Kemenkes Tak Anjurkan Fogging Lagi untuk Mencegah Kasus DBD, Berikut Alasannya

Kemenkes RI tak menganjurkan lagi fogging sebagai cara untuk mencegah meningkatnya kasus DBD termasuk di Kota Batam, Provinsi Kepri.

TribunBatam.id/Yeni Hartati
FOGGING - Dinas Kesehatan melalui tim kelurahan dan RT setempat melaksanakan fogging di permukiman penduduk Karimun yang warganya terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD). Kemenkes tak lagi mengajurkan fogging sebagai salah satu cara mencegah kasus demam berdarah atau DBD. 

TRIBUNBATAM.id - Fogging diketahui menjadi salah satu cara untuk mencegah penyebaran kasus Demam Berdarah atau DBD.

Namun baru-baru ini Kementerian Kesehatan atau Kemenkes RI tak menganjurkan penggunaan fogging untuk membasmi jentik nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah itu.

Kemenkes berpandangan jika penggunaan fogging hanya berdampak sesaat.

Malah efeknya kadang-kadang merugikan kesehatan manusia.

Fogging juga dinilai sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari manusia.

Baca juga: Satu Orang Meninggal Karena DBD, Dinkes Batam Catat 198 Warga Terjangkit

Cara ini juga dapat membuat nyamuk malah menjadi resisten atau kebal.

"Saat ini sudah meminimalkan penggunaan fogging, yang harus dilakukan adalah pemberantasan sarang nyamuk yang harus dilakukan secara massal, berkesinambungan dan kalau endemis, ini harus dilakukan sepanjang tahun," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Imran Pambudi MPHM.

Fogging hanya efektif dalam membunuh nyamuk dewasa, namun tidak untuk larva, telur, ataupun jentik nyamuk.

Biasanya fogging dilakukan saat ditemukan satu kasus positif Demam Berdarah, ada penderita panas yang lain, dan ditemukan jentik.

Pemerintah memiliki strategi penanggulangan DBD terutama dalam pemberantasan sarang nyamuk.

Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan dengan 3M plus yaitu pertama menguras dan menyikat, kedua menutup tempat penampungan air, ketiga memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas.

Plusnya adalah bagaimana mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk dengue seperti menanam tumbuhan pengusir nyamuk.

Data Kemenkes pada 27 November 2022 menunjukkan kasus DBD periode 10 tahun terakhir mulai naik setiap bulan November, puncak kasus pada Februari, dan Maret-April mulai terjadi penurunan kasus.

Siklus ini terjadi selama 10 tahun terakhir.

Baca juga: Rentan Terkena DBD, Intip Cara Jitu Terhindar dari Gigitan Nyamuk saat Musim Hujan

"Ini hubungannya dengan siklus musim hujan, jadi kalau musim hujan itu karena ada genangan air maka kasusnya meningkat dan ini terjadi setiap tahun seperti ini," ungkap dr Imran.

DATA DBD di Batam Terbaru

Sementara di Kota Batam, Provinsi Kepri, terdapat ratusan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi sepanjang tahun.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Batam sebanyak 198 warga positif terjangkit DBD sepanjang Januari hingga 12 Juni 2023.

Dari data ini, satu orang dinyatakan meninggal dunia akibat DBD.

"Ya, sepanjang tahun ini atau sampai 12 Juni ada 198 kasus DBD di Batam. Satu diantaranya meninggal dunia," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi, Sabtu (17/6/2023).

Menurutnya, satu pasien meninggal tersebut adalah anak usia 9 tahun warga Citra Pandawa, Buliang Kecamatan Batuaji.

Pasien meninggal setelah mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Graha Hermine.

"Sebagian pasien ini rawat jalan, ada juga rawat inap namun tidaklah banyak, " ungkap Didi.

Didi menyebutkan, dibanding periode yang sama tahun lalu, jumlah kasus DBD di Batam mengalami penurunan. Dimana sepanjang periode tersebut ada 352 kasus demam berdarah.

"Turunnya cukup signifikan, hal ini juga tidak lepas dari langkah antisipasi yang dilakukan oleh semua pihak," tuturnya.

Bila dirindukan kasus perbulan diketahui, sebanyak 65 kasus DBD terjadi di sepanjang bulan Januari 2023.

Lalu Februari ada 45 kasus, Maret ada 44 kasus DBD dan 15 kasus pada April, 19 kasus di bulan Mei dan 9 kasus DBD sampai 12 Juni 2023 ini.

Didi menambahkan, salah satu penyebab kasus DBD ini ialah karena memasuki musim pancaroba atau peralihan musim atau memasuki musim hujan.

Tingginya curah hujan saat ini mempengaruhi peningkatan kasus DBD. Genangan air timbul setelah hujan berpotensi jadi sarang nyamuk berkembangbiak.

Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan lingkungan tempat tinggalnya.

Oleh sebab itu, Dinkes Kota Batam terus berupaya mengendalikan kasus DBD dengan mengajak masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan lingkungan.

Termasuk mengimplementasikan gerakan satu rumah satu jumantik dengan menunjuk juru pemantau jentik (jumantik) memantau dan memastikan tak ada jentik di lingkungan masing-masing.

"Kami juga minta semua kasus tersangka deman wajib dilaksanakan penyelidikan epidemiologi DBD dan melaporkan ke Dinas Kesehatan Batam, " sebut Didi.

Peningkatan kesiapsiagaan DBD ini meliputi, peningkatan peran serta dari masyarakat untuk ikut peduli mencegah peningkatan DBD ini.

Dinkes juga meminta puskesmas untuk mengimplementasikan gerakan satu rumah satu jumantik dengan menunjuk juru pemantau jentik (jumantik) memantau dan memastikan tak ada jentik di lingkungan masing-masing.

Sebagaimana diketahui, kasus DBD di Batam sepanjang tahun 2022 berjumlah 902 kasus dengan 6 kasus kematian.

Angka ini naik dibanding tahun 2021 yakni sebanyak 710, dengan 4 kasus kematian.

Lalu di tahun 2020 ada sebanyak 763 kasus dengan kasus kematian tiga orang.

Kemudian pada tahun 2019 ada sebanyak 728 kasus dengan kasus kematiannya dua orang.

“Kasus DBD ini bersifat fluktuatif. Di saat musim hujan, penyakit DBD akan meningkat,” tambahnya.(TribunBatam.id/Bereslumbantobing) (Tribunnews.com)

Sebagian artikel bersumber dari Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved