UU KIA Atur Cuti Melahirkan Bisa sampai Enam Bulan, Ini Tanggapan Pengusaha Batam

Apindo mendorong Pemerintah untuk membahas terkait aturan turunan UU KIA ini secara lebih komprehensif bersama Apindo dan pekerja.

TribunBatam.id/Argianto DA Nugroho
Ketua Apindo Batam Rafki Rasyid. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam menilai aturan cuti melahirkan yang dapat diperpanjang sampai enam bulan, dapat membebani pengusaha maupun pekerja.

Aturan ini, memungkinkan pekerja perempuan mengambil cuti melahirkan minimal tiga bulan hingga maksimal enam bulan, dengan kondisi kesehatan tertentu.

Apabila kondisi kesehatan ibu dan bayi membutuhkan masa istirahat yang lebih lama, maka dengan surat rekomendasi dokter, pekerja dapat mengajukan cuti sampai enam bulan.

"Sebenarnya UU KIA ini memiliki tujuan yang baik terutama dalam meraih tujuan membentuk generasi emas di tahun 2045 mendatang. Tapi kita harus lihat juga risiko-risiko lainnya yang ditimbulkan aturan ini," ujar Ketua Apindo Kota Batam, Rafki Rasyid, ketika dihubungi, pada Kamis (6/6/2024).

Berdasarkan pertimbangan para pengusaha, aturan ini dinilai dapat menjadi beban tambahan bagi pengusaha.

Dalam hal ini, pengusaha wajib memberikan gaji kepada pekerja yang cuti melahirkan, sesuai dengan aturan yang berlaku.

Menurutnya, ini menjadi pengeluaran tambahan yang bisa dinilai memberatkan apabila diberikan dalam jangka waku yang lama. 

Baca juga: Ketua Apindo Batam Ungkap Mahasiswa Dapat Mengaplikasikan Ilmu saat Magang di Sektor UMKM 

Apalagi, Rafki merinci, ada banyak pos-pos pengeluaran berkait gaji pekerja, yang selama ini sudah ditanggung oleh pengusaha, mulai dari beban iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, uang pesangon, hingga yang saat ini sedang berkembang, iuran Tapera.

Menurutnya, jika dihitung, pos-pos iuran tersebut sudah mencapai sekitar 20 persen dari gaji pokok.

"Dari sini, kemudian yang dikhawatirkan adalah, munculnya kesenjangan dalam penerimaan pekerjaan. Bisa jadi pengusaha nantinya punya kecenderungan baru yaitu lebih memilih pekerja laki-laki ketimbang perempuan," ujar Rafki.

Dengan mempertimbangkan bahwa pekerja perempuan yang sudah menikah memiliki peluang untuk hamil dan melahirkan kapan saja, pengusaha bisa jadi kurang mempertimbangkan penerimaan terhadap tenaga kerja dari gender ini.

Apalagi, sebelum aturan terkait cuti ini berlaku, beberapa bidang usaha sudah banyak yang mencantumkan secara spesifik, syarat belum menikah, bagi calon pekerjanya.

"Bisa jadi ke depannya perempuan jadi lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Sementara, kita tidak bisa menyalahkan pengusaha karena mereka pasti memperhitungan setiap cost dalam usahanya," jelas Rafki.

Ia mendorong Pemerintah untuk membahas terkait aturan turunan UU KIA ini secara lebih komprehensif bersama Apindo dan pekerja.

Hal ini guna meminimalisir dampak sampingan dari berlakunya UU yang dinilai dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ini.

"Pemerintah bisa mengajak pengusaha dan pekerja unuk mendiskusikan aturan ini, jangan hanya diputuskan sepihak," tambah Rafki. (*)

(TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)

 

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved