HUMAN INTEREST
Kisah Atan Orang Suku Laut di Lingga, Jajakan Sampan Buatannya di Tengah Pandemi
Atan, orang suku laut di Pulau Lipan,Lingga merupakan pengrajin sampan tradisional.Ia menjual sampan di tengah pandemi dengan menyeberangi laut
Penulis: Febriyuanda | Editor: Dewi Haryati
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Di tengah sulitnya ekonomi saat pandemi Covid-19, seluruh individu berjuang untuk bangkit dari keterpurukan.
Hampir setiap orang mengambil peluang melakukan aktivitas kerja atau berbisnis melalui platform digital. Tak lain tujuannya untuk menghindari kerentanan terjangkitnya virus corona.
Namun, lain halnya dengan sejumlah suku laut atau Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang berada di Pulau Lipan, Desa Penuba Kecamatan Selayar, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Dengan berbagai keterbatasan, masyarakat di sana berusaha mengambil peluang dengan bekerja seadanya.
Seperti Atan misalnya. Pria berusia 61 tahun ini merupakan seorang pengrajin sampan (perahu) tradisional melayu di Lingga.
Baca juga: Kisah Pilu Calon TKI Ilegal, Tinggalkan Keluarga di Kampung Demi Mengadu Nasib di Malaysia
Baca juga: Kisah Penjual Air Tahu di Anambas Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Covid-19
Atan menjual sampannya dengan cara digandeng menggunakan sampan lainnya, lalu menjajakan sampan hasil buatannya ke kampung-kampung.
Tentu saja, hal itu ia lakukan dengan menyeberangi laut yang berombak.
Di usianya yang sudah tak muda lagi, Atan mendayung sampannya menempuh ratusan mil jauhnya untuk menawarkan hasil sampan buatannya ke orang-orang yang dijumpainya.
"Mau tidak maulah, kalau tidak sampan saya tidak bisa terjual. Saya tidak paham jual-menjual melaui telepon colet-colet (telepon pintar-red)," kata Atan polos saat berada di Pantai Desa Kote, Kecamatan Singkep Pesisir kepada Tribunbatam.id, baru-baru ini.
Atan bercerita, ia hanya mampu memproduksi satu buah sampan dalam 1 bulan dengan harga jual sebesar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
"Cukuplah untuk menyambung hidup. Kalau arus laut lagi bagus, saya juga memancing ikan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari," ungkapnya.
Atan hanya bisa berjuang, karena profesi itu sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari untuk menyambung hidup.
(TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Human Interest Story