Arief resmi dilantik menjadi hakim konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 1 April 2013
Arief Hidayat merupakan guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Bidang keahlian Arief meliputi hukum tata negara, hukum dan politik, hukum dan perundang-undangan, hukum lingkungan dan hukum perikanan.
Arief Hidayat resmi menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sejak tanggal 14 Januari 2015, setelah diambil sumpahnya pada pelantikan yang dilakukan di ruang sidang lantai 2, Gedung Mahkamah Konstitusi RI
Arief diketahui sudah 2 kali melanggar kode etik hakim Mahkamah Konstitusi dan diminta untuk mundur oleh beberapa pihak termasuk pegawai Mahkamah Konstitusi sendiri.
5. I Dewa Gede Palaguna
Dikutip dari Wikipedia, I Dewa Gede Palguna adalah Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2015.
Dia dipilih sebagai Hakim Konstitusi dari unsur pemerintah.
Sebelumnya dia adalah dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana dan Hakim Konstitusi RI generasi pertama dari unsur Dewan Perwakilan Rakyat dan menjabat selama lima tahun pada periode 2003-2008.
Pada 5 Januari 2015, dia dipilih oleh Presiden Joko Widodo dari dua nama yang diajukan oleh Panitia Seleksi (Pansel) Hakim MK, yaitu Dr I Dewa Gede Palguna dan Profesor Dr Yuliandri.
Pengangkatan hakimnya berdasarkan Keppres No 1-P/2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi dari unsur presiden.
6. Dr Manahan MP Sitompul SH MHum
Manahan MP Sitompul menjabat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sejak 28 April 2015.
Pria asal Sumatera Utara tersebut terpilih sebagai hakim Mahkamah Konstitusi yang diusul Mahkamah Agung.
Manahan MP Sitompul terpilih menggantikan hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015.
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin ini mengucap sumpah jabatan di hadapan Presiden Joko Widodo pada Selasa (28/4/2015) di Istana Negara Jakarta.
Karier hakimnya dimulai sejak dilantik di PN Kabanjahe tahun 1986, selanjutnya berpindah-pindah ke beberapa tempat di Sumatera Utara sambil menyelesaikan kuliah S2 hingga tahun 2002 dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.
Pada tahun 2003, dia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada tahun 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen.
Pada 2007, dia kembali dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap. Setelah diangkat menjadi Hakim Tinggi PT Manado tahun 2010, diminta tenaganya memberi kuliah di Universitas Negeri Manado (UNIMA) dengan mata kuliah Hukum Administrasi Negara pada program S2.
Setelah mutasi ke PT Medan tahun 2012, Universitas Dharma Agung (UDA) dan Universitas Panca Budi (UNPAB) memintanya memberi kuliah di Program S2 untuk mata kuliah Hukum Kepailitan dan Hukum Ekonomi Pembangunan.
7. Dr Suhartoyo SH MH
Suhartoyo menjabat sebagai hakim konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu.
Pada 17 Januari 2015, pria kelahiran Sleman ini mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo sebagai hakim konstitusi.
Sebelumnya, dia adalah hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Pada 1986, dia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Dia pun dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011.
Beberapa posisi di antaranya adalah Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Dia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
8. Profesor Dr Saldi Isra SH
Pada 11 April 2017, Presiden Joko Widodo resmi melantik Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra untuk menggantikan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2017 – 2022.
Pria kelahiran 20 Agustus 1968 tersebut berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo oleh panitia seleksi (Pansel) Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 April 2017 lalu.
Selain Saldi, Pansel Hakim MK saat itu juga menyerahkan dua nama lainnya, yakni dosen Universitas Nusa Cendana (NTT) Bernard L Tanya dan mantan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Wicipto Setiadi.
Saldi Isra memulai pendidikan tingginya di Fakultas Hukum Universitas Andalas pada 1990. Lalu pada 1994, dia lulus dengan predikat summa cumlaude.
Pada 2001, Saldi Isra meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia.
Sementara gelar Doktor diraihnya pada 2009 di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saldi kemudian dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas pada 2010.
Selain sebagai ahli hukum tata negara, Saldi dikenal sebagai pegiat antikorupsi. Kepeduliannya pada gerakan antikorupsi ditunjukkan dengan diterbitkannya kumpulan esai berjudul "Kekuasaan dan Perilaku Korupsi".
Saldi Isra juga pernah mendapat penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award pada 2004. Penghargaan tersebut diraih Saldi setelah mengungkap korupsi di DPRD Sumatera Barat yang berlangsung sejak 1999.
Selain itu, Saldi Juga menerima penghargaan Megawati Soekarnoputri Award untuk kategori Pahlawan Muda bidang Pemberantasan Korupsi. Penghargaan itu diraihnya pada 2012 lalu.
9. Profesor Dr Enny Nurbaningsih SH MHum
Enny Nurbaningsih akhirnya terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia.
Wanita kelahiran Pangkal Pinang tersebut terpilih oleh panitia seleksi calon hakim konstitusi setelah melalui seleksi yang ketat.
Enny lahir di Pangkal Pinang pada 27 Juni 1962. Adapun latar belakang pendidikannya, Enny merupakan sarjana dari Fakultas Hukum UGM Yogyakarta pada tahun 1981.
Kemudian dia menamatkan program Pascasarjana di Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1995.
Enny juga berhasil meraih gelar doktor pada program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan tesis berjudul "Aktualisasi Pengaturan Wewenang Mengatur Urusan Daerah dalam Peraturan Daerah".
Selain itu, Enny juga memiliki rekam jejak karier yang beragam di bidang hukum.
Beberapa di antaranya, Staf Ahli Hukum DPRD Kota Yogyakarta, Kepala Bidang Hukum dan Tata Laksana UGM, Sekretaris Umum Asosiasi Pengajar HTN-HAN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Legal consultant di Swisscontact hingga menjadi penasihat pada Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah.
Dia juga berkarier sebagai Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Enny juga pernah meraih penghargaan tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya 10 tahun.
Penghargaan ini diberikan kepada pegawai negeri sipil yang telah mengabdi selama 10 tahun dengan menunjukkan kesetiaan, kedisiplinan, pengabdian dan keteladanan bagi pegawai lainnya.
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Ultimatum Mahfud MD untuk Mahkamah Konstitusi, 'Jangan Mau Diintervensi, Jangan Sudi Diteror'