Strategi Pendanaan Berbasis Fintech Bagi UMKM di Tengah Pandemi
Politeknik Negeri Batam bekerjasama dengan Program Studi D3 Akuntansi Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri Batam, menggelar webinar pengabdian
Penulis: Renhard Patrecia Sibagariang | Editor: Agus Tri Harsanto
TRIBUNBATAM.id - Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) Politeknik Negeri Batam bekerjasama dengan Program Studi D3 Akuntansi Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri Batam, menggelar webinar pengabdian kepada masyarakat dengan tema Literasi Keuangan: Strategi Pendanaan UMKM pada Sabtu 7 Agustus 2021 melalui platform zoom conference yang dapat dilihat pada youtube PoliBatamTV di link https://youtu.be/oVOj_cF5jzs.
Webinar ini sebagai bentuk pengabdian perpanjangan tangan atas keilmuan akuntansi dengan mengusung pengenalan wawasan mengenai jenis pendanaan usaha yaitu dari dana internal (laba ditahan) dan dana eksternal seperti gadai, hutang pada pihak ketiga diluar LJK/ Lembaga Jasa Keuangan menggunakan agunan aset, leasing, hutang bank, penerbitan saham dan obligasi/ sukuk. Selain itu mengenalkan pendanaan berbasis fintech (financial technology), webinar ini juga memberikan sharing lolos pendanaan dan kiat-kiat pembukuan akuntansi yang benar guna mendukung pengembangan usaha.
Narasumber pada webinar kali ini menghadirkan Bapak Adim Imaduddin sebagai Kepala Subbagian Pengawasan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Kepri yang mewakili pihak regulator dan Bapak Djayim Chamidi, S.E., M.M., sebagai pemilik PT. Prambuka Agro Sejahtera yang mewakili perusahaan yang lolos pendanaan usaha. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan regulator di sektor jasa keuangan yang disahkan pendiriannya berdasarkan UU OJK pada November 2011. OJK memiliki kewenangan untuk mengawasi jalannya sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank di Indonesia.
“Fintech peer-to-peer lending ini menjadi semacam kanal bagi pendanaan UMKM di masa sekarang” kata Adim Imaduddin mengawali pemaparan materinya. Istilah fintech masih kurang familiar bagi pemilik UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) terutama yang berskala mikro maupun startup/ usaha rintisan.
UMKM menurut press release Kementerian Koperasi dan UKM bulan Agustus 2020, dikatakan memiliki posisi strategis sebagai penyerap 97% tenaga kerja di Indonesia dan 60% kontribusi terhadap Produk Dalam Bruto Indonesia. Namun kontribusi yang dikatakan tidak sepele ini, tidak seimbang dengan kondisi dimana 50% UMKM menutup usaha dan 88% usaha mikro tidak memiliki kas atau tabungan atau kehabisan pembiayaan keuangan.
Bapak Adim Imaduddin menyampaikan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pendanaan usaha belum semua UMKM mampu memenuhi persyaratan administrasi perbankan ataupun dari sisi kolateral, sisi kapasitas pengembalian angsuran. Beruntungnya di era digital sekarang ini UMKM dipermudah dengan layanan inovatif mengusung konsep fintech.
Dimana fintech secara umum didefinisikan sebagai layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi menggunakan internet dan/ atau smartphone. Fintech disini memiliki ruang lingkup yang sangat luas, tidak hanya simpan meminjam tetapi juga terkait dengan payment/ pembayaran, funding/ pendanaan, digital banking/ perbankan, capital market, pasar modal, insurtech/ perasuransian, dan supporting fintech/ jasa pendukung.
Fintech yang terkait dengan strategi pendanaan UMKM adalah jasa pinjam meminjam atau fintech lending atau peer-to-peer lending (P2PL) atau pinjaman daring atau pinjaman online. Jasa P2PL ini berbeda dengan perbankan dimana dalam perbankan merupakan immediate secondary.
P2PL merupakan layanan pinjam meminjam uang secara langsung antara kreditur/ lender (pemberi pinjaman) dan debitur/ borrower (penerima pinjaman) dalam hal ini UMKM menggunakan basis teknologi informasi dalam proses pendanaan usaha yang pada umumnya tidak membutuhkan jaminan, hanya pada nominal tertentu saja.
P2PL adalah tempat bertemunya kerelaan lender untuk meminjamkan dananya dengan imbal hasil tertentu yang sesuai dengan resiko dan kebutuhan borrower untuk mendapatkan pendanaan. Lender menyerap seluruh resiko transaksi kredit. Aspek mitigasi resiko atau selera analisis resiko individu (lender) dengan perbankan berbeda, hal ini yang memudahkan P2PL lebih memudahkan UMKM untuk mendapatkan pendanaan. Dan borrower juga mempunyai area pangsa pasar yang spesifik yang sesuai dengan lender.
Karena P2PL ini sedang naik daun, maka kehati-hatian UMKM dalam memilih platform harus diutamakan, daftar penyelenggaran legal dapat diakses pada link berikut Penyelenggara Fintech Lending Terdaftar dan Berizin di OJK per 27 Juli 2021.pdf.
Fintech lending ilegal memalsukan dan mengelabuhi masyarakat dengan membuat nama dan/atau logo sama/ mirip dengan penyelenggara fintech lending yang terdaftar/ berizin di OJK. Yang perlu diingat bahwa platform fintech lending legal hanya memiliki batasan akses smartphone pada 3 (tiga) hal saja yaitu akses kamera, microphone dan location serta memiliki SNI ISO 27001 tentang Sistem Manajemen Keamanan Informasi.
Tips bagi borrower untuk maksimal memanfaatkan P2PL adalah pinjam pada platform resmi berijin/ terdaftar di OJK; pinjam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan; pinjam untuk kepentingan yang produktif; serta memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda dan resikonya. Apabila ada masalah dari penyelenggara legal maka dapat dilaporkan kepada OJK (telepon 157) melalui Satgas Pinjaman dan Investasi. Sedangkan untuk masalah yang ditimbulkan oleh penyelenggara ilegal dapat dilaporkan ke Kominfo, pihak berwajib atau Kepolisian, dan patrolisiber.id.
Selain melalui P2PL, strategi pendanaan bagi UMKM yang sudah berjalan dapat menggunakan crowdfunding (urun dana) dimana platform ini mempertemukan investor dengan pelaku UMKM yang berbentuk badan usaha bahkan perseorangan.
Kebutuhan dokumen pengajuan crowdfunding terdiri dari profil perusahaan dan pemegang saham; legalitas badan usaha/ CV/ perseorangan (akta PT, SIUP, TDP, NPWP); laporan keuangan minimal 1 (satu) tahun terakhir; rekening koran minimal 1 (satu) tahun terakhir; perencanaan bisnis dan rencana penggunaan dana; kebutuhan pendanaan dan valuasi usaha setidaknya Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan maksimal Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) dalam sekali pendanaan.