PHRI Kepri Minta Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Pajak Hiburan

Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kepulauan Riau, Yeyen Heryawan pertanyakan pajak hiburan yang tinggi

TribunBatam.id/Istimewa
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) BPD Provinsi Kepulauan Riau, Yeyen Heryawan 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Tarif pajak hiburan mengalami kenaikan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Menurut pasal 58 ayat 2, tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling 75 persen.

Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kepulauan Riau, Yeyen Heryawan, mengaku heran akan keputusan Pemerintah yang menetapkan kenaikan tarif pajak yang cukup tinggi.

Khususnya, ia mempertanyakan bagaimana penghitungan kenaikan tarif tersebut.

"Pastinya ini sangat memberatkan untuk pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa hiburan," ujar Yeyen, pada Selasa (16/1/2024).

Dengan tingginya pajak, menurutnya, harga-harga komoditi terutama yang terkait dengan sektor hiburan juga akan meningkat.

Baca juga: Data PHRI, Okupansi Sejumlah Hotel di Kepri Full Booked saat Momen Libur Nataru

Hal yang dikhawatirkan adalah konsumen sektor hiburan di Indonesia nantinya akan berkurang, dan pusat-pusat hiburan akan sepi pengunjung.

Kondisi ini akan berdampak pula pada kegiatan operasional perusahaan, yang mana, pengeluaran dan pemasukan tidak sebanding.

Otomatis, perusahaan akan mengambil keputusan efisiensi dengan memutus hubungan kerja bagi sebagian karyawannya. Jadi secara tidak langsung, kenaikan tarif pajak ini dapat berdampak pada meningkatnya pengangguran.

Pihaknya pun mendorong Pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan terkait pajak hiburan ini, dan melakukan sosialisasi terkait dasar penetuan kebijakan kepada seluruh stakeholder yang terlibat.

Dalam peninjauan, ia juga meminta Pemerintah melihat negara lain, contohnya Thailand, yang hanya memberlakukan pajak 5 persen untuk tahun 2024.

"Harapannya tentu agar pemerintah meninjau ulang keputusan ini. Selain itu, sosialisasi juga diperlukan dalam mengetahui dasar kebijakan secara jelas," tambah Yeyen. (TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)

Baca berita Tribun Batam lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved