BATAM TERKINI

Kisah Warga Tembesi Tower, Bertahan Dalam Rumah Meski Kondisi Banjir Sepinggang

Rumahnya yang bersebelahan langsung dengan parit yang saat ini tertutup pasir, menjadikan tempat berteduhnya menjadi jalur air selanjutnya. 

Penulis: Ucik Suwaibah | Editor: Eko Setiawan
Tribunbatam.id/Ucik Suwaibah
BANJIR DI BATAM - Kondisi pasca banjir di RT 01 RW 016 Tembesi Tower, Sagulung, Kota Batam, Rabu (24/4/2024) (Ucik Suwaibah/Tribun Batam) 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Banjir setinggi pinggang orang dewasa kerap dirasakan warga Tembesi Tower.

Bertahan ditengah genangan air menjadi kebiasaan yang selalu dijumpai tiap hujan turun.

6 bulan terakhir, rumah Suharti, wanita 60 tahun tersebut yang terletak di Kampung Tua Melayu Tembesi Tower sudah menjadi langganan banjir.

Rumahnya yang bersebelahan langsung dengan parit yang saat ini tertutup pasir, menjadikan tempat berteduhnya menjadi jalur air selanjutnya. 

Saat dijumpai di kediamannya, tangannya masih memegang gagang pel guna membersihkan air dan lumpur di lantai keramik dalam rumahnya.

Ia mengatakan dengan perasaan gelisah bahwa setiap awan mulai gelap, ia khawatir kalau turun hujan air dari parit masuk ke dalam rumahnya lagi.

"Setiap hujan turun 15 menit saja selalu air masuk, karena terpaksa menerima, ya jadi kebiasaan ketemu banjir. Depan rumah itu sudah tidak bisa dibersihkan lagi. Karena belakang timbunan pasir di parit lebih tinggi dari teras kami," tutur Suharti dengan suara bergetar menunjukkan isi rumahnya.

Baca juga: Halal Bihalal ke Kantor DPD PAN Batam, Nyanyang Haris Sebut Jalin Silaturahmi

Ia tak kuasa menahan air mata saat menjelaskan kondisi rumahnya saat air masuk kedalam rumahnya.

"Saya bayangkan saja sudah menangis, selain pasrah menunggu surut, tak ada yang bisa kami lakukan. Barang-barang terapung. Almari, kursi, meja kayu rusak. Udah capek kami, dibersihkan, hujan lagi, banjir lagi, kotor lagi. Gitu saja terus," bebernya.

Ia mengaku was-was apabila ada hewan ataupun reptil yang terbawa aliran air masuk ke dalam rumah."Jujur saja kami takut. Kalau cuma kadal bisa lah di usir. Kalau ular yang berbisa itu lain cerita lagi. Kadang ada kaki seribu, lipan, hewan-hewan kayak gitu yang kami jumpai," keluhnya.

Selama 20 tahun ia menempati rumah tersebut, belum pernah sekalipun banjir menjadi separah ini, bahkan membuat rumah yang dihuninya sudah tak baik lagi bila ditempati.

"Baru 6 bulan terakhir ini parah, sebelumnya tak pernah macam ini, ini tingginya setengah meter lebih, kurang lebih sepinggang lah kak," tuturnya.

Ibu 3 anak ini juga menjelaskan banyak sekali kerusakan yang ditimbulkan akibat banjir yang kerap masuk kedalaman rumah.

"Jelas ada yang rusak karena sering dipindahkan dan kena air, kayak almari, beberapa alat elektronik. Ini yang parah keramik kamar sudah full terangkat akibat endapan lumpur dan airnya cukup kuat," kata Suharti.

Selama banjir, dirinya juga tidak mengungsi ke rumah tetangga yang posisi rumahnya lebih tinggi.

Baca juga: Petugas BPOM Sita Bahan Baku Buat Kosmetik Ilegal Setelah Geledah Rumah di Bintan

Ia lebih memilih bertahan di rumah dengan kondisi air masih setinggi pinggang orang dewasa. 

"Saya sama suami tetap tinggal di rumah, suami menyiasati pakai pelampung, kasurnya ditaruh diatasnya ya tinggal tidur saja di atasnya," kata Suharti.

Ia mengatakan tak ada pilihan lain selain tidur di rumah sendiri, selain lebih nyaman dan leluasa juga tidak ingin merepotkan tetangga.

"Lebih nyaman saja kalau di rumah sendiri. Biar enggak ngerepotin tetangga juga, sudah bantuin bersih-bersih, kita juga menginap. Pernah juga memang diharuskan karena parah banjirnya, kami sesekali menginap ke tetangga," imbuhnya. 

Suharti menunjukkan beberapa kamar dan ruangan di rumahnya, tampak lumpur masih berada di atas lantai keramik.

Barang elektronik seperti kulkas, rice cooker, dan sebagainya juga tidak terlihat, karena telah dipindahkan ke rumah tetangganya.

Pantauan Tribun Batam di lapangan kondisi banjir tak hanya dialami oleh Suharti, namun beberapa warga lainnya juga mengalami hal yang sama.

Ada sekitar 25 rumah yang terdampak banjir parah setinggi 50 cm lebih.

Ditengah perkampungan yang padat penduduk keselamatan, kebersihan, dan kesehatan tentu menjadi bahan pertimbangan.

Dilihat dari faktor tersebut, membuat sebagian pemilik rumah memilih pindah dari kampungnya hanya beberapa yang memilih menetap

Dwi Handayani, salah seorang warga yang rumahnya tak jauh dari Suharti mengungkap bahwa ia tak dapat lagi tenang saat hujan mulai datang.

"Hujan turun kami tak tenang. Banjir, anak saya 3 masih kecil-kecil semua. Jalan menuju rumah saya bahkan sudah lumpur semua tak bisa dilewati, belum lagi masalah kesehatan," ungkap Dwi dengan menahan air matanya.

Ia menyebut selama 6 bulan terakhir banyak warga yang sering mengalami sakit, baik batuk, demam, flu.

"Selain keselamatan, ini juga kesehatan kami. Selama 6 bulan ini, orang-orang sini lebih sering sakit, karena kondisi rumah yang kotor karena lumpur dan air, juga nyamuk semakin membludak tiap malam," kesalnya.

Tidak hanya Suharti dan Dwi yang merasakan dampak hebat dari banjir dari aliran parit besar yang tertimbun pasir yang diduga berasal dari proyek PT sebelah pemukiman, namun warga lain juga merasakannya.

Hingga saat ini, besar harapan warga RW 016 Tembesi Tower mendapatkan solusi dari Pemerintah Kota Batam untuk masalah banjir.

Sebab perkampungan tersebut dihuni lebih kurang 1000 jiwa dan 400 rumah.

Apabila banjir tiba, tak hanya beberapa rumah yang terdampak, namun juga efek jangka panjangnya termasuk kualitas lingkungan pasca banjir

Kuat dugaan banjir masuk ke pemukiman warga akibat penggalian parit yang memotong di area rumah warga untuk pengganti sementara parit besar yang tertimbun pasir.

Bukannya memberikan solusi, namun masalah yang lebih besar datang hingga membuat air menggenang ke pemukiman warga. (Tribunbatam.id/Ucik Suwaibah)

Baca berita lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved