TRIBUNBATAM.id, ANAMBAS - Kabupaten Kepulauan Anambas tak hanya dikenal akan wisata bahari, melainkan wisata religi.
Wisata religi di Kabupaten termuda Provinsi Kepri yang mekar dari Kabupaten Natuna ini kaya akan nilai sejarah dan nuansa islami.
Dari beragam wisata religi itu, sebut saja, rumah ibadah atau Masjid Besar Baiturrahim Tarempa.
Masjid yang berdiri kokoh di pusat penduduk Tarempa ini merupakan masjid tertua yang telah berusia ratusan tahun.
Dari catatan sejarah yang dihimpun Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Anambas, masjid ini sudah ada sejak tahun 1880-an Masehi.
Bangunan rumah ibadah umat Islam itu dibangun oleh salah seorang Datu Kaye Siantan bernama Datuk Kaye Mohd. Usman bin Datuk Kaye Mohd. Yasin.
Dulu, Masjid Besar Baiturrahim Tarempa bernama Masjid Teluk Siantan.
Penamaan itu karena masjid ini dibangun di sisi Pantai Teluk Siantan atau terletak sekira 100 Meter dari laut, di pinggir jalan desa.
Pada awalnya, bangunan masjid ini terbuat dari kayu beratap zink berdinding papan dan berlantai ubin.
Mempunyai sebuah pintu menghadap ke Timur, satu buah jendela besar menghadap ke Utara.
Sepertiga dinding atas terbuat dari jaring-jaring kayu.
Secara keseluruhan masjid ini terdiri dari dua bagian, yaitu bangunan induk dan menara.
Antara bangunan induk dengan menara saling terhubung, dengan sebuah pintu kecil untuk masuk dan naik ke menara.
Selama kurang lebih 40 tahun keberadaan Mesjid Teluk Siantan, tercatat pula ada empat imam utama.
Selain memimpin jamaah, mereka juga ikut memberikan dakwah agama kepada masyarakat.
Keempat Imam tersebut yakni, Imam H. Mohd. Thaher asal Banjar mengabdi 3,5 tahun, Imam H. Gaffar asal Siantan mengabdi 4,5 tahun, Imam H. Mohd. Noer asal Batubara, Sumatera Utara mengabdi 18 tahun dan Imam H. Sahur bin Mim asal Siantan 14 tahun.
Sejarah Masjid Besar Baiturrahim ini menyimpan sejumlah kisah unik dan menarik yang masih tersohor dikalangan masyarakat.
Mengingat posisi awalnya yang berada di pesisir, masjid ini dulunya kerap digenangi air laut saat pasang.
Hal ini membuat sejumlah titik bangunan masjid menjadi keropos.
Akhirnya, sekitar tahun 1920-an, masjid ini dibangun permanen dan dipindahkan ke darat.
Pemindahan bangunan permanen dikerjakan secara gotong royong oleh penduduk Siantan, baik yang berada di bandar Siantan maupun penduduk yang berada di pulau-pulau sekitar Siantan.
Konon katanya, biaya pembangunan masjid ini didapat dari sumbangan para penjual karet. Setiap penjualan karet akan dipotong dan disimpan oleh amir yang berkuasa pada masa itu.
Menariknya dalam sejarah pembangunan permanen ini, tukang yang memimpin pekerjaan tersebut bernama Jonsit, seorang lelaki berasal dari etnis Tionghua.
Sedangkan arsitekturnya berasal dari orang keling yang didatangkan dari Singapura.
Model arsitektur masjid ini didesain dengan berciri arsitektur kolonial yang mengambil gaya bangunan Benua Eropa.
Setelah Pembangunan permanen yang memakan waktu sekitar lima tahun tersebut, pemimpin saat itu mengubah namanya menjadi Mesjid Raya Tarempa.
Tepat pada tahun 1925, masjid ini diresmikan oleh Amir Abd. Hamid dan disaksikan penghulu Tarempa bernama H. M. Yusuf.
Diperkirakan pada tahun 1925 M juga, dr. Abdul Satar dari Pulau Sumatera menghadiahi Masjid Raya Tarempa sebuah mimbar yang dibuat dari Jepara.
Sampai saat ini, mimbar tersebut masih berdiri kokoh dan anggun di mihrab Masjid Besar Baiturrahim Tarempa.
Tak hanya itu, cerita para orangtua yang masih melekat di masyarakat sampai saat ini, saat invasi perang Negara Jepang.
Konon katanya, wilayah Tarempa pernah diserang oleh tiga awak pesawat milik Jepang dengan menjatuhkan bom peledak di sejumlah titik.
Termasuk di kawasan yang sekarang menjadi RSUD Tarempa, daerah Teluk, daerah Tanjung dan satu titik lainnya di Masjid Jami' Baiturrahim.
Namun ajaibnya, Masjid Besar Baiturrahim tak hancur atau porak poranda karena bom tidak meledak.
Kepala Disparbud Anambas, Effi Sjuhairi mengatakan, selain cerita rakyat yang berkembang itu, Masjid Besar Baiturrahim ini juga pernah dikunjungi salah seorang tokoh bangsa.
Tepatnya pada tahun 1954, Wakil Presiden pertama Indonesia Mohammad Hatta pernah menyempatkan diri melihat bangunan Masjid Besar Baiturrahim Tarempa.
"Dalam catatannya, beliau mengaku jika Masjid Besar Baiturrahim Tarempa termasuk masjid terindah di Riau," kata Effi mengulang naskah sejarah yang dibacanya.
Meski telah termakan usia, bangunan masjid masih berdiri kokoh dan difungsikan sebagai tempat ibadah bagi masyarakat setempat.
Hal tersebut lantaran dilakukannya revitalisasi, namun tidak merubah struktur asli bangunan seperti pintu masjid yang masih dipertahankan hingga saat ini.
Bentuk struktur bangunan utama yang berupa persegi terlihat sederhana sebagaimana bangunan zaman dulu.
Dengan dinding cat warna putih dan hijau bagikan paduan warna yang tak terlalu megah tapi elok dipandang mata.
Tidak dapat dipungkiri, Mesjid ini memang memiliki nilai keindahan, keunikan dan penuh nilai-nilai arsitektur.
Tidak ada ornamen yang berlebihan, tapi dibeberapa titik dinding bangunan utama tertempel tulisan kaligrafi berbahasa Arab.
Selain itu, muka depan masjid juga dihiasi dengan kaligrafi bergaya Timur Tengah.
Sedangkan persis di bagian bawahnya tertulis nama lokasi masjid berwarna cokelat.
Masjid kebanggaan masyarakat Anambas ini sudah mengalami beberapa kali pemugaran dan perubahan nama.
Pada tahun 1980-an, Mesjid Besar Baiturrahim Tarempa ini mendapat penambahan teras kiri dan kanan dan menjadi serambi kiri dan serambi kanan guna menambah kapasitas daya tampung jamaah.
Pada tahun ini pula nama Mesjid Raya Tarempa berubah menjadi Mesjid Jamik Baiturrahim Terempa.
Beberapa tahun berikutnya, tepatnya tahun 1996, kondisi bangunan masjid mengalami kerusakan dibeberapa bagian lapisan atas atap, plat beton yang merupakan lapisan kedap air.
Pelapukan yang semakin hari semakin parah mengakibatkan kebocoran atap beton tersebut.
kepingan-kepingan beton bagian bawah atap semakin memburuk dan selalu berjatuhan.
Sehingga setelah dilakukan uji konstruksi oleh Badan pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) unit pelayanan teknis laboratorium uji kontruksi PUSPIPTEK Serpong, maka atap beton tersebut harus dibongkar dan dilakukan pembetonan ulang.
Selanjutnya pada 29 Januari 2001, dibentuklah Panitia renovasi masjid yang diketua oleh H. Arwien. A dengan Bendahara H. Djamaluddin. M.
Panitia ini dibentuk atas hasil musyawarah pemuka-pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat Siantan.
Dengan biaya yang diperoleh dari infak, sadaqah dan bantuan dari berbagai kalangan, maka pada tanggal 1 September 2003 pekerjaan pengecoran ulang atap beton dapat dilaksanakan.
Pekerjaan dilaksanakan secara gotong royong di bawah pengawasan dan petunjuk konsultan pengawas bernama Ir. Deden dan konsultan ahli bernama Ir. Dodi Palgunadi.
Keduanya didatangkan atas bantaun Perusahaan Conoco Philips Matak Base.
Berjalannya waktu, mengingat semakin banyaknya pertumbuhan penduduk di pulau Siantan, kapasitas masjid pun sudah tidak mumpuni untuk menampung jamaah yang banyak.
Oleh karenanya, pada tahun 2017 dibuat kembali DED yang ditangani oleh Dinas PUPR Anambas dengan pelaksanaan pekerjaan tahun 2018-2021.
Pada tahun 2021, masjid ini ditukar namanya menjadi Masjid Besar Baiturrahim Tarempa.
Perubahan nama ini atas dasar keputusan Kementerian Agama Kepulauan Anambas, karena masjid ini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Siantan dan dijuluki sebagai masjid besarnya kecamatan.
Masjid Jami Baiturrahim berdiri kokoh dengan arsitektur yang terbilang sederhana.
Pada ruang induk masjid berdiri kokoh lima tiang (pilar) utama sebagai penyangga menara masjid yang menjulang tinggi.
Bentuk tiang sengaja dibuat lurus tanpa ada lekukan atau diberi variasi lainnya. Tiang ini diberi nama “Tiang tauhid”.
Sementara, empat tiang yang lain diberi variasi dengan lekukan secara harmonis pada bagian bawah dan atas. Keempat tiang ini disebut sebagai “Tiang Syariat”.
Selain itu, bangunan induk masjid diapit oleh masing-masing enam tiang di sisi kiri dan kanan masjid.
Tiang-tiang ini disebut dengan tiang al-iman yang bermakna sebagai simbol rukun iman yang ada enam.
Makna filosofis yang terkandung di dalamnya bahwa kehidupan seorang muslim harus dijaga secara kokoh dengan pagar keimanan.
Dari keseluruhan tiang-tiang tersebut, baik yang di dalam maupun yang dikedua sisi masjid, semuanya berjumlah 17 tiang.
Adapun makna yang terkandung di dalamnya, sebagai kewajiban menegakkan salat lima waktu sehari semalam yang berjumlah 17 rakaat.
Kemudian pintu masjid dibangun begitu lebar, tiga menghadap ke halaman masjid, tiga di samping kiri dan kanan masjid.
Hal ini telah memberikan makna bahwa sebagai seorang muslim harus bersikap terbuka dan selalu mengutamakan ukhwah demi kemajuan.
Lalu menara masjid sengaja dibangun bertingkat empat. Hal ini dimaksudkan sebagai pelengkap bangunan induk yang merupakan bagunan dasar masjid.
Dengan demikian baik bangunan induk dan bangunan menara yang terdiri dari empat tingkat merupakan satu kesatuan bangunan yang tidak dapat dipisahkan. (nvn)
TRIBUNBATAM.id/Noven Simanjuntak
Caption : Masjid Besar Baiturrahim di Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Wisata religi bangunan peribadatan tertua dengan usia ratusan tahun yang masih berdiri kokoh, Selasa (26/8/2025)