UNICEF mengatakan, karena tekanan seperti itu, mereka mencari jalan lain untuk melakukan perjalanan, seperti beberapa anak bersembunyi dalam truk peti kemas.
“Tidak ada pemberian pendidikan, dan anak-anak hampir tiap malam berjalan selama berjam-jam dan mencoba untuk memasuki kontainer,” kata Teff.
“Mereka tinggal dalam keadaan yang sangat, sangat genting dan banyak dari mereka yang berbicara betapa mereka menjadi gila dikarenakan keadaannya,” katanya.
Teff mengatakan, anak-anak yang tinggal di sejumlah kamp migran seringkali harus membayar untuk mandi atau dipaksa untuk membuka kontainer agar mereka dapat masuk.
Rata-rata, anak-anak tinggal di kampung itu lima bulan sebelum pindah.
Beberapa di antaranya tetap berada di tempat itu selama sembilan bulan dan satu anak-anak terjebak di tempat itu lebih dari satu tahun, kata UNICEF.
Lembaga itu mewawancarai 60 orang anak dengan usia 11 hingga 17 tahun.
Mereka dari Afganistan, Mesir, Eritrea, Etiopia, Iran, Irak, Kuwait, Suriah, dan Vietnam yang tinggal di sejumlah kamp sepanjang Selat Inggris, antara Januari hingga Afril 2016.(kompas.com)