak (salah satunya bernama Sudwikatmono) tersebut dalam berniat mengurus dan mendidik Soeharto seperti anaknya sendiri, Sukirah dan Atmoprawiro rela juga memberikan Soeharto.
Sejak saat itulah Soeharto baru punya "keluarga tetap".
Dia tinggal dengan tenang dan nyaman di rumah bulik-nya tersebut, sampai usai masa remaja dan mulai bekerja.
(*)
Berita lain tentang Soeharto
Berita lain tentang TRIBUN WIKI
Baca berita terbaru lainnya di Google