FEATURE
Guru Super Asal Anambas itu Bernama Tomi Andri
Perjuangan Tomi Andri di Anambas untuk mengentaskan buta huruf di kampungnya sungguh luar biasa. Berikut kisah Guru 'Super' asal Desa Liuk itu.
Penulis: Novenri Halomoan Simanjuntak | Editor: Septyan Mulia Rohman
ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Apa yang dilakukan Tomi Andri mungkin berbeda dengan yang dilakukan guru kebanyakan, setidaknya di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Jika guru di Anambas lazimnya mengajar anak-anak hingga remaja, Tomi Andri justru dengan sabar mengajar sejumlah orang tua bahkan lansia di tanah kelahirannya, Desa Liuk, Kecamatan Siantan Tengah.
Bermodal ijazah sarjana pendidikan yang ia raih dari Universitas Pasundan, Jawa Barat, pria 28 tahun memberanikan diri membuka sekolah khusus bagi orang tua hingga lansia pada Februari 2020.
Itupun setelah dirinya bersusah payah memutar otak untuk dapat bergabung terlebih dahulu di salah satu organisasi pemuda, yakni Karang Taruna di Desa Liuk untuk memuluskan niat baiknya.
Tujuannya hanya untuk mengentaskan angka buta huruf di kampungnya.
Baca juga: Perjuangan Tomi Indra Tuntaskan Buta Huruf di Anambas, Berharap Pemerintah Peduli
Sebab kata Tomi, faktor sosial-kultur dan pendidikan masyarakat setempat teramat sulit untuk terbuka dengan hal-hal baru, apalagi menilai perbuatan positif seseorang terus dinilai sarat makna.
Lewat wadah itulah, Tomi menyisipkan idenya melalui bidang pendidikan dengan tujuan mengadakan kegiatan belajar-mengajar bagi masyarakat umum yang buta aksara.
Meski sempat mendapat cemooh dari sejumlah warga, yang berprasangka buruk dan tidak yakin kepadanya, tak sedikitpun mematahkan semangat Tomi untuk mengentaskan buta huruf.
Ungkapan itu, ia terima saat hendak melakukan pendataan ke rumah-rumah untuk mencari para orang tua yang buta aksara.
"Waktu pendataan untuk warga yang buta huruf, saya sempat tak dianggap sama orang, katanya buat apa lagi belajar bukan bisa kerja lagi kalau dah tua. Tapi saya tak menyerah," ucapnya saat berkesempatan diwawancarai TribunBatam.id, Jumat (14/10/2022).
Bahkan dengan kesungguhannya, Tomi sanggup menjemput para 'murid-muridnya' yang sudah berusia lanjut dari rumahnya masing-masing untuk belajar.
Baca juga: Wanita Tua Buta Huruf Terpikat Bujukan Jadi Pembantu, Faktanya 8 Tahun Disiksa Digaji Tak Seberapa
“Kadang saya jemput sendiri mereka dari rumahnya, maklumlah murid-murid saya ada yang sudah usia lanjut juga," tambahnya.
Meski di tengah kesibukannya juga sebagai guru pengajar di sekolah, disempatkannya pula membagi waktu untuk mengajar para orang-orang tua yang buta huruf dengan menulis dan membaca.
Dua kali dalam seminggu, usai mengajar di sekolah dan menunaikan salat Jumat.
Sebelum pukul 14.00 WIB, Tomi sudah bergegas lebih dahulu menuju Kantor Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk tiba mengajar.
Hal yang sama juga serupa ia lakukan di hari Sabtu keesokannya.
Di ruangan itu, tanpa bantuan tenaga lain.
Ia menyapu dan membersihkan kelas, menata kursi dan meja belajar, menempatkan papan tulis kecil berukuran 30 x 50 centimeter di dinding serta menyiapkan alat tulis buku dan juga pensil untuk murid-muridnya.
Sembari menanti muridnya tiba, ia juga menyiapkan sejumlah media untuk memudahkan siswanya memahami konteks pembelajaran menulis, membaca hingga berhitung.
Baca juga: Sejarah Hari Aksara Internasional, Diperingati Setiap 8 September
Tidak berlama-lama, waktu belajar yang ia pakai hanya berkisar dua jam dan pulang pukul 16.00 WIB.
Mereka murid-murid Tomi didominasi dari kalangan orang tua, mulai dari usia 35 hingga usia 70-an tahun.
"Pertama kali saya buka, muridnya ada sepuluh orang. Itu terdiri dari sembilan perempuan dan satu laki-laki. Kala itu mereka sangat bersemangat untuk belajar,"
Pria kelahiran tahun 1994 itu mengaku, tidak pernah memungut sepersen pun biaya kepada para orang tua yang menjadi murid-muridnya dikala mengajar.
Dengan ikhlas justru dirinya merogoh penghasilannya sendiri sebagai guru Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk membeli sejumlah alat tulis seperti kertas dan juga pensil.
"Kadang saya juga minta sisa-sisa kertas dari sekolah tempat mengajar untuk dipakai ke siswa SBH. Tapi Lambat laun ada juga yang bantu. Alhamdulillah waktu itu ada guru yang sedekah buku dan juga pensil," ujar pria berbaju kurung melayu itu.
Pria yang kini telah beristri itu, mengingat betul perjalanan setiap proses mengajar yang ia jalani bersama muridnya para orang-orang tua di Desa Liuk.
Menurutnya, memberi pengajaran kepada mereka para orang tua sedikit terasa lebih sulit dibanding usia dini karena dituntut rasa kesabaran dan keikhlasan yang lapang.
Baca juga: Guru Sebarkan Video Panas Dengan Selingkuhan di Grup WA, Marah Karena Hubungan Kandas
"Saya lebih sering menjadi penengah, karena kadang kalau satu ada yang salah menulis lansung diketawain sama siswa yang lain, dikatain bodoh atau apalah yang bersifat membuli kalau istilah kita sekarang. Udah besoknya, yang diejek itu gak mau datang lagi kan. Di situlah peran saya untuk membujuk supaya mau belajar," tuturnya.
Moment lain diceritakannya, kala Ia terenyuh akan semangat para murid yang datang hendak belajar disaat hujan turun yang membuat perasaannya menjadi takjub.
"Pernah waktu itu saya kaget mereka datang mau belajar sedangkan hari hujan. Padahal saya sudah pernah bilang kalau hujan tidak usah datang, belajar kita liburkan. Tapi diberitahu oleh adek kalau mereka sudah nunggu saya di Kantor BPBD. Disitulah saya kagum dan malu juga, masak iya saya sebagai seorang guru datang terlambat dan kalah semangat dengan mereka," papar Tomi dengan wajah serius.
Kini perjuangan Tomi telah membuahkan hasil, berkat kegigihannya sejumlah murid SBH yang diajarkannya telah mampu menulis, membaca, berhitung dan membubuhkan tanda tangan.
"Alhamdulillah sekarang mereka sudah bisa dan mahir. Pencapaian ini membuat saya sangat bangga sama mereka orang-orang tua yang saya ajar," terangnya.
Guna mengapresiasi itu, Tomi pun berkeinginan untuk memberikan sertifikat tanda keberhasilan bagi mereka para murid yang telah diajarkanya.(TribunBatam.id/Noven Simanjuntak)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google