FEATURE
Kisah Kakek Wisto Hidup Terlunta Lunta di Batam, Dapat Makan Dari Belas Kasihan Orang
Kakek Wisto mengaku setiap hari duduk di atas Jembatan Jodoh Batam. Ia tak punya pekerjaan, hidup juga numpang di rumah kosong. Makan dari belas kasih
Penulis: ronnye lodo laleng | Editor: Dewi Haryati
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Tatapan mata pria tua yang duduk dekat Jembatan Jodoh Batam itu begitu kosong, namun sedikit mendalam.
Kedua bola matanya tertuju ke sejumlah kendaraan yang lalu lalang di perempatan Jodoh, Batam, Selasa (9/8/2022) sore.
Hampir 80 persen rambut pria tua ini sudah memutih. Itu artinya ia sudah tidak mudah lagi.
Di samping tempatnya duduk, terlihat dua kantong plastik masing-masing berwarna biru dan hitam.
Kantong itu berisi makanan yang diberikan oleh masyarakat yang merasa iba terhadap kakek itu.
Jari-jari tangannya yang sudah mulai keriput, sesekali digunakannya untuk mengusap-ngusap kepalanya.
Baca juga: KISAH Rakyat Soal Meriam Tegak, Cagar Budaya di Pantai Batu Berdaun Lingga
Mengenakan baju kemeja warna biru muda dan celana krem, pria tua itu mengaku duduk di atas Jembatan Jodoh setiap hari.
Sepasang sandal berwarna hitam menghiasi kedua kaki dekil kakek itu.
Terkadang ia tampak tertunduk lesu dan itu dilakukan berulang kali.
Begitulah keseharian kakek Wisto selama ini. Ia sudah lama tidak bekerja lagi.
Saat berbincang dengan Tribun Batam, ia mulai mengenang awal masuk ke Kota Batam 20 tahun yang lalu.
"Saya ke Batam sejak tahun 2002 hingga sekarang," ujar Wisto.
Dahulu ia pernah kerja sebagai tukang di beberapa proyek di Batam. Namun karena usianya usdah tak muda, ia tidak lagi kerja dan kehidupannya menjadi berantakan.
"Untuk makan saja, saya tidak ada uang. Saya hanya mengharapkan bantuan dari masyarakat," sebut Wisto dengan suara pelan.
Pria 65 tahun itu menceritakan, kehidupannya mulai berantakan setelah sang istri dibawa kabur rekannya sendiri.