SAHAM
Saham Bukalapak (BUKA)Tumbang Setelah Dua Hari Menguat
Sempat menyentuh harga tertinggi Rp 1.160 dan harga terendah Rp 1.035, saham BUKA akhirnya ditutup turun Rp 75 dalam sehari.
TRIBUNBATAM.id. JAKARTA - Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) akhirnya tumbang setelah dua hari menguat semenjak IPO di Bursa Efek Indonesia, pada pekan lalu.
Selasa (10/8), harga saham BUKA jatuh 6,76% ke level Rp 1.035 per saham.
Pada awal perdagangan Selasa (10/8), saham BUKA dibuka di atas harga penutupan sebelumnya, tepatnya Rp 1.130 per saham.
Sempat menyentuh harga tertinggi Rp 1.160 dan harga terendah Rp 1.035, saham BUKA akhirnya ditutup turun Rp 75 dalam sehari.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total nilai transaksi saham BUKA mencapai Rp 1,05 triliun. Adapun total volume saham yang ditransaksikan mencapai 9.945.054 lot.
Baca juga: Aturan Baru PPKM 4, Masuk Mal Wajib Tunjukkan Sertifikat Vaksin
Catat saja, saham BUKA secara resmi telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Jumat (6/8).
Bukalapak menjadi perusahaan tercatat ke-28 di BEI sepanjang 2021.
Dalam initial public offering (IPO), Bukalapak menawarkan 25,76 miliar lembar saham dengan harga penawaran sebesar Rp 850 per saham.
Dana segar yang dihimpun dari aksi korporasi ini sekitar Rp 21,9 triliun, yang merupakan penggalangan dana hasil IPO terbesar sepanjang sejarah bursa.
Direktur Utama Bukalapak.com Rachmat Kaimuddin mengatakan, seluruh dana IPO akan digunakan BUKA dan anak usahanya sebagai modal kerja guna mencipakan misi economic for all dengan cara berfokus memberdayakan pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM).
Saat ini BUKA memiliki sekitar 13,5 juta mitra UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia.
Masih diburu investor ritel dan institusi
Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) masih menjadi incaran para investor.
Tak hanya investor ritel, investor institusi seperti manajer investasi pun tak mau ketinggalan untuk memasukkan saham BUKA dalam portofolionya.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengaku pihaknya tidak ingin ketinggalan untuk ambil bagian dari tren yang terjadi saat ini. Menurutnya, sektor teknologi saat ini memang sedang hype, sehingga cukup menarik karena ada potensi kenaikan harga dalam jangka pendek.
“Adanya saham BUKA dalam bobot yang terbatas bisa menjadi bagian dari portofolio reksadana yang memiliki kebijakan investasi yang lebih fleksibel, namun tetap bersifat taktikal.
Artinya, ketika dirasa target harga sudah tercapai, dapat dilakukan realisasi penjualan,” kata Rudiyanto, Senin (9/8).
Rudiyanto menyatakan, dalam pertimbangan valuasi dan fundamental, BUKA memang agak sulit dinilainya.
Oleh karena itu, sebagai langkah mitigasi risiko, Panin AM hanya memasukkan BUKA ke dalam beberapa produk reksadananya. Secara bobot investasi pun relatif kecil dan bersifat taktikal.
Selain Panin AM, manajer investasi lain yang ikut mengisi portofolio reksadana sahamnya dengan BUKA adalah PT Schroders Investment Management Indonesia (Schroders).
Presiden Direktur Michael Tjandra Tjoajadi mengungkapkan, Schroders melihat Bukalapak memiliki prospek pertumbuhan yang bagus ke depan.
Terlebih Bukalapak menjadi e-commerce pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.
Baca juga: Kekayaan Achmad Zaky Melesat Rp 4,79 Triliun Pasca Saham Bukalapak Ukir Sejarah di Bursa Indonesia
Lebih lanjut, Michael menilai BUKA setidaknya akan terkena dampak dari konflik Amerika Serikat dan China di mana Joe Biden telah merilis Executive Order Addressing the Threat from Securities Investments that Finance Certain Companies of the People’s Republic of China.
Perintah tersebut melarang instansi dan warga AS berinvestasi pada saham, investasi, surat berharga beserta turunannya atas perusahaan-perusahaan yang diduga memberikan bantuan pada militer China.
Banyak di antara perusahaan-perusahaan tersebut, merupakan emiten teknologi.
Hal ini menyebabkan, investor AS tidak punya pilihan lain selain harus menjual kepemilikan sahamnya di perusahaan tersebut.
"Kalau mereka (investor AS) tidak bisa berinvestasi di China, maka mereka akan mencari alternatif lain. Indonesia dengan keberadaan Bukalapak dan calon emiten teknologi lainnya, menjadi alternatif yang menarik," kata Michael belum lama ini. (*)