KASUS KEKERASAN DI BATAM

Batam Darurat Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak, Triwulan Pertama Ada 89 Kasus

Dari 89 kasus yang tercatat pada periode Januari-Maret 2025, 64 di antaranya menimpa anak-anak, sementara 25 lainnya merupakan perempuan

|
Penulis: Beres Lumbantobing | Editor: Mairi Nandarson
TRIBUNBATAM.id/BERES LUMBANTOBING
DATA KASUS KEKERASAN - Kepala UPTD PPA Batam, Dedy Suryadi sebut, peningkatan kasus kekerasan anak dan perempuan di Batam 2024 sejalan dengan mulai meningkatnya kesadaran korban dan masyarakat untuk melapor 

TRIBUNBATAM.id, BATAM – Laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Batam meningkat pada triwulan pertama 2025, harus menjadi perhatian serius pihak berwenang. 

Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Batam, sebanyak 89 laporan kekerasan tercatat dari Januari hingga Maret 2025.

Dalam 89 laporan kekerasan itu mayoritas korbannya adalah anak-anak dan perempuan. 

Angka ini meningkat tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan 53 laporan.

Dari 89 kasus yang tercatat, 64 di antaranya menimpa anak-anak, sementara 25 lainnya merupakan perempuan. 

Mayoritas kasus kekerasan yang terjadi adalah kekerasan seksual, yang tentunya memberikan dampak psikologis yang mendalam bagi korban.

Baca juga: Polisi Buru Ayah Biologis Bayi yang Dilahirkan Anak Panti, Sudah 5 Orang Saksi Diperiksa

Kepala UPTD PPA Kota Batam, Dedy Suryadi, mengungkap meskipun angka laporan mengalami peningkatan, banyak korban yang melapor karena mereka merasa lebih percaya diri setelah mendapatkan dukungan. 

Namun, banyak juga yang baru melapor setelah bertahun-tahun memendam trauma.

“Korban kekerasan, terutama kekerasan seksual, sering kali merasa bingung dan terisolasi. Butuh waktu dan keberanian yang luar biasa untuk melapor."

"Kami juga bekerjasama dengan psikolog dan konselor untuk membantu mereka mengatasi trauma yang dialami,” ujar Dedy, Kamis (24/4).

Dedy menyebutkan bahwa pendampingan psikologis tidak hanya dibutuhkan oleh korban kekerasan, tetapi juga oleh keluarga mereka. 

Proses pemulihan psikologis menjadi salah satu kunci untuk memastikan korban bisa kembali menjalani hidup mereka dengan lebih baik.

Menurut Dedy, selain pendidikan tentang hak-hak perlindungan perempuan dan anak, edukasi mengenai pentingnya dukungan sosial juga sangat diperlukan. 

Banyak korban yang merasa takut untuk melapor karena khawatir akan stigma dari lingkungan sekitar atau bahkan keluarga mereka sendiri.

"Faktor psikologis menjadi tantangan besar. Jika korban tidak mendapatkan pendampingan yang tepat, pemulihan mereka akan terhambat," tambahnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved