HUMAN INTEREST
Kisah Pilu Calon TKI Ilegal, Tinggalkan Keluarga di Kampung Demi Mengadu Nasib di Malaysia
Sejumlah calon TKI ilegal yang diamankan Polres Bintan mengaku, nekat berangkat ke Malaysia, tinggalkan keluarga di kampung karena tak ada pilihan
Penulis: Alfandi Simamora | Editor: Dewi Haryati
BINTAN, TRIBUNBINTAN.com - Satreskrim Polres Bintan menggagalkan upaya penyelundupan calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal ke Malaysia.
Ada 23 calon TKI ilegal asal Lombok dan Kupang yang diamankan polisi di sebuah rumah penampungan di Kampung jeruk, Kelurahan Tanjunguban Kota, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan, Selasa (6/7/2021) malam.
Selanjutnya mereka dibawa ke Mako Polres Bintan untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, di balik rencana keberangkatan mereka ke Malaysia, ada cerita haru yang cukup menyayat hati dari mereka yang menjadi tulang punggung keluarga di kampung halamannya.
Pasalnya, mereka sampai nekat meninggalkan anak, istri dan keluarga lainnya demi bisa mengadu nasib di Malaysia.
Baca juga: Tak Cuma 23 TKI Ilegal, Polres Bintan juga Tangkap Tiga Warga, Ini Perannya
Bermodalkan uang yang dikumpulkan atau dipinjam dari kerabat, mereka berencana berangkat ke luar negeri tanpa dokumen resmi alias ilegal.
Namun belum lagi berangkat, rencana itu digagalkan polisi. Sebab jalur yang mereka lalui jelas bertentangan dengan hukum, baik di Indonesia maupun negara Malaysia.
Sejumlah calon TKI ilegal ini mengaku nekat ingin mengadu nasib ke Malaysia, lantaran tidak ada pilihan lain.
Satu di antaranya seorang ibu asal Lombok Tengah bernama Senir.
Ia becerita, jika dirinya berangkat seorang diri dari Lombok.
Sedangkan dua anaknya, dititipkan ke saudaranya di kampung halaman.
Wanita 36 tahun ini mengaku, sebelumnya ia sudah pernah masuk kerja ke Malaysia dengan cara tidak resmi.
Namun aksinya yang kedua kali gagal. Sebab ia sudah lebih dulu diamankan pihak kepolisian sebelum diberangkatkan.
Senir mengaku, rencananya bekerja di Malaysia karena hendak menyusul suaminya yang bekerja di Malaysia sebagai tukang kebun.
"Ada suami saya di sana (Malaysia). Saya berangkat sendiri dari Lombok. Ini yang kedua kalinya," ucapnya dengan raut wajah khawatir.
Ada pun di kampung halamannya, sudah susah untuk mencari pekerjaan.
Lantaran di kampung halamannya rata-rata orang bekerja sebagai petani. Jika tidak mempunyai lahan untuk digarap sangat susah untuk mencari nafkah.
"Sangat susah cari nafkah di kampung, makanya nekat ke Malaysia mengadu nasib,"tuturnya.
Saat ditanyakan, apakah tidak ada pekerjaan seperti di tempat-tempat wisata di daerah Lombok, Senir mengaku bahwa dirinya berada di pelosok kampung.
"Jadi memang sedikit susah untuk mencari pekerjaan, apalagi dengan usia saya saat ini,"terangnya.
Selain Senir, nasib serupa juga dialami seorang pria asal Lombok Timur bernama Muslimin.
Jika pria 28 tahun ini tetap di kampung, utangnya dengan pihak lain tak akan terbayar.
Sementara ia juga harus menghidupi keluarganya. Makanya ia nekat mengadu nasib dengan cara ilegal ke negeri Jiran.
Sebelumnya, Muslimin belum punya pengalaman bekerja di luar negeri, apalagi harus melalui cara ilegal.
Namun, berbekal pengetahuan di kampung halaman dari sejumlah pengalaman orang, Muslimin pun memberanikan diri untuk berangkat.
Ia menyewakan lahan sawah seluas 10 are di kampung halamannya dan mendapatkan uang sewa sebesar Rp 9 juta.
"Uang itulah saya pakai buat ongkos dari Lombok sampai ke Malaysia. Tapi apa boleh buat, saya diamankan polisi dan saya terima segala permasalahan,karena ini juga salah saya,"terangnya.
Bapak dua anak ini bercerita, ia dijanjikan oleh penyalur bekerja di kebun di Malaysia. Dengan gaji dikisaran 1.000 ringgit/bulan.
Muslimin pun mengaku jika dirinya lolos ke Malaysia, Muslimin akan bekerja 2 hingga 3 tahun di sana.
Setelah mendapatkan hasil yang lumayan untuk modal usaha, ia akan pulang ke kampung halamannya di Lombok Timur.
"Kalau sudah ada modal, barulah pulang, karena di kampung itu susah betul,"ucapnya.
Saat ditanyakan mengapa tidak mencari pekerjaan di kota tidak jauh dari Lombok, Muslimin mengaku dirinya tidak memiliki kemampuan atau skill.
"Kalau saya keluar dari Lombok dan mencari pekerjaan, saya belum tentu langsung dapat kerja karena tidak ada skill dan pasti di masa pandemi saat ini sangat sulit untuk kemana-mana.
"Makanya ketika ada yang menjanjikan pekerjaan di Malaysia, saya langsung mau," terangnya.
Hal yang sama juga disampaikan Supardi (37), calon TKI ilegal warga asal Lombok Barat, juga mengungkapkan jika kondisi di kampung halamannya sangat sulit.
Hal tersebut yang memaksa dirinya harus keluar dan mencari pekerjaan.
Ia pun mengaku sudah pernah bekerja di Malaysia beberapa tahun lalu. Berbekal pengalaman itu dirinya pun nekat berangkat seorang diri dari Lombok.
Setibanya di Batam, dirinya mencari agen gelap penyalur TKI ilegal.
"Jadi saya itu berangkat sendiri ke Batam. Setelah sampai baru saya mencari penyalurnya. Soalnya kalau dari Lombok kita komunikasi bisa sampai Rp 10 jutaan,"ungkapnya.
Pria yang sudah memiliki tiga anak ini, mengaku nekat berangkat ke Malaysia lantaran desakan ekonomi di kampung halaman. Istri dan tiga orang anaknya harus tetap makan.
Sementara utang sudah menumpuk sejak pandemi Covid-19 melanda tanah air termasuk Lombok.
Pekerjaan yang dilakukannya di kampung halaman sebagai sopir kontraktor juga sudah tidak ada, karena job kontraktor di masa pandemi untuk sementara tidak berjalan.
Alasan ini jugalah yang membuat dirinya nekat mencari peruntungan ke Malaysia. Walaupun memang belum jelas kepastiannya.
"Perihal risikonya seperti ditangkap dan lainnya saya sudah tahu. Tapi apa boleh buat, di kampung susah sekali pekerjaan.
Kalau misalnya di Bintan ini ada pekerjaan, saya lebih baik kerja di sini jangan dipulangkan. Karena sudah banyak utang. Setidaknya saya bisa menafkahi anak dan istri saya dengan bekerja di sini jika ada," harapnya.
(tribunbatam.id/Alfandi Simamora)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Bintan
Berita tentang Human Interest Story
