JELAJAH PULAU

NASIB Pulau Kepala Jeri Batam, Kian Lama Kian Sepi

Serial “Liputan Jelajah Pulau Terluar Selat Malaka” kali ini menggambarkan kondisi Pulau Kepala Jeri, Kelurahan Pulau Kasu, Pulau Belakangpadang.

TRIBUNBATAM.id/BERES LUMBANTOBING
Pulau Kepala Jeri, jika berlayar dari Sekupang, melewati perairan Tanjunguncang, tempat kapal-kapal tangker besar sandar di area kawasan shipyard itu. 

Serial “Liputan Jelajah Pulau Terluar Selat Malaka” kali ini menggambarkan kondisi Pulau Kepala Jeri, Kelurahan Pulau Kasu, Kecamatan Pulau Belakangpadang, Kota Batam.

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Walau satu kesatuan, tiga nama pulau masing-masing Pulau Kepala Jeri, Kelurahan Pulau Kasu, Kecamatan Pulau Belakangpadang terpisah jarak lautan.

Boleh dibilang, ini adalah kecamatan kepulauan.

Jelajah pulau episode kedua ini dimulai pada pagi hari yang mendung berawan, Sabtu, 13 November 2021, dari Pelabuhan Tanjungriau dan Sekupang.

Kami, tiga jurnalis, masing-masing Beres Lumbantobing, Novendi Simanjuntak (Tribun Batam) serta David (Obor Keadilan) dijemput kapal pompong dengan tekong Danu.

Cuaca laut kurang bersahabat, sedikit gerimis dan laut bergelombang.

Beberapa kali boat terhenti karena rumput laut yang melilit baling-baling mesin, Danu langsung mematikan mesin kapal dan melepas rumput yang terlilit di mesin.

Pulau Kepala Jeri, jika berlayar dari Sekupang, melewati perairan Tanjunguncang, tempat kapal-kapal tangker besar sandar di area kawasan shipyard itu.

Kawasan ini memang perairan yang sibuk dengan kapal-kapal berbagai ukuran dan jenis.

Beberapa pulau yang kami lewati tidak berpenghuni. Kami menjumpai nelayan pulau yang mencari ikan.

Seperti biasa, kami melambaikan tangan dan dibalas dengan lambaian. Itu mengasyikkan.

Baca juga: CUMA 3 Hari! Informa Grand Batam Mall Tawarkan Promo Beli 2 Gratis 1

Baca juga: KERAP Jadi Korban Pembalakan Liar, Hutan Mangrove Pulau Kepala Jeri Batam Kian Mengenaskan

Pulau Kasu yang berpenduduk cukup banyak kami lewati. Terlihat jelas bangunan rumah yang berjejer di pantai.

Ada sekitar 20 pulau yang kami lintasi sampai akhirnya tiba di pulau yang dituju, Pulau Kepala Jeri.

Itu dua jam berjalanan menggunakan boat pompong bermesin 15 PK. Dari kejauhan, pulau ini bagai hutan lebat yang tertutup pepohonan mangrove.

Tak heran jika pulau ini jarang dikunjungi lantaran akses yang serba terbatas.

Kami pun memasuki sungai kecil kepala jeri yang ternyata sangat panjang, sekitar 1,5 mil dan di pinggirannya hanya hutan bakau.

Melewati sungai ini seperti film-film perang Vietnam atau sungai Amazon.

Mungkin suatu saat ada juga produser film yang syuting di Pulau Kepala Jeri ini. Tak mudah masuk ke pulau ini lantaran alurnya sempit dan dangkal.

Sampai akhirnya kami tiba di dermaga pulau. Sangat sepi, seperti pulau mati tak ada penghuni.

Dermaganya terlihat bak bangunan tua yang ditinggal perang.

Saat kami berjalan ke darat, kami di sambut oleh Ketua RW Rahmat dan Ketua RT Udin di Pulau Kepala Jeri.

Setelah berkenalan, kami pun diajak berkeliling pulau. Semakin masuk ke dalam pulau, barulah kami melihat kehidupan.

Jalan di pulau Kepala Jeri dibangun seadanya, berbahan dari cor semen terlihat terawat. Di kiri kanan jalan tersusun rumah yang tertata rapi.

Walau banyak dari bangunan rumah yang terbuat dari kayu, tapi terlihat rapi.

Sebagai pulau Terluar, Terdepan dan Tertinggal (3T) Pulau Kepala Jeri yang berada di Kelurahan Kasu, Kecamatan, Belakang Padang, Kota Batam.

Pulau ini juga berhadapan langsung dengan dua negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

Penamaan Pulau Kepala Jeri, bila dilihat dari peta Indonesia disebutkan menyerupai lima jari tangan manusia.

Beberapa fasilitas cukup tersedia di pulau ini.

Yakni Puskesmas Pembantu (Pustu), namun sepi dan tidak terlihat kegiatan dari luar.

Mungkin tak ada pasien.

Juga ada masjid yang sedang dipugar. Rahmat, Ketua RW Kepala Jeri mengatakan, masjid ini direnovasi oleh putra daerah yang menjadi pengusaha.

Dua tokoh masyarakat itu mengatakan kesulitan mereka adalah akses pendidikan yang minim. Anak-anak harus menyeberang ke Pulau Kasu untuk sekolah.

Kami pun diajak ke rumah keluarga seorang tokoh masyarakat pulau, Bang Hasim.

Ia menyambut kami dengan ramah. Bangunan rumah Bang Hasim cukup modern dan terawat dengan baik, terlihat kalau keluarga ini sukses sebagai Pengusaha.

Tak hanya bang Hasim, kami juga dipertemukan dengan orang tua-tua yang menjadi saksi sejarah pulau dan kawasan perairan perbatasan di sekitarnya.

Bang Hasim lahir di Kepala Jeri tetapi bermukim di Batam.

"Pulau ini kurang dikenal luas oleh masyarakat," kata Hasim memulai cerita.

“Minimnya lapangan pekerjaan serta kurangnya akses pendidikan serta komunikasi membuat pulau ini sepi seperti pulau terisolir.”

Kami juga bertemu dengan Sukarmianto, satu-satunya tenaga pengajar di pulau itu. Kami diajak ke SDN 006, sekolah satu-satunya di pulau ini.

Sekolah ini hanya ada 17 siswa SD.

Bangunan sekolah sangat memprihatinkan karena banyaknya atap yang jebol dan bocor, pintu yang dimakan rayap, menggambarkan kondisi pendidikan yang memprihatinkan.

Untuk melanjutkan sekolah ke SMP, anak-anak harus ke Pulau Kasu. Bila air surut, anak anak harus memutar jalan kaki melewati PT ATT yang jaraknya cukup jauh. “Barulah bisa naik boat untuk kesekolah " ujar Rahmat.

Rahmat juga mengeluhkan tidak adanya bantuan transportasi untuk anak-anak yang sekolah. Padahal, kata dia, anak-anak di pulau lain dapat.

“Apa karena penduduknya sedikit saya juga tak tahu, Bang," katanya.

SDN Kepala Jeri disebut “kelas jauh” lantaran masih satu induk dengan SD Negeri 006 di Pulau Kasu.

Ada tiga ruang kelas serta satu ruang majelis guru. Lingkungan sekolah yang dikelilingi rimbunan pepohonan, tidak adanya sarana lapangan olahraga untuk siswa.

Sukarmianto menyebutkan, jumlah siswa hanya 17 orang dari kelas 1-6. Terdiri atas kelas 1 satu orang, kelas 2 (1), kelas 3 (2), kelas 4 (3), kelas 5 (5) dan kelas 6 (5).

Mereka diajar tiga guru yang mengajar dua kelas setiap harinya.

Kepala Sekolah, guru, dibantu pemuda dan mahasiswa asal Kepala Jeri yang mengenyam pendidikan telah berupaya mencoba mempublis ke sosial media terkait kondisi sekolah yang memprihatinkan.

Sebab, kata Sukirmianto, dana BOS dari pemerintah hanya bisa digunakan untuk pemeliharaan, sedangkan sekolah itu butuh perbaikan total.

“Kita pusing cari bantuan dana,” katanya.

Dinas Pendidikan Kota Batam sudah pernah mengunjungi SD Negeri 006 Kepala Jeri.

Namun karena terhalang sumber dana dan aturan jumlah rasio siswa, pembangunan sekolah tidak dapat dilakukan.

"Pihak Dissik juga bingung untuk merenovasi karena salah satu persyaratannya berdasarkan jumlah siswa,” katanya.

Usia produktif yang kian menipis di Pulau Kepala Jeri menjadi salah satu faktor berkurangnya jumlah siswa di sekolah itu.

Mereka melanjutkan sekolah di Kota Batam dan kemudian bekerja.

"Jadi di sini yang tinggal beberapa saja yang punya anak usia sekolah, lama kelamaan, ya, makin habis penduduknya.”

Saat pandemi Covid-19, sistem pembelajaran daring juga sulit dilakukan karena terbatasnya jaringan telekomunikasi.

Para guru hanya mengajar dengan menunjukkan materi belajar video yang telah didownload terlebih dahulu melalui laptop.

“Kalau mau belajar daring harus ke bukit dekat dermaga sana supaya ada sinyal. Begitu juga jika kami para guru ingin mengirim laporan ke Disdik secara online, harus bolak-balik ke bukit untuk mengirim file,” kata guru yang sudah mengabdi selama 20 tahun ini. (TRIBUNBATAM.id/Beres Lumbantobing/Novendri Simanjuntak)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved