BATAM TERKINI

Oknum BEM Politeknik Negeri Batam Diduga Lakukan Kekerasan Seksual di Kampus

Seorang mahasiswa Kampus Politeknik Negeri Batam berinisial AB dilaporkan kerap melakukan dugaan kekerasan seksual kepada temannya mahasiswi

Kolase Tribun Batam / Leo Halawa
Oknum BEM Politeknik Negeri Batam Diduga Lakukan Kekerasan Seksual di Kampus. Foto ilustrasi kekerasan seksual di dunia pendidikan (insert: kampus dan logo BEM) 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kejahatan kekerasan seksual yang terjadi di dunia pendidikan kembali terjadi. 

Kali ini, terjadi di kalangan Kampus Politeknik Negeri Batam. Yang diduga dilakukan oleh mahasiswa yang juga anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) berinisial AB.

Dalam tindakan ini, dilaporkan setidaknya dua mahasiswi menjadi korban dugaan tindak pidana kekerasan seksual kepada kaum hawa.

Yang pelakunya sama, yakni mahasiswa berinisial AB.

Menurut rilis yang diterima tribunbatam.id dari BEM Politeknik Negeri Batam, Sabtu (26/6/2021), insiden itu terjadi pada Januari 2021 lalu.

Terkait rilis yang diterima, dibenarkan oleh Narahubung BEM Politeknik Negeri Batam, saat dikonfirmasi Sabtu malam.

Ia mengatakan, kasus ini tidak dilanjutkan laporan ke tindak pidana. 

"Dari kesepakatan dan tuntutan korban sejauh ini tidak dilanjutkan ke pidana, tuntutannya berfokus pada sanksi akademik," jawab Julia kepada Tribunbatam.id

"Karena kita bergerak atas keadilan bagi korban, sesuai dengan tuntutan korban," sambung Julia.

Baca juga: Gadis Keterbelakangan Mental Dirudapaksa Kakek-kakek, Disaksikan Cucu, Visum: Ada Kekerasan Seksual

Tangkapan Layar Press Rilis BEM Politeknik Negeri Batam
Tangkapan Layar Press Rilis BEM Politeknik Negeri Batam (Tangkapan Layar Press Rilis BEM)

Lebih jelas dalam rilisnya, kekerasan seksual yang dialami dua mahasiswa sesuai rilis berikut ini:

Adapun proses penanganan aduan Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh terlapor AB (inisial):

  1. Pada tanggal 5 April 2021, Presiden Mahasiswa BEM Polibatam menerima laporan dari whistle blower terkait kekerasaan seksual yang dialami penyintas 01, Kamboja (nama samaran). Whistle blower merupakan teman dekat korban. Setelah menerima aduan, Presiden Mahasiswa BEM Polibatam membentuk Tim Darurat Kekerasaan Seksual. Tim Darurat Kekerasaan Seksual melakukan identifikasi kasus Kamboja. Saat melakukan identifikasi, didapatkan laporan diduga percobaan kekerasan seksual dengan penyintas (02) bukan mahasiswi Politeknik Negeri Batam.
  2. Pada 6 April 2021, Pendamping korban yang tergabung dalam Tim Darurat Kekerasaan Seksual bertemu Penyintas 01 (Kamboja), penyintas telah memberikan keterangan singkat kronologis kekerasaan seksual.
  3. Pada 7 April 2021, Pendamping korban bertemu dengan Penyintas 02 untuk dimintai keterangan. Ditemukan bukti digital, yaitu pelaku memaksa penyintas dengan ajakan yang menuju ke arah seksual.
  4. Pada 14 April 2021, Pendamping korban beserta Mediator (perantara), melakukan pertemuan dengan Penyintas 01 (Kamboja) untuk dimintai keterangan lebih lanjut, memberikan dukungan, menawarkan pemulihan korban, menanyakan tuntutan dan harapan penyintas dalam kasusnya. Dari keterangan Penyintas 01, Kekerasaan Seksual ini terjadi pada Januari 2021. Penyintas 01 menerima kekerasaan seksual secara fisik dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yaitu pelaku meminta penyintas menunjukan anatomi seksualnya dengan menggunakan video call whatsapp. Penyintas 01 juga melaporkan bahwa dirinya bukan korban pertama terlapor AB. Ada dugaan kasus Kekerasaan Seksual yang terjadi di pertengahan tahun 2020, pada saat kegiatan mahasiswa Polibatam.
  5. Pada 16 April 2021, Dari aduan di atas, Tim Darurat Kekerasaan Seksual menghubungi dan mengatur pertemuan bersama Penyintas 03 untuk tanggal 18 April. Tetapi Penyintas 03 yang awalnya bersedia bertemu, mengundurkan diri untuk memberikan kesaksian. Namun penyintas 03 tetap bersedia memberikan bukti dari kekerasaan seksual yang dilakukan AB kepadanya, yang mana penyintas menerima kekerasaan seksual secara fisik.
  6. Pada 18 April 2021, Tim Darurat Kekerasaan Seksual melakukan pertemuan untuk meminta keterangan dari terlapor yaitu AB. Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh Mediator, Pendamping korban serta Presma dan Wapresma. Terlapor AB akhirnya mengakui kekerasaan seksual yang dilakukannya. Kemudian terlapor diberitahu tuntutan dari penyintas 01 dan menandatangani surat pernyataan tanpa paksaan (pertemuan direkam)
  7. Pada 20 April 2021, dari hasil proses penanganan aduan yang dilakukan oleh Tim Darurat Kekerasaan Seksual BEM Polibatam. Tim Darurat Kekerasaan Seksual menyerahkan aduan dan bukti-bukti yang ditemukan untuk ditindaklanjuti oleh pihak kampus.

Sambung rilis kekerasan seksual itu, saat proses penanganan oleh manajemen kampus sedang berjalan.

Baca juga: Bukan Hanya Woojin, Inilah 5 Idol Kpop yang Pernah Terseret Skandal Kekerasan Seksual

Pelaku AB yang sudah mengakui dan bersedia kooperatif dalam penyelesaian kasusnya justru malah menggiring opini publik dan menjaring solidaritas dengan menyatakan:

  1. AB menyalahkan penyintas (victim blaming). AB menyatakan bahwa kontak fisik tersebut berdasarkan suka sama suka, AB mencari validasi atas tindakannya dengan merendahkan martabat korban dan mengaku bahwa ia mendengar banyak informasi tentang korban yang mudah diajak berhubungan seksual.
  2. AB menyatakan bahwa ada cacat prosedur dalam proses penanganan aduan oleh Tim Darurat Kekerasaan Seksual.
  3. AB menyatakan bahwa ia terpaksa menandatangani surat pengakuan karena dibawah tekanan.
  4. AB menuduh kepemimpinan Presiden Mahasiswa dengan sengaja mencari-cari kasus kekerasaan seksual untuk kepentingan melancarkan program kerja Presma dan Wapresma
  5. AB menuduh mediator terlibat terlalu dalam pada kasusnya karena dianggap memiliki kepentingan pribadi.

Lalu BEM Merespon Pernyataan Terlapor AB

Terkait penyataan AB di atas yang beredar, perlu kami jelaskan bahwa:

  1. Langkah yang dijalankan Tim Darurat Kekerasaan Seksual adalah memproses aduan dengan mengidentifikasi kasus, melakukan pertemuan dengan korban dan pelaku secara terpisah lalu menyerahkan kasus ini kepada manajemen. Selanjutnya proses penanganan dan penyelesaian dilakukan oleh pihak manajemen berkoordinasi dengan Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah Kepulauan Riau (KPPAD) dan Himpunan Psikologi Indonesia Kepulauan Riau (HIMPSI). Pada proses tindaklanjut oleh kampus, terlapor diberikan ruang untuk memberikan keterangan kembali dan membuktikan dirinya apabila keberatan dengan proses aduan yang dilakukan Tim Darurat Kekerasaan Seksual. Politeknik Negeri Batam sendiri belum memiliki Standar Operasional Prosedur penanganan Kekerasaan Seksual di kampus.
  2. Bahwasanya kami meminta bantuan perantara dalam hal ini mediator, karena kami mengakui, kami tidak mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang cukup untuk menindaklanjuti aduan kekerasaan seksual. Mediator tersebut adalah anggota dari Unit Layanan Tanggap dan Pencegahan Kekerasaan Seksual di kampusnya, yang sudah menerima aduan dan mengadvokasi aduan Kekerasaan Seksual tersebut. Kehadiran mediator dalam hal ini adalah berbagi pengalamannya di lapangan saat mengadvokasi KS di kampus, menjelaskan langkah-langkah apa yang dapat kami ambil saat menerima aduan, bagaimana bertemu penyintas dan menerangkan pada kami prinsip-prinsip apa yang harus dipegang dalam menindaklanjuti aduan ini dengan merujuk pada Buku Saku SOP Kasus Kekerasaan Seksual di Lingkungan Kampus dari UI, Prosedur Standar Operasional SATGAS Penanganan Masalah Perempuan dan Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta RUU PKS. Terakhir, mediator membantu dalam pertemuan dengan pelaku untuk dimintai keterangan. Mediator sebagai perantara, tidak pernah mengambil keputusan akan kasus ini.
Halaman
123
Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved