Kasus Penipuan Jemaah Umrah, Satu Tersangka Residivis, Kemenag Ungkap Modusnya

Fakta mencengangkan terungkap dari kasus penipuan jemaah umrah yang menjerat satu tersangka residivis. Kerugian mencapai Rp 100 miliar.

TribunBatam.id via Instagram/ patunabandungutara
Ilustrasi Kasus Penipuan Jemaah Umrah - Polisi menangkap tiga tersangka kasus penipuan jemaah umrah yang merugikan sejumlah warga hingga Rp 100 miliar. Satu tersangka bahkan berstatus residivis. 

Setelah diselidiki, ternyata PT Garuda Angkasa Mandiri Tour and Travel tidak punya izin operasional pemberangkatan umrah dari Kementerian Agama.

Menurut keterangan polisi, Mahfudz sudah menjanjikan pemberangkatan umrah sejak tahun 2009 dan 2014, tetapi sampai 2016 para jemaah tidak diberangkatkan.

Atas perbuatanya saat itu, Mahfudz dijerat Pasal 378 KUHP dan pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Hanya dihukum delapan bulan penjara Kasus penipuan perjalanan umrah pada 2016 membuat Mahfudz harus mendekam di penjara.

Namun, saat itu Mahfudz hanya dihukum delapan bulan penjara.

Setelah selesai menjalani hukuman, Mahfudz mengakuisisi PT Naila Safaah Wisata Mandiri dan kembali melakukan penipuan perjalanan umrah.

PT Naila itu ia akuisisi sejak tahun 2008 bahkan telah memiliki cabang.

Berdasarkan hasil penyidikan, jumlah jemaah korban penipuan PT Naila khusus di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, lebih dari 500 orang dengan kerugian mencapai Rp 100 miliar.

Baca juga: UMRAH Teken MoU Bersama BSKLN Kemenlu RI dan Gelar FGD terkait Laut Natuna Utara

Uang dalam kasus penipuan jemaah umrah ini digunakan untuk membeli sejumlah aset, seperti rumah, mobil dan tanah.

Polisi juga menyelidiki adanya dugaan pencucian uang, termasuk keterlibatan oknum maskapai dalam kasus penipuan jemaah umrah ini.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi menjelaskan bahwa fakta tersebut ditemukan di tengah proses penyidikan kasus penipuan dan penelantaran jemaah umrah oleh PT Naila.

Pihak PT Naila diketahui sempat menawarkan kepada jemaah yang tertunda perjalanannya untuk mengaktifkan tiket pesawat hangus.

Para korban hanya perlu membayar biaya administrasi sebesar Rp 2,5 juta.

"Modusnya tiket hangus itu bisa dihidupkan lagi dengan menambah sejumlah uang Rp 2,5 juta. Ini yang lagi diselidiki, kok bisa," ujar Hengki dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (30/3/2023).

Penyidik menduga, praktik tersebut melibatkan pihak maskapai penerbangan, sehingga tiket pesawat jemaah bisa diaktifkan kembali dengan membayar sejumlah uang.

"Maka kami akan panggil pihak maskapai. Sedang kami adakan pemanggilan untuk kami dalami," kata Hengki.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved