Sektor Perumahan Paling Banyak Diadukan Konsumen ke BPKN Selama 2021
Sektor perumahan termasuk pengaduan dengan peringkat tertinggi yang masuk ke BPKN RI selama 2021. Tercatat ada 2.677 pengaduan yang masuk
Penulis: Endra Kaputra | Editor: Dewi Haryati
TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat mulai awal tahun 2021 hingga 20 Mei lalu, nilai kerugian konsumen terkait pengaduan yang masuk sebanyak Rp 1.018.751.583.673 atau Rp 1 Triliun lebih.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi l Peneliti dan Pengembang BPKN RI, Megawati Simanjuntak saat menggelar acara Diskusi Kajian Perlindungan Konsumen di Ruang Rapat Lantai 4 Kantor Gubernur Kepri, Dompak, Tanjungpinang, Selasa (8/6/2021).
"Tentu kerugian konsumen ini sangat jauh melonjak bila dibandingkan tahun 2020. Selama 2020 tahun lalu saja, kerugian konsumen yang ada dalam data kita senilai Rp 493.928.621.395," ujarnya.
Mega mengatakan, kenaikan nilai kerugian konsumen atas pengaduan itu terdapat pada kasus Jiwaseraya.
"Karena pengaduan atas persoalan Jiwasraya itu, membuat kenaikan signifikan. Belum lagi sampai setahun. Kerugian atas pengaduan konsumen ke BPKN sudah mencapai Rp 1 Triliun lebih," ujarnya dalam kegiatan yang turut dihadiri Asisten 3 Pemprov Kepri, Hasbi dan Anggota Komisi 2 Komunikasi dan Edukasi BPKN, Renti Maharaini.
Baca juga: Daya Beli Konsumen Mulai Pulih, Pembiayaan Kredit Suzuki Finance Naik 5 Persen
Baca juga: Protes Pengenaan Biaya di ATM Link, Komunitas Konsumen Laporkan Bank BUMN ke KPPU
Ia merincikan lagi, bahwa ada 5 sektor pengaduan yang menjadi peringkat tertinggi sepanjang tahun 2021 ini.
"Pertama pengaduan terkait persoalan perumahan itu ada sebanyak 2.677 pengaduan, kedua Jasa Keuangan termasuk pengaduan Jiwasraya itu sebanyak 2.281 pengaduan, ketiga E-Commerce dengan 673 pengaduan, keempat jasa telekomunikasi 105 pengaduan, dan terakhir jasa transportasi sebanyak 64 pengaduan," ujarnya.
Ia mengatakan, terhadap pengaduan dalam sektor perumahan, pihaknya pernah menangani kasus di Kota Batam, Provinsi Kepri.
"Ada beberapa perumahan di Batam yang bermasalah dengan sertifikat. Dimana cicilan perumahan sudah dilunasi konsumen, ternyata belum mendapatkan sertifikatnya.
Lalu, pihak pengembang juga ditemukan belum memecah sertifikat induknya, bahkan ada pengembang yang menganggunkan sertifikatnya," ucapnya.
Terhadap penyelesaian persoalan itu, Megawati menyebutkan, langkah BPKN tentu melakukan mediasi terlebih dahulu antara konsumen dengan pihak developernya.
"Kalau tidak ada penyelesaian, dilanjutkan ke ranah hukum. Soalnya sudah menjadi hak konsumen mendapatkan sertifikatnya saat telah melunasi pembayarannya.
Bisa juga langsung keranah hukum saat konsumen meminta haknya atas sertifikat itu, ternyata pihak developernya sudah gak tau lagi keberadaannya," ucapnya.
(Tribunbatam.id/endrakaputra)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita tentang Kepri