ANAMBAS TERKINI

Jauh dari Kondisi Layak, Bigini Cara Sudiarto Sadarkan Pentingnya Pendidikan di Desa Suku Laut

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sudiarto Sitinjak saat mengajar

TRIBUNBATAM.id, ANAMBAS - "Haloo...mohon maaf terputus. Saya saja yang menelpon ya," ujar Sudiarto Sitinjak, S.Pd salah satu guru Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Mengkait ketika menerima panggilan telepon.

Dua kali panggilan telepon yang coba dilakukan kurang mendapat kualitas yang bagus.

Anehnya ketika Sudiarto melakukan panggilan telepon, tidak ada gangguan dalam kualitas telepon.

Sembari berseloroh, ia berspekulasi soal kualitas sinyal yang hilang timbul itu.

"Mungkin karena faktor cuaca. Di sini pun angin juga sedang kencang," sebutnya.

Balasan Menyentuh Mulan Jameela atas Nikita Mirzani ke Ahmad Dhani yang Menangis untuk Safeea

Video Jadwal Bola Liga Inggris Pekan Ini, Manchester United vs Southampton, Live MNC TV

BREAKINGNEWS - Dua Unit Rumah di Sungai Harapan Sekupang Batam Ludes Terbakar

Jadwal Bola Liga Italia Pekan Ini, AS Roma Jamu Lazio, Juventus Hadapi Napoli di Naples

Sudiarto saat ini menjadi Kepala Sekolah SMPN 2 Mengkait di Kecamatan Siantan Selatan.

Ia juga yang menjadi saksi ketika Bupati Anambas, Abdul Haris tertegun mendengar cita-cita pelajar di desa itu saat melakukan kunjungan sekitar satu pekan yang lalu.

Tak seperti cita-cita yang biasa didengar anak-anak kebanyakan, cita-cita yang disampaikan ke orang nomor satu di Anambas itu terbilang unik dan awam didengar di telinga orang dewasa.

Saat ditanya, beberapa dari mereka ada yang berkeinginan menjadi juru masak berkelas internasional, hingga seniman.

Hal ini yang rupanya membuat Bupati Anambas tertegun, bahkan sempat menitikkan air matanya. Yang menjadi menarik juga mungkin soal warga Desa Mengkait. Warga desa ini mayoritas Suku Laut.

Sudiarto pun menceritakan kisahnya ketika ia bersama sejumlah tenaga pengajar lainnya menyadarkan betapa pentingnya pendidikan.

Menjadi guru dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS), ia pun sempat penasaran dengan kehidupan di desa yang pada saat itu cenderung dianggap terdepan dan kerap mendapat kesan sebagai daerah tertinggal pada saat itu.

Ia sempat kaget ketika mengetahui lama perjalanan menuju desa yang menggunakan kapal kayu dengan berukuran kecil dengan lama waktu hingga berjam-jam lamanya.

Ini belum lagi dengan kondisi serba terbatas yang ia alami saat tinggal di desa itu.

"Waktu pertama kali berangkat ke Mengkait itu jujur kaget. Itu tahun 2011, karena pas penempatan memang saya langsung ditugaskan di Desa Mengkait. Lama waktunya sampai tiga jam. Sampai sana, semua harus dilakukan. Awalnya jadi bagian tata usaha. Saya bahkan harus membawa komputer ke rumah untuk membuat administrasi kantor. Ini belum lagi dengan ketersediaan listrik yang hanya menyala dari pukul enam sore sampai pukul 11 malam," bebernya.

7 Hal Ini Buat Haters Malah Jatuh Cinta Dengan Dunia Kpop Idol Loh, Apa Saja?

Jadi Peserta BPJS Ketangakerjaan, Gusrizal Bisa Tersenyum Karena Akhirnya Dapat Kaki Palsu

Sinopsis Film Dilan 1991 Kisah Cinta Dilan Milea, Ditolak di Makassar

JANGAN LUPA! Mulai Hari Ini, Kantong Plastik Mulai Bayar, Bawalah Tas Saat Belanja

Upaya untuk meningkatkan geliat untuk bisa mengenyam pendidikan, menjadi tantangan tersendiri bagi Sudiarto saat ditempatkan bertugas ‎ di sana.

Mengajak tenaga pengajar yang memiliki visi yang sama dan lebih dulu ditugaskan di desa itu, ia bahkan berkeliling sejumlah dusun di Desa Mengkait.

Dari sana, ia kemudian mendapatkan alasan mengapa anak-anak begitu minim dalam mengenyam pendidikan.

"Masih di tahun 2011, saya perhatikan begitu banyak anak-anak di desa. Namun, yang bersekolah kok sedikit. Setelah kami bertanya dengan sejumlah orangtua di desa, informasi akan pendidikan ini rupanya masih minim diterima mereka. Kami kemudian memberikan pemahaman kepada orangtua tentang pentingnya pendidikan. Meski ada juga yang khawatir darimana uang untuk mendukung anaknya sekolah, seperti uang seragam. Akhirnya kami jelaskan kepada mereka," sebutnya.

Komunikasi yang dilakukan pun, mulai membuahkan hasil. Tiga puluh orang anak-anak di desa dari berbagai tingkatan umur mendaftar di sekolah yang ia pimpin, dari jumlah pelajar sebelumnya yang hanya di bawah dua puluh orang pelajar.

Minat anak-anak ‎untuk bersekolah makin meningkat saat perwakilan pelajar dari desa itu mewakili Anambas untuk mengikuti O2SN pada tingkat Provinsi Kepri sekitar tahun 2012.

Terlebih, ketika pelajar itu pulang dan menceritakan pengalaman mereka saat berada di luar Anambas. Upaya untuk menyadarkan pentingnya pendidikan pun, mulai berbuah manis dirasakan tenaga pengajar yang mengabdi di desa itu, setelah mendengar beberapa anak asli Desa Mengkait ada yang sudah berprofesi sebagai polisi, pengacara hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Hanya satu keinginan yang belum ia lakukan bersama sejumlah tenaga pengajar di sana. Bagaimana caranya agar anak-anak minimal mendapat pendidikan akhir pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Mengatasi hal ini, pihaknya pernah mengusulkan agar adanya rumah singgah bagi pelajar di pulau yang berlokasi di Tarempa, sehingga anak-anak dari pulau bisa mengenyam pendidikan.

"Kami pernah usulkan seperti itu. ‎Hanya itu yang belum bisa tercapai. Karena di desa ini belum memiliki SMA. Untuk ketersediaan tenaga pengajar pun, kami terbilang minim. Jumlah guru yang ada saat ini enam orang guru. Lima orang berstatus PNS, dan satu orang yang berstatus Guru Tidak Tetap. Sebelumnya, kami pernah mengusulkan agar paling tidak ada sepuluh tenaga pengajar dan ditambah dua guru agama," ungkapnya.(tyn)

Berita Terkini