Cerita Para Pemburu Rengkam di Pulau Rempang Batam, Per Kg Dijual Rp 2 Ribu
Warga Pulau Rempang selain berburu ikan, juga berburu rengkam. Rengkam ini memiliki nilai ekonomis tinggi. Tak ayal lagi banyak yang mencarinya
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Matahari mulai terbenam di ufuk barat, memancarkan sinar jingga yang memantul di permukaan laut.
Sebuah sampan berwarna biru berlabuh di tepian pantai Desa Sembulang Hulu, Kecamatan Galang, Pulau Batam.
Di atasnya, seorang nelayan bernama Maula membawa hasil tangkapannya berupa ikan dan rengkam.
Ia mengikat sampannya di tiang dekat laut lalu ke darat. Di sana ia memeriksa sejumlah rengkam yang digantung di atas balok-balok kayu yang sudah kering.
Rengkam atau Sargassum sp, adalah jenis rumput laut yang tumbuh di antara batu-batu karang dan memiliki daun berwarna hijau kecoklatan.
Rengkam memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena dapat diolah menjadi berbagai produk, mulai dari pakan ikan hingga kosmetik.
"Masyarakat sini banyak melakukan usaha rengkam ini," kata Maula kepada Tribun Batam belum lama ini.
Maula rajin memeriksa rengkam yang ia ambil dari laut. Yang sudah kering akan segera diambil dan dibawa pulang ke rumah lalu disimpan di dalam karung.
Baca juga: Warga Lingga Dulang Cuan dari Rengkam, Dulu Dianggap Sampah Laut
Tak hanya di Sembulang Hulu, usaha pembudidayaan rengkam hampir dilakukan di kawasan pesisir pulau-pulau lain di Batam.
Warga Rempang lain, Siti, mengungkapkan, keluarganya sudah lama mengandalkan hidup dari usaha budidaya rengkam. Selain rengkam, mereka juga menafkahi keluarga dengan usaha menangkap ikan.
Membudidaya dan menangkap merupakan salah satu anjuran pemerintah belakangan ini terhadap nelayan. Dan itu sebetulnya sudah cukup lama dilakukan sebagian masyarakat pesisir di Batam, termasuk Siti dan keluarga.
Nilai ekonomis budidaya rengkam tak main-main. Rengkam kering dijual berkisar Rp 1.800 hingga Rp 2.000 per kilogram.
Sekali menjual ke tengkulak atau pengepul, Siti bisa membawa pulang uang yang cukup untuk keluarga.
"Rengkam yang kering ini kemudian kami jual, harganya berkisar antara Rp 1.800 hingga Rp 2.000 per kilogramnya," ujarnya.
Tidak hanya harganya yang menarik perhatian, tetapi juga cara pengambilannya yang unik. Rengkam dapat diambil saat air pasang maupun saat air surut.
Namun, saat air pasang, diperlukan perahu atau sampan yang dikaitkan dengan rakit untuk menampung rengkam. Meskipun memerlukan usaha ekstra, hasilnya jauh lebih melimpah.
"Kalau air surut lebih gampang, tinggal turun saja ke laut. Tetapi hasilnya sedikit," ungkap Siti.
Baca juga: Nelayan Karimun Bergelut Cari Rumput Laut, Cuan Tak Datang dari Ikan Saja
Rengkam yang dicari adalah daunnya. Kemudian akan dijual ke perusahaan pengelola di Batam.
Tak hanya di Rempang, beberapa kampung pesisir di sekitar Jembatan I Batam juga menjadikan budidaya rengkam sebagai mata pencaharian utama.
Di antaranya di Kampung Tua Melayu, Tiawangkang.
Sardi, seorang pemuda di lokasi rajin mencari Rengkam. Sardi mengaku sudah melakoni kegiatan mencari rumput laut sejak usia belasan. Keahlian mencari rumput laut diturunkan dari orang tuanya sejak lama.
Menurutnya, tidak sulit mendapatkan rumput laut. Warga di Kampung Tua Tiawangkang rata-rata mahir mencari rumput laut karena keahlian tersebut diturunkan dari generasi ke generasi.
"Cari rumput laut itu tidak susah, yang susahnya kalau lagi cuaca tidak bagus," ucapnya.
Rud, salah satu penampung rengkam di Pulau Rempang mengungkapkan, rengkam tersebut nantinya akan diantarkan ke pusat pengolahan yang berada di Jembatan 2.
"Di sana, rengkam ini akan diolah lebih lanjut sebelum dijual ke pasar lokal maupun diekspor ke luar negeri," kata Rud.
Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), produksi rengkam di Batam pada tahun 2020 mencapai 1.200 ton dengan nilai ekspor sebesar Rp 3 miliar.
Negara-negara tujuan ekspor rengkam antara lain China, Vietnam, dan Jepang.
Kepala DKP Kepri, Said Sudrajat kepada Tribun Batam belum lama ini mengungkapkan, mereka akan mendorong usaha pembudidayaan kepada nelayan tangkap atau warga pesisir yang mengandalkan hidup hanya dari menangkap ikan.
"Kami menyebutnya usaha kombinasi, atau diversifikasi. Jadi sambil melakukan usaha tangkap ikan, nelayan mengkombinasikannya dengan budidaya, sehingga penghasilan nelayan bisa meningkat," ungkap Said Sudrajat.
Tujuannya supaya warga atau nelayan tidak semata-mata menggantungkan penuh pada mata pencaharian tangkap.
"Tetapi juga mengkombinasikan, mendiversifikasikan mata pencahariannya dengan perikanan budidaya," kata Said saat menyerahkan bantuan kepada nelayan dan pelaku usaha pembudidaya untuk Batam di Barelang Seafood Restaurant, Selasa (24/10/2023).
Menurut Said, potensi perikanan tangkap di Kepri cenderung tetap, sementara pelaku usaha perikanan makin banyak dan sektor-sektor lain juga mulai merambah lautan.
"Dulu kan laut kita luas sekali, sekarang sudah banyak yang dipakai untuk kepentingan lain. Jadi kita harus berpikir bagaimana caranya agar nelayan tetap bisa hidup dari laut," tutur Said.
Salah satu caranya dengan mengembangkan usaha budidaya rengkam yang tidak memerlukan lahan luas dan modal besar. Rengkam juga dapat tumbuh dengan baik di perairan yang tercemar, sehingga dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Dengan demikian, rengkam tidak hanya menjadi sumber penghasilan bagi nelayan Batam, tetapi juga menjadi sumber keberlanjutan bagi lingkungan laut. (TRIBUNBATAM.id/AMINUDDIN)
BREAKINGNEWS, Kecelakaan Kembali Terjadi di Batam, Diduga Pengendara Terjebak di Dalam Mobil |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Kepri Sabtu 30 Agustus 20205, Cuaca di Sejumlah Daerah Lebih Dominan Mendung |
![]() |
---|
Demo di Gedung DPR Sempat Melandai Saat Masuk Waktu Maghrib, Setelah Itu Kembali Memanas |
![]() |
---|
Upaya BP Batam Bebaskan Kawasan Batam dari Banjir lewat Drainase yang Lebih Andal |
![]() |
---|
Pelantikan Pejabat Pemko Batam Hari Ini, Wali Kota Amsakar Ingatkan Soal Penilaian Kinerja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.