BATAM TERKINI
Anggaran Pokir DPRD Batam Dibatasi, Udin : DPRD Bagai Singa Ompong!
Anggota Komisi II DPRD Kota Batam Udin P Sihaloho, angkat bicara terkait Perwako Batam Nomor 1 tahun 2022. Dia mempertanyakan pembatasan dana Pokir.
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Anggota Komisi II DPRD Kota Batam Udin P Sihaloho, angkat bicara terkait Peraturan Walikota (Perwako) Batam Nomor 1 tahun 2022.
Yakni soal pembatasan anggaran Pokok-pokok Pikiran (Pokir) Anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Batam.
"Menurut saya lembaga DPRD ini bagai singa ompong. Jadi perlu diketahui sesuai dengan aturan Permendagri dengan undang-undang keuangan daerah. APBD itu disahkan atas kesepakatan bersama antara DPRD Kota, dalam hal ini DPRD Kota Batam dengan Kepala Daerah," kata Udin, Selasa (8/3/2022).
Ia menilai pembatasan pokir kuncinya ada di DPRD.
Selama lembaga DPRD dibuat sebagai lembaga stempel, lembaga legalisasi dari pada APBD Kota, DPRD tak ubahnya seperti boneka.
"Mengikut aja semua terserah kepada pemerintah kota. Jadi yang mengatur anggaran ini bukan DPRD tapi Pemko. Kita seperti bonekanya Pemko," sesalnya.
Udin mengaku saat ini tidak ada kesepakatan antara DPRD dengan kepala daerah Kota Batam.
Ia menyesalkan, tanpa adanya DPRD, Pemko Batam juga bisa mengesahkan anggaran.
Baca juga: INGIN Semua Peserta Didik Bisa Sekolah Negeri, Pemko Batam Bakal Bangun Ruang Kelas Baru
Baca juga: Bappelitbang Tanjungpinang Gelar FPD Susun RKPD 2023, Walikota Ungkap Alasan Target tak Maksimal
"Pemerintah kota kita menganggap, tanpa ada pembahasan DPRD pun, mereka bisa mengesahkan ini," katanya.
Selain itu, Udin menilai, menurutnya Pokir ini didapat dari aspirasi masyarakat berdasarkan hasil reses.
"Kalau misalnya dibatasi mungkin sah saja. Tapi sekarang ini nilai pokirnya DPRD itu malah jauh di bawah nilai PIK (Percepatan Infrastruktur Kelurahan) di tiap-tiap kelurahan. Tadinya PIK berapa? Sekitar dua setengah sekian lah. Sekarang PIK sudah 3 kalau tidak salah," paparnya
Udin menuturkan 20 pokir per anggota dewan bukanlah suatu yang cukup jika mengacu pada permintaan masyarakat karena hal tersebut tergantung nilai pagunya.
Untuk nilai tergantung besaran pagunya.
"Kalau misal pagunya hanya Rp2 miliar, berarti hanya Rp100 juta satu kecamatan. Jadi apa gunanya? Mana ada lagi pembangunan ini yang nilainya Rp100 juta. Orang untuk membangun gedung serbaguna aja lebih Rp180 juta, Apalagi kita minta pembangunan infrastruktur jalan atau yang lainnya. Susahnya di situ," katanya. (TRIBUNBATAM.id/Roma Uly Sianturi)