CORONA KEPRI
HAKLI Ungkap Hasil Riset Limbah B3 Pasien Covid-19 Khususnya Pasien Isoman, Bisa Picu Gelombang Baru
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia bahkan telah melakukan riset dan pemetaan tentang kesehatan lingkungan pada warga yang isoman saat PPKM.
Penulis: Beres Lumbantobing |
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Jumlah pasien baru covid-19 yang menjalani perawatan di rumah sakit sudah menurun.
Kini, pasien yang sedang menjalani isolasi didominasi pasien isolasi mandiri.
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan (HAKLI) mencatat, berdasarkan data Satgas Covid nasional, sebanyak 80 persen pasien covid-19 melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah masing-masing.
Untuk itu, perlu pemahaman terhadap bahaya limbah B3 pandemik yang diwaspadai dapat menimbulkan gelombang baru wabah pandemi covid.
Lembaga profesi, Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia bahkan telah melakukan riset dan pemetaan tentang kesehatan lingkungan pada warga yang isoman saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Dalam rangka penyampaian hasil pemetaan kesehatan lingkungan pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk penanggulangan COVID-19 maka dilakukan pemetaan dan analisis data pada masyarakat isolasi mandiri di Pulau Jawa dan Bali.
"Ini sebagai refleksi pandemik COVID-19 fase ketiga yang melibatkan pengurus HAKLI secara nasional," ujar Ketua Umum Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) Prof Dr H Arif Sumantri dalam konferensi pers melalui zoom meeting yang diikuti 700 orang pengurus dan anggota HAKLI di seluruh tanah air, Sabtu (11/9/2021).
Kegiatan itu dihadiri Dirjen Kesehatan Lingkungan Kemenkes RI, Direktur Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI), pengurus HAKLI pusat mengundang langsung Tribun Batam.
Prof Arif Sumantri menyebutkan hingga tanggal 10 September 2021, dalam situs Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Republik Indonesia masih menunjukkan penambahan kasus harian terkonfirmasi maupun kasus meninggal akibat COVID-19.
Baca juga: Capaian Tim Vaksinasi Mobil Gurindam 12 Korem 033/WP Sudah 77,79 Persen
Dengan ini belum dapat diperkirakan lama waktu berakhirnya pandemik COVID-19 dengan munculnya varian baru dan kasus tanpa gejala yang tetap dapat menularkan COVID-19 di lingkungan masyarakat.
Sementara keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan memicu kebutuhan upaya isolasi mandiri bagi masyarakat dalam rangka pengelolaan kasus dan pencegahan penularan COVID-19.
Limbah infeksius dari isolasi mandiri perlu menjadi perhatian khusus yang erat kaitannya dengan potensi penularan.
Ketua Umum Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes bersama kontribusi tim ahli menggulirkan pemetaan kesehatan lingkungan pada masyarakat isolasi mandiri di Pulau Jawa dan Bali, ini sebagai bentuk kepedulian pada pandemik COVID-19.
Pemetaan tersebut bertujuan untuk menganalisis potret kesiapan satuan tugas COVID-19, pengelolaan kesehatan lingkungan oleh lintas sektor, pemberdayaan masyarakat, dan penyelenggaraan pelatihan terkait dalam penanggulangan penyebarluasan COVID-19.
Pemetaan melalui penyebarluasan kuisioner yang diisi oleh Tenaga Sanitasi Lingkungan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Pulau Jawa dan Bali dalam kurun
waktu 2 minggu dari tanggal 2 Agustus 2021 hingga 15 Agustus 2021.
Kuisioner diisi oleh 2.095 Tenaga Sanitasi Lingkungan dari 3.730 Puskesmas yang tersebar di Pulau Jawa dan Bali.
Dalam pemetaan yang terselenggara, Ketua Umum HAKLI memperoleh beberapa fakta upaya kesehatan lingkungan pada masyarakat isolasi mandiri dalam penanggulangan penyebarluasan COVID-19 sebagai berikut :
1. Sebesar 32 persen isolasi mandiri menggunakan rumah sendiri dengan 21 persen masih tidak terpisah ruangan dengan keluarga yang negatif.
Bahkan 29 persen diketahui terdapat penolakan masyarakat sekitar terhadap pelaksanaan isolasi mandiri.
Meskipun demikian lebih dari 90 persen isolasi mandiri mendapatkan layanan konsultasi, call center, paket obat-obatan, dan ketersediaan satuan tugas COVID-19 dalam melaksanakan monitoring.
2. Terkait pengelolaan limbah, sebesar 64 persen menyatakan limbah telah dikelola dengan 72 persen dilakukan pemisahan limbah dan 77 persen melakukan desinfeksi pada limbah isolasi mandiri.
Namun sebesar 61 persen tidak dilakukan penandaan kantong limbah isolasi mandiri.
Pengelola dan pengangkut limbah didominasi secara mandiri yaitu sebesar 53 persen oleh mandiri dengan bimbingan sedangkan pengangkutan limbah sebesar 63 persen juga secara mandiri.
Selain itu, dalam pengangkutan diketahui 21 persen dilakukan oleh petugas kebersihan, 8 persen oleh dinas lingkungan hidup, dan 8 persen oleh pihak ketiga/swasta.
Dalam pembuangan akhir limbah 58 persen mengarah untuk ditimbun dan dibakar, sedangkan 40 persen limbah akan mengarah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
3. Sinergisitas ditunjukkan dalam upaya desinfeksi yang menjadi tanggungjawab satgas desa, RT/RW setempat, Puskesmas, maupun secara mandiri. Oleh karena itu, sebesar 93 persen telah dilakukan desinfeksi pada tempat isolasi mandiri.
4. Ditemukan sebesar 17 persen masih belum ada program pelatihan dan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan COVID-19 di wilayahnya. Didapatkan juga informasi bahwa 38 persen menyatakan tidak ada pelatihan pemulasaraan jenazah pada warga atau kader. Bahkan sebesar 47 persen tidak adapelatihan dalam penanganan limbah dari isolasi mandiri untuk warga atau kader.
5. Secara distribusi proporsi pelaksana pemulasaraan jenazah isolasi mandiri menunjukkan adanya kontribusi diantara petugas yaitu relawan terlatih, petugas rumah sakit, petugas puskesmas, dan petugas BPBD.
Sebesar 98 persen juga menyatakan bahwa petugas tersebut telah menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Namun demikian, tercatat 61 persen mengungkapkan tidak ada pengamanan limbah cair hasil dari pemulasaraan jenazah isolasi mandiri.
6. Dari data yang diperoleh juga tergambarkan kepatuhan dan ketaatan protokol kesehatan yaitu 85 persen patuh untuk mengurangi mobilitas, 82 persen taat mencuci tangan, 67 persen taat penggunaan masker, 67 persen patuh dalam social distancing, dan hanya 57 persen patuh untuk menghindari kerumunan.
7. HAKLI melalui kepengurusan di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota berusaha turut berperan dalam penanggulangan penyebarluasan COVID-19 di antaranya melalui pembagian masker, pemberdayaan masyarakat, desinfeksi ruangan, pelatihan, dan penyuluhan protokol kesehatan.
Oleh karena itu, Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes melalui HAKLI menyatakan perlunya langkah-langkah konkrit dan strategis dalam mengoptimalkan upaya penanggulangan penularan COVID-19 sebagai bentuk pencegahan lonjakan kasus berikutnya.
Berikut di antaranya:
1. Monitoring dan evaluasi setiap kasus terkonfirmasi COVID-19 dalam melaksanakan isolasi mandiri sesuai dengan aspek-aspek isolasi dan tidak lengah dengan penurunan kasus
2. Pemberdayaan masyarakat berupa pelatihan pengelolaan limbah isoman dan pemulasaraan jenazah isolasi mandiri pada seluruh satuan tugas COVID-19 di lini masyarakat serta penyediaan sarana yang dibutuhkan.
3. Menumbuhkan New Normal Paradigm dalam penerapan protokol kesehatan serta perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap kebijakan, peraturan, produk hukum, operasional dari penyelenggaraan pelayanan oleh pemerintah pada masyarakat.
4. Adanya pedoman yang memberikan arah dan panduan dalam penerapan kesehatan lingkungan untuk penanggulangan COVID-19 pada isolasi mandiri.
5. Akselerasi pemenuhan kebutuhan Tenaga Sanitasi Lingkungan dalam upaya inisiasi sektor hulu yaitu promotif dan preventif pada pelayanan kesehatan primer untuk menguatkan kegiatan kultur terstruktur kesehatan lingkungan. (TRIBUNBATAM.id/Bereslumbantobing)
*Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Corona Kepri