Intip Potret Suku Ngalum yang Tinggal di Pegunungan Bintang, Dituding Sebagai Mata-mata TNI

Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.

Dok Jubi
Intip Potret Suku Ngalum yang Tinggal di Pegunungan Bintang, Dituding Sebagai Mata-mata TNI 

TRIBUNBATAM.id, BATAM- Intip potret suku Ngalum yang tinggal di Pegunungan Bintang.

Suku ini dituding sebagai mata-mata dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Suku Ngalum ini tinggal di wilayah Pegunungan Bintang, Papua.

Berada di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.

Suku Ngalum termasuk salah satu dari 7 suku yang bermukim di hutan wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang.

Ada 6 suku lainnya yang berbagi ruang di Pegunungan Bintang, yaitu Suku Ketengban, Murop, Lepki, Arintap, Kimki, dan Yetfa.

Baca juga: Teroris KKB Tembaki Anggota TNI yang Sedang Perbaiki Mobil di Tengah Hutan Saat Beli Sembako

Baca juga: Banyak Anak Putus Sekolah Hilang, Ternyata Direkrut KKB Papua, Digembleng di Hutan

Setiap suku memilki bahasa yang berbeda-beda.

Semua suku itu sudah sekian lama mendiami wilayah sentral dataran tinggi pulau Papua.

Terlebih lagi, posisi Pegunungan Bintang yang sulit dijangkau membuat penasaran para peneliti.

Mereka tak hanya datang dari Jakarta atau Makassar, tetapi banyak pula peneliti asal Eropa.

Saat ini, Pegunungan Bintang menjadi wilayah administratif kabupaten dengan luas wilayah membentang 14.655,36 km2. Beribukota di Oksibil.

Baca juga: Satgas Yonif 715/Mtl Taklukan 3 Anggota KKB Papua hingga Menyerahkan Diri

Baca juga: Anak Buah Lekagak Telenggen Bongkar Siasat Licik KKB Papua, Ada Pembagian Tugas

Dengan ketinggian itu, Pegunungan Bintang merupakan penghasil kopi terbaik di Papua. 

Pegunungan Bintang merupakan negeri di atas awan. Suhu rata-rata berada di kisaran 15 derajat, membuat Oksibil selalu sejuk.

Andaikan wilayah itu mudah dijangkau, bisa saja Papua menjadi satu-satu provinsi di negeri tropis yang memiliki resor ski.

Sayang, Pegunungan Bintang sangat sulit dijangkau, hanya bisa ditempuh dengan pesawat kecil.

Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.
Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo. (Dok Jubi)

Salah seorang peneliti antropologi Eropa yang beberapa kali datang ke Pegunungan Bintang adalah Wulf Schiefenhoevel. Peneliti dari Max Planck Institut Starnberg-Seewiesen, Jerman ini menyandang gelar profesor untuk antropologi medis dengan puluhan penelitian.

Wulf Schiefenhoevel pertama kali datang ke Pegunungan Bintang pada 1974. Ketika itu, Wulf bersama timnya mencapai sebuah lembah di pedalaman Papua yang kini dikenal sebagai Kabupaten Pegunungan Bintang.

Sebelumnya, Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), pada akhir 1960 yang dipimpin Kapten Feisal Tanjung hanya menyebut Lembah X, untuk sebuah lembah di pertemuan tiga Sungai Eipo (Mek). Tiga sungai itu membentuk seperti huruf X, “Saya kasih nama Oksibil dari bahasa penduduk,” kata Schiefenhoevel.

Wilayah Pegunungan Bintang. Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.
Dok. Jubi
Wilayah Pegunungan Bintang. Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.

Sementara nama Oksibil berasal dari bahasa Suku Ngalum, terdiri dari kata Ok yang artinya air. Oksibil berarti lokasi permukiman Suku Ngalum di tepi Sungai Sibil. Oksibil pun kini jadi ibu kota Pegunungan Bintang.

Lahir pada 1943, Wulf Schiefenhoevel pertama kali menjejakkan kakinya di Papua pada 4 Juli 1974.

Wulf mengenang, petualangannya di dalam belantara Pegunungan Bintang pada 1974-1976, didanai oleh Pemerintah Jerman.

Rombongan pertama yang dia pimpin merupakan penelitian besar dari proyek bertajuk “Mensch, Kultur und Umwelt in Zentralen Bergland von Irian Jaya (Manusia, Budaya dan Lingkungan di Pegunungan Sentral Irian Jaya)”.

Selama empat tahun meneliti, berbagai kebutuhan hidup dan peralatan penilitian diterjunkan dari udara, tiga atau empat kali selama dua tahun.

Pada 2018, Wulf Schiefenhoevel datang lagi. Tentu dengan suasana yang sudah jauh berubah. Ia bersama timpalannya, arkeolog asal Perancis Dr. Marian Vanhaeren.

Mereka berhasil membuktikan adanya aktivitas manusia prasejarah, berupa arang sisa pembakaran dan tulang hewan kecil sejenis marsupial di Gua Emok Tum, Kabupaten Pegunungan Bintang.

Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.
Dok. Jubi
Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.

Menurut Wulf Schiefenhovel, sisa arang bekas aktivitas manusia zaman dulu yang diperkirakan pada 2.140 tahun lalu.

“Sebenarnya kami kurang berkenan dengan penemuan ini, karena di salah satu tempat di Papua New Guinea (PNG) ada penemuan yang lebih lama yakni 8.000 tahun lalu. Tapi penemuan ini cukup membahagiakan bagi penduduk di Oksibil karena nenek moyang mereka telah mengenal api sebelum Tuhan Yesus lahir,” katanya.

Wulf dan Vanhaeren berharap, dapat menemukan goa dengan tanda-tanda kehidupan masa lampau yang lebih tua, “Orang Papua pertama tiba di Tanah Papua 40.000 atau 50.000 tahun yang lalu,” ujarnya.

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, mengatakan nenek moyang pertama Papua hanya mengenal budaya membuat api dan berburu. Hal ini menguatkan temuan Wulf dan rekannya itu.

Leluhur pertama Papua kemudian bercocok tanam keladi, pisang, buah merah, dan tebu. Mereka hanya mengolah bahan makanan dengan cara dibakar saja, sebelum mengenal manfaat babi, anjing, dan ayam.

Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.
Dok. Jubi
Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.

“Ketiga binatang ini dibawa oleh nenek moyang Papua gelombang kedua. Nenek moyang gelombang kedua ini, disebut sebagai orang Austronesia. Orang Austronesia lebih banyak tinggal, bermukim dan menghuni di pesisir Papua dan pulau-pulau di lepas pantai Papua, mereka tidak bisa masuk ke pegunungan tengah Papua,” katanya.

Sementara itu, Imanuel H. Mimin, pemuda asal Pegunungan Bintang bercerita tentang Suku Ngalum. 

Kata Imanuel, mitos penamaan suku Ngalum Ok mempunyai arti yang luas, namun terlepas dari kata Ok arti dari kata Ngalum adalah penyebutan masyarakat setempat untuk menyebut sesama mereka yang tempat tinggalnya ke arah bagian timur melewati batas wilayah negara Indonesia sampai di Telefomin Papua Nugini.

Contohnya, orang Oksob dan Oksibil menyebut orang Okbibab adalah orang Ngalum. Orang Okbibab menyebut orang Kiwirok adalah orang Ngalum danseterusnya menuju ke arah timur Pegunungan Bintang sampai di Telefomin.

Penyebutan ke bagian timur, jika dilihat dari peta Pegunungan Bintang atau peta pulau Papua secara keseluruhan, penyebutan suku ini (Ngalum) mulai dari bawah kaki gunung Aplim-Apom (Puncak Mandala), terus ke arah timur sampai di Telefomin (Papua Nugini).

Itu semua disebut Ngalum atau suku Ngalum. Daerah wilayah masyarakat adat suku Ngalum.

Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.
Dok. Jubi
Di dalam hutan negeri atas awan Papua ini, Suku Ngalum dituding menjadi mata-mata TNI oleh KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo.

Sedangkan ke arah barat dari batas puncak gunung Aplim-Apom sudah masuk dalam wilayah suku Ketengban, ke arah selatan suku Murob, ke arah utara suku Kimki, suku Lepki, dll. 

Sedangkan pengertian kata Ok mempunyai arti tersendiri. Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, maka arti dari kata Ok adalah air.

Pada umumnya kehidupan masyarakat suku Ngalum bertempat tinggal di pinggiran-pinggiran sungai, kali atau tempat yang ada mata airnya.

"Intinya lokasi yang mereka tinggal dekat dengan air. Oleh karena itu, penamaan nama suku Ngalum ditambah dengan kata Ok yang berarti air," tulis Imanuel.

Jadi, suku Ngalum Ok bisa diartikan sebagai “manusia air” atau manusia yang hidupnya mencari air. Kata Ok juga mempunyai makna filosofis, teologis, ekologis, dan ekonomis (Sitokdana 2016).

Dalam keseharian manusia membutuhkan air. Sama halnya dengan masyarakat suku Ngalum, yang juga hidup membutuhkan air dalam keseharianya.

Mengutip penelitian Sitokdana tahun 2016, Imanuel menyebutkan, bagi masyarakat suku Ngalum, air adalah sumber kehidupan.

Ok (air) mendatangkan dan menciptakan kehidupan yang hakiki, yakni, kesuburan hidup bagi manusia, tumbuhan, tanaman dan ternak, serta menciptakan pembaharuan, kesejukan, perdamaian, keselamatan, kesucian, ketabahan, ketentraman, kedewasaan, dan nilai-nilai hidup lainya.

"Maka dari itu, orang-orang yang berasal dari suku Ngalum Ok mempunyai karakter dalam keseharian hidup seperti air," tulis Imanuel.

"Yang dimaksudkan seperti air adalah karakter manusianya yang tidak suka mencari masalah, tidak suka membuat atau menimbulkan konflik dengan suku lain, tidak suka bermusuhan yang berkepanjangan, dan lain sebagainya."

Keinginan mereka ialah selalu hidup berdamai dengan orang lain di sekitar lingkungan yang mereka tinggal.

Sebelum mengenal agama, masyarakat suku Ngalum sudah mempunyai ajaran dan kepercayaan yang diyakini secara turun-temurun dalam adat-istiadat mereka.

Menurut mitos penciptaan yang diyakini suku Ngalum, bahwa manusia pertama mereka diciptakan oleh “atangki” di puncak gunung Aplim-Apom (kini disebut Puncak Mandala).

Oleh karena itu, gunung Aplim-Apom adalah gunung yang sakral bagi masyarakat setempat (suku Ngalum).

Bahkan kepercayaan terhadap adanya penciptaan manusia pertama di puncak gunung Aplim-Apom pun dipercayai juga oleh masyarakat suku yang lainnya di Pegunungan Bintang.

Nenek moyang mereka diciptakan oleh Atangki. Atangki adalah penyebutan dalam bahasa suku Ngalum untuk menyebut Sang Maha Pencipta. Yang sekarang kita kenal sebagai Allah.

Dengan demikian, kita bisa menarik kesimpulan, bahwa masyarakat suku Ngalum bukanlah orang-orang yang berpindah-pindah tempat atau orang-orang yang datang dari tempat lain dan menetap di Pegunungan Bintang.

Mereka adalah masyarakat asli (pribumi) negeri Aplim-Apom yang mempunyai tanah, hak ulayat, dan sudah bersahabat dengan alam sekitar.

Mereka mempunyai budaya (adat-istiadat) sebagai identitas. Ciri khas manusia Ngalum Ok.

Sayangnya, kedamaian Suku Ngalum terusik oleh aktivitas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua yang menyebut diri mereka adalah TPNPB OM Komando Daerah Pertahanan (KODAP) Ngalum Kupel.

Pimpinan KKB Ngalum Kupel ini, Lamek Taplo.

Keberadaan awal KKB Ngalum Kupel saat pendeklarasian kodap pertahanan usai memperoleh senjata dan amunisi dari Helikopter MI-17 milik TNI AD yang jatuh pada tahun 2019.

Lamek Taplo (kanan) pimpinan KKB Ngalum Ngupel yang menuding Suku Ngalum  menjadi mata-mata TNI.
TPNPB OPM
Lamek Taplo (kanan) pimpinan KKB Ngalum Ngupel yang menuding Suku Ngalum menjadi mata-mata TNI.

Ketika itu, helikopter MI-17 milik TNI AD yang hilang kontak sejak 18 Juni 2019 akhirnya ditemukan pihak keamaanan. Namun, seluruh senjata sudah lenyap.

Pada Selasa (18/5/2021) rombongan Satgas Pamrahwan Yonif 310/KK dan Yonif 403/WP berjumlah 12 personel diadang KKB saat melintas di jembatan kayu 2, Kampung Yapimakot, Distrik Serambakon, Pegunungan Bintang.

Kontak tembak antara TNI dan KKB Ngalum Kupel. Dalam peristiwa ini, empat prajurit mengalami luka tembak di kaki.

Pada 16 Februari 2020, KKB Ngalum Kupel pimpinan Lamek Taplo memberikan pernyataan keras yang mengancam warga Papua.  

"TPNPB OPM KODAP Ngalum Kupel mengeluarkan Peringatan Keras Kepada Orang Asli Papua dari Suku Ngalum di Kabupaten Pegunungan Bintang yang mana menjadi agen intelejen Indonesia segera berhenti dari kegiatan sebagai agen militer dan Polisi Indonesia."

Foto Lamek Taplo (kiri), komandan KKB Ngalum Kupel yang membentuk kodap pertahanan usai memperoleh senjata dan amunisi dari Helikopter MI-17 milik TNI AD pada tahun 2019.
TPNPB OPM/Sebby Sambom
Foto Lamek Taplo (kiri), komandan KKB Ngalum Kupel yang membentuk kodap pertahanan usai memperoleh senjata dan amunisi dari Helikopter MI-17 milik TNI AD pada tahun 2019.

"Kami juga memberikan penggantian kepada Orang Asli Papua dari Suku Ngalum di Kabupaten Pegunungan Bintang yang mana telah dan sedang mencari makan-minum dengan Pemerintah Negara Kolonial Republik Indonesia (NKRI) di Markas Kami, maka kami tidak pandang entah engkau tokoh adat kah? Atau tokoh pemudah kah? Atau tokoh agama kah?

Dan tokoh siapa pun segera berhenti, jangan pengkhianat Bangsa Papua, namun biarkan militer dan Polisi Indonesia datang sendiri, meminta datang dalam keadaan hidup kembali pulang mayat," tulis pernyataan TPNPB OPM.

"Orang Asli Papua dari suku Ngalum di Kabupaten Pegunungan Bintang khusus dan juga Orang Asli Papua pada saat di seluruh wilayah Papua Barat yang ada di birokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia berharap dapat berbicara untuk Mempertahankan NKRI, dan dalam hal ini khususnya untuk Kabupaten Pegunungan Bintang kami TPNPB OPM Tidak akan kompromi."

Menurut Lamek Taplo, TPNPB OPM memiliki agen rahasia yang tersebar di seluruh Kabupaten Pegunungan Bintang, yang menjadi wilayah operasi Adalah daerah KODAP Ngalum Kupel.

"Jika Perang terjadi kemudian di Kabupaten Pegunungan Bintang antara Pasukan TPNPB dan Militer Indonesia, maka Kita Perlu menyampaikan bahwa ini bukan untuk meminta makanan atau minuman, tetapi untuk meminta kebebasan atau Papua Merdeka Penuh dari Putusan oleh Pemerintah Kolonial Republik Indonesia," lanjut Lamek Taplo, komandan KKB Ngalum Kupel. 

"Kami adalah Penduduk Asli Papua dari suku Ngalum di Kabupaten pegunungan bintang, Papua yang telah mengenal budaya perang sejak nenek moyang kami ada di sana, sebelum orang kulit putih datang, kemudian kami sampaikan kepada Pasukan Keamanan Indonesia (TNI / POLRI) yang jika Anda datang ke Markas Besar kami, kami siap menerimanya di semua wilayah Kabupaten Pegunungan berbintang, dan ingat bahwa itu adalah wilayah kami TPNPB-OPM, oleh karena itu kami akan menjaganya dari udara atau jalan," tutup Lamek Taplo yang memiliki pangkat Brigjen dalam jajaran pasukan TPNPB OPM.

Patok batas antara negara Republik Indonesia dan Papua New Guinea (PNG) Meredian Monumen (MM) 7.2, selama 30 tahun berhasil ditemukan prajurit Satuan Tugas (Satgas) Pengaman Perbatasan (Pamtas) Yonif Raider 700 Wira Yudha Cakti tak jauh dari Kampung Digi, Kabupaten Pegunungan Bintang.
Dok TNI
Patok batas antara negara Republik Indonesia dan Papua New Guinea (PNG) Meredian Monumen (MM) 7.2, selama 30 tahun berhasil ditemukan prajurit Satuan Tugas (Satgas) Pengaman Perbatasan (Pamtas) Yonif Raider 700 Wira Yudha Cakti tak jauh dari Kampung Digi, Kabupaten Pegunungan Bintang.

(*) 

Sumber: Fotokita

Baca berita terbaru lainnya di Google

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Intip Potret Suku Ngalum yang Tinggal di Pegunungan Bintang, Dituduh Jadi Mata-mata TNI

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved