KORUPSI DIRUT PERTAMINA
Profil Riva Siahaan Dirut Pertamina Patra Niaga Tersangka Korupsi, Sulap Pertalite Jadi Pertamax
Profil dan rekam jejak Direktur Utara (Dirut) PT Pertamina Putra Niaga, Riva Siahaan yang menjadi tersangka korupsi.
TRIBUNBATAM.id - Berikut ini adalah profil dan rekam jejak Direktur Utara (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan yang menjadi tersangka korupsi.
Riva Siahaan melakukan korupsi tata kelola minyak mentah dan kilang periode 2018-2023.
Bukan cuma Riva Siahaan, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menetapkan enam orang tersangka lainnya yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
Sementara, ini Kejagung melakukan pemeriksaan pada 96 saksi dan meminta keterangan 2 saksi ahli serta bukti dokumen sah yang sudah disita.
Berikut enam tersangka lainnya:
- SDS, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- YF, pejabat di PT Pertamina International Shipping
- AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
- MKAN, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
- DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
- GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Sosok Riva Siahaan tentu menjadi sorotan karena melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara Rp 193,7 triliun.
Bahkan beberapa jam sebelum ditangkap, Rica Siahaan sempat menerima penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.
Tepatnya di acara Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) 2024 yang digelar di Gedung Sasono Langen Budoyo, TMII, Jakarta.
Berdasarkan dari laman Pertamina, subholding Pertamina yang dipimpin Riva memperoleh 12 PROPER Emas dan 61 PROPER Hijau.
Baca juga: Sosok Sugiri Sancoko Bupati Ponorogo Dilantik setelah Dapat Putusan MK, Ini Rekam Jejak dan Janjinya
Sosok Riva Siahaan
Menurut informasi yang tertulis di laman resmi Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan Pertamina merupakan lulusan S-1 Manajemen Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta.
Ia juga pernah menempuh studi magister atau S-2 di jurusan Business Administration di Oklahoma City University, Amerika Serikat.
Merujuk akun LinkedIn pribadinya, Riva mengawali kariernya sebagai account manager di Matari Advertising pada Maret 2005-Maret 2007.
Setelah itu, ia bekerja sebagai assistant account Director TBWA Indonesia pada Maret 2007-September 2008.
Riva memutuskan pindah ke PT Pertamina (Persero) sebagai key account officer pada September 2008-Maret 2010.
Perjalanan kariernya di perusahaan pelat merah tersebut berlanjut sebagai Senior Bunker Officer I di Jakarta pada April 2010-Desember 2013.
Kemudian, ia ditempatkan sebagai Senior Bunker Officer I di Jakarta dan Singapura pada Desember 2013-Januari 2015.
Mulai Februari 2015, Riva menempati posisi baru sebagai bunker trader di Pertamina Energy Service.
Posisi tersebut ia jalani selama satu tahun hingga Februari 2016 sebelum dipindah menjadi Senior Officer Industrial Key Account di PT Pertamina (Persero).
Pada Maret 2018-April 2019, Riva ditugaskan sebagai Pricing Analyst, Market, and Product Development Retail Fuel Marketing.
Jabatannya naik menjadi VP Crude and Gas Operation di Pertamina International Shipping pada April 2019-Desember 2020.
Di perusahaan yang sana, Riva juga ditugaskan sebagai VP Sales and Marketing pada Desember 2020-Mei 2021 dan Commercial Director pada Mei -Oktober 2021.
Riva lalu dipromosikan menjadi Corporate Marketing and Trading Director di PT Pertamina Patra Niaga pada Oktober 2021-Juni 2023.
Jabatan tertinggi dan terakhir yang ia duduki di perusahaan tersebut sebelum ditetapkan menjadi tersangka adalah Chief Executive Officer atau Dirut.
Baca juga: Sosok Juniwarti Wakepsek yang Dibunuh Suaminya di Kuantan Singingi, Rekan Sejawat Tak Menyangka
Duduk Perkara
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengungkapkan kasus yang mengakibatkan negara rugi Rp193,7 triliun itu berawal ketika pada tahun 2018, pemerintah tengah mencanangkan pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari produksi dalam negeri.
Lalu, perusahaan pelat merah PT Pertamina mencari pasokan minyak bumi dalam negeri sebelum melakukan perencanaan impor yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun, bukannya memaksimalkan produksi minyak mentah dalam negeri, tiga tersangka yaitu Riva, Sani, dan Agus justru diduga melakukan pengkondisian saat rapat organisasi hilir (ROH).
Mereka pun memutuskan agar produksi kilang diturunkan yang membuat hasil produksi minyak bumi tidak sepenuhnya terserap.
Qohar mengatakan hal ini dilakukan ketiga tersangka semata-mata demi melakukan impor minyak mentah.
"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar.
Selain itu, mereka juga menolak produksi minyak mentah dalam negeri dari KKKS dengan dalih tidak memenuhi nilai ekonomis serta tidak sesuai spesifikasi.
Padahal, kenyataannya berbanding terbalik dengan klaim dari ketiga tersangka tersebut.
"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.
Lantas PT Kilang Pertamina Internasional pun melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang yang mana perbedaan harga sangat signifikan dibanding produksi minyak bumi dalam negeri.
Sementara, terkait kegiatan ekspor minyak diduga terjadi kongkalikong di mana Riva, Sani, Agus, dan Yoki selaku perwakilan negara mengatur kesepakatan harga dengan Riza, Dimas, dan Gading selaku broker.
Kongkalikong itu berupa pengaturan harga yang diputuskan dengan melanggar peraturan demi kepentingan pribadi masing-masing.
"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.
Lalu, deretan pelanggaran hukum kembali dilakukan ketika Riva, Sani, dan Agus memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang.
Selanjutnya, adapula Dimas dan Gading yang melakukan komunikasi ke Agus untuk memperoleh harga tinggi meski secara syarat belum terpenuhi.
Riva juga melakukan pelanggaran dimana justru membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 meski yang dibutuhkan adalah RON 92.
Tak cuma itu, Yoki juga diduga melakukan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor.
Apa yang dilakukan Yoki ini membuat negara harus menanggung biaya fee mencapai 13-15 persen. Namun, Riza justru memperoleh keuntungan.
"Sehingga tersangka MKAR (Riza) mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," ungkap Qohar.
Qohar mengatakan rangkaian perbuatan tersangka ini membuat adanya gejolak harga BBM di masyarakat lantaran terjadi kenaikan.
Hal ini membuat pemerintah semakin tinggi dalam memberikan kompensasi subsidi.
Akibat perbuatannya, mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(TribunBatam.id)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Riva Siahaan Sempat Terima Penghargaan 12 Medali Emas sebelum Jadi Tersangka Kasus Pertamina" dan SerambiNews.com dengan judul "Profil Riva Siahaan, Dirut Pertamina Patra Niaga yang Jadi Tersangka 'Sulap' Pertalite Jadi Pertamax"
BKPSDM Anambas Tak Usulkan Honorer R4 dan R5 Jadi PPPK Paruh Waktu, Ini Penjelasannya |
![]() |
---|
RSUD Bintan Bakal Punya Gedung Poliklinik Baru, Tingkatkan Pelayanan Kesehatan untuk Warga |
![]() |
---|
Pulau Galang di Batam Lokasi Pengobatan Ribuan Warga Gaza, Ketua DPRD Kepri: Tegak Lurus |
![]() |
---|
Alasan ART di Bekasi Diam-diam Rekam Majikan Tanpa Busana, Ternyata Setor ke Pacar Sekuriti |
![]() |
---|
Warga Ngamuk hingga Rusak Rumah Pelaku Pembunuhan Bocah 7 Tahun di Pasuruan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.