HUMAN INTEREST
Laurensius Rela Mengais Sampah Selama 6 Tahun di Batam Demi Sekolahkan 3 Anaknya di Jakarta
Sudah 6 tahun, Laurensius Agato mencari rezekinya dari mengais sampah dan barang bekas di Batam demi menyekolahkan anaknya di Jakarta.
Penulis: ronnye lodo laleng |
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Sudah 6 tahun, Laurensius Agato warga Kampung Baru, Batam Centre, Kota Batam ini mencari rezekinya dari mengais, memilah dan menjual sampah dan barang bekas.
Dengan ditemani sebuah gerobak yang usang dan penuh dengan debu serta berisi barang bekas lelaki 58 tahun tersebut berkeliling di sekitar area Jodoh dan Nagoya Kota Batam mencari penghidupan dengan memilah-milah sampah, dan menjualnya kembali.
“Saya sudah lama kerja seperti ini, dan hingga saat ini saya tidak pernah dimarahi masyarakat. Intinya adalah kita jangan asal ngambil barang orang, harus diawali dengan minta izin terlebih dahulu," ujar Laurensius saat Tribun Batam mencoba mengawali pembicaraan di ruas Jl. Imam Bonjol, Kamis, (29/7/2021).
Saat ini, menurutnya penghasilan yang didapatnya dari memilah, mengambil dan menjual sampah hanya bisa mencukupi untuk makan saja.
Tentu saja, pendapatan yang kecil saat ini harus ditekuninya karena memang tidak memiliki pekerjaan atau sekedar sampingan lain.
Usianya yang sudah menginjak kepala 6 itu pun, tak bisa terlalu memaksakan dirinya sendiri karena alasan usia dan kesehatan.
Meski begitu, Laurensius masih terlihat segar dan aktif.
Baca juga: Sampah Berserakan di Pinggir Jalan, Kini Muncul Doa Tertulis di Baliho Larangan Buang Sampah
Ketika bercerita awal mula menjadi seorang pemulung, dirinya bercerita perjalanan mengais dan memilah sampah hingga ke daerah Batam Center dan sekitarnya.
Mungkin karena banyaknya pergerakan fisik itulah, badannya terlihat segar dan selalu sehat.
Meskipun, dirinya tak menampik usianya yang semakin menua.
Kendati demikian ia harus tetap semangat mencari uang meski situasi sedang pandemi Covid-19 dan PPKM Level 4.
Hal ini ia lakukan semata-mata hanya ingin membiayai 3 orang anaknya yang saat ini masih bersekolah di jenjang SMP dan SMA di Jakarta.
“Anak saya ada 6 orang, 3 orang sudah menikah dan bekerja sedangkan 3 orang lagi saat ini masih bersekolah di Jakarta," lanjut Laurensius dengan tatapan hampa ke arah kendaraan yang sedang melintas.
Dalam kondisi normal dengan waktu kerja sejak pukul 08.00 WIB pagi hingga pukul 17.00 WIB sore, selama 2 Minggu Laurensius mengaku hanya mendapatkan penghasilan Rp 500 ribuan.
Pendapatan itupun masih kotor, belum terpotong kebutuhan pribadi.
Belum lagi kebutuhan dapur dan beberapa kepentingan tak terduga lainnya selama di jalanan.
Meski demikian, ia tetap bersyukur dan tetap bekerja dengan maksimal, hidup adalah mensyukuri hasil dengan terus berjuang.
"Intinya kita kerja halal, dan jangan mengambil barang orang tanpa izin, serta jangan malu melakoni pekerjaan seperti ini. Kita fokus saja untuk cari uang," ujarnya.
Kesehariannya ia rutin bangun pagi, dan bergegas dari rumah dengan menggunakan angkutan umum dengan biaya pergi dan pulang Rp 8.000.
Jika mendesak dan tidak hujan maka dirinya menggunakan ojek dengan biaya yang dikeluarkan lebih besar yakni Rp 20 ribu pergi pulang (PP).
Saat bercerita, sedikit tersirat keinginan Laurensius seperti orang lain yang bermodal dan mendirikan usaha ataupun berdagang.
Tapi penghasilan hariannya memang belum bisa ditabung, karena kebutuhan setiap harinya harus terpenuhi.
Rekan se-profesinya pun banyak, meski begitu hubungan antar sesamanya diakuinya berjalan baik dan normal. Tidak ada pembagian wilayah yang jelas, yang penting tidak rebutan dalam satu lahan yang sedang digarap.
Ia mengakui hanya memilah dan menjual jenis sampah se-normalnya.
Jenis barang yang bisa dijual pun memang beragam, dari mulai kaleng, dus, plastic snack, buku, hingga jenis bahan plastik lainnya.
Singkat kata ia bercerita bahwa sejak tahun 1994 dirinya sudah merantau ke Kota Batam.
Sempat melakoni beberapa pekerjaan seperti Securiti hingga karyawan di sebuah perusahaan ternama di Kota Batam.
"Perjalanan hidup saya sangat berliku. Saat ini ia hanya hidup sendiri bersama anak-anaknya, sang istri sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu," ungkapnya.
Setelah hampir satu jam berbincang Laurensius Agato akhirnya pamit pergi melakukan aktivitasnya kembali. Dengan menggunakan sebuah topi berwarna biru, dan pakaian yang cukup usang, ia segera meninggalkan jalan Iman Bonjol Nagoya Batam sembari menarik gerobak tua miliknya itu. (TRIBUNBATAM.id/ Ronnye Lodo Laleng)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google