HUMAN INTEREST
KISAH Anak Suku Laut Batam, Rela Bertarung dengan Angin dan Ombak Demi Bisa Sekolah
Untuk bisa mengenyam pendidikan, anak-anak suku laut di Batam ini pantang menyerah dan rela mengarungi lautan dengan sampan kecil menuju sekolahnya.
Penulis: Beres Lumbantobing |
Disana lah warga suku laut melanjutkan kehidupan. Lahir, tumbuh dewasa hingga mengadu nasib dan berkeluarga hingga membentuk warisan menjadi peradaban bagi Suku Laut Batam.
Mendengar nama Suku Laut, orang kerap berpikir bahwa mereka adalah manusia yang hidup diatas perahu kecil. Sejarah peradaban mereka memang tak lepas dari kekayaan adat budaya masyarakat Indonesia.
Konon, orang menyebutnya masyarakat ‘aneh’. Bukan tanpa alasan, masyarakat Suku Laut hidup dan menetap di atas sampan yang hidupnya selalu berpindah-pindah mengikuti arah angin laut.
Tapi kini, masyarakat Suku Laut Batam tak lagi sulit ditemui. Mereka sudah menetap di Pulau Gara.
Melihat tekad dan kesungguhan masyarakat suku laut, Pulau Gara.
Sudah seharusnya pemerintah hadir untuk menjamin pendidikan anak-anaknya agar tetap bersekolah di sana.
Harapan itu disampaikan kepala Suku Laut, Pulau Gara, Zamaludin. Pria yang memimpin peradaban di Pulau Gara ini rindu akan generasinya dapat berhasil mengecam pendidikan.
Ia tak ingin bernasib sama, lantaran tak menyentuh bangku pendidikan, para orangtua suku laut yang menghuni Pulau Gara kini mendorong anak-anaknya untuk tetap menimba ilmu meski harus dengan menyeberang pulau menggunakan boat pancung setiap harinya.
Untuk itu pentingnya peran pemerintah Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau dalam menunjang akses pendidikan anak suku laut Pulau Gara menjadi harapan besar bagi masyarakat setempat.
Salah satunya saat kondisi air laut surut, dengan akses pelabuhan yang tak dimiliki memaksa warga dan anak-anak suku laut harus berjalan menarik boat pancungnya hingga menjumpai bibir air laut yang cukup agar boat dapat berjalan.
Anak-anak suku laut harus bertelanjang kaki untuk berjalan dengan sepatu diletakkan di atas boat.
Terkadang pun tapak kaki halus itu tergores batu karang dan berlumpur usai berjalan hingga beratus meter di atas laut yang surut.
Bahkan, bila tak memungkinkan anak-anak suku laut akhirnya tidak bersekolah lantaran tidak mampu menarik atau mengangkat boat pancungnya menuju bibir laut saat kondisi halaman depan rumahnya yang surut.
"Iya kalau udah mau masuk musimnya begini laut kering pak, kita jadi susah kalau mau beraktivitas untuk antar anak sekolah, orang sakit atau acara mendadak. Kalau kering panjangnya bisa sampai 180 meter sampai ke bibir laut," ujar Zamaludin, kepala suku laut, pulau Gara. (TRIBUNBATAM.id/Beres Lumbantobing)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google