Mengejutkan Begini Isi Surat Pemimpin Hamas yang Ditujukan untuk Presiden Joko Widodo
Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (18/5/2021).\
Aksi unjuk rasa direspons Israel dengan memasang blokade polisi dan melakukan pengusiran.
Ketegangan semakin meningkat pasca-kerusuhan yang terjadi di Masjid Al Aqsa, Jumat (7/5/2021) malam.
Saaat itu polisi Israel membubarkan warga Palestina yang tengah melaksanakan shalat tarawih.
Kemudian, pada Senin (10/5/2021), faksi Hamas di Jalur Gaza menembakkan roket ke arah Tel Aviv dan sejumlah wilayah Israel lainnya, sebagai respons atas tindakan Israel di Yerusalem.
Serangan roket Hamas itu dibalas Israel dengan membombardir Jalur Gaza menggunakan jet tempur, yang mengakibatkan kerusakan bangunan dan korban jiwa.
Akibatnya, 35 warga Palestina tewas di Jalur Gaza, dan ratusan lainnya terluka saat kerusuhan di Masjid Al Aqsa.
Sementara itu, Israel melaporkan lima warganya tewas akibat serangan roket yang dilancarkan Hamas.
Akibat konflik ini, negara-negara di dunia terbelah dua dalam menanggapi konflik terbaru antara Israel dan Palestina.
Bagaimana sebenarnya sejarah konflik Israel dan Palestina?
Dikutip dari Kompas.com yang mengutip history, segalanya bermula dari kelahiran gerakan zionis pada akhir abad XIX di kalangan Yahudi yang tinggal di wilayah Kekaisaran Rusia.
Pada waktu itu, kaum Yahudi di Kekaisaran Rusia mendambakan berdirinya sebuah negara Yahudi, di mana mereka bisa tinggal dengan damai tanpa persekusi.
Pada 1896, Theodor Herzl, seorang jurnalis Yahudi-Austria merilis pamflet berjudul "Negara Yahudi".
Menurut Theodor Herzl, berdirinya negara Yahudi adalah satu-satunya cara untuk melindungi kaum Yahudi dari persekusi dan anti-Semitisme.
Herzl kemudian menjadi pemimpin gerakan Zionisme dan menggelar Kongres Zionis pertama di Swiss pada 1897.