Irak Isyaratkan Tak Bantu AS Jika Perang dengan Iran: Kami Sudah Lelah Berperang Empat Dekade

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Irak Barham Saleh

TRIBUNBATAM.ID, LONDON - Amerika Serikat mulai melobi tiga negara, Arab Saudi, Irak, dan Kuwait untuk membantu mereka jika terjadi perangt antara AS vs Iran.

Bantuan yang diharapkan tentu saja lahan dan fasilitas untuk peralatan dan pasukan AS, seperti yang diberikan Arab Saudi saat AS membombardir Irak.

Namun, Presiden Irak Barham Saleh, Rabu (26/6/2019), mengatakan bahwa negaranya tidak akan terseret dalam konflik lain di Timur Tengah, menyusul peningkatan ketegangan yang terjadi antara AS dengan Iran di wilayah itu.

"Kami telah mengalami empat dekade masa tantangan, perang dan kekacauan. Kami tidak ingin terlibat dalam perang lain, cukup!" Ujar Barham Saleh di London.

Emak-emak di Jambi Ini Joget Sambil Angkat-angkat Senjata, Polisi Pun Langsung Ambil Tindakan

Setiba di Batam, Mindo Tampubolon Langsung Ditahan di Lapas Klas II A Barelang

Indonesia Gandeng Australia, Incar Tuan Rumah Piala Dunia 2034

"Kami tidak bisa membiarkan negara kami terseret ke dalam konflik," tambahnya, dikutip AFP. Dengan ketegangan yang terus meningkat antara Iran dengan Amerika Serikat,

Presiden Saleh menegaskan bahwa negaranya tidak akan menjadi panggung bagi "negara-negara yang berperang".

"Kami meminta semua pihak untuk menurunkan ketegangan. Sudah cukup," kata Presiden cAbram Saleh.

"Kami tidak ingin menjadi korban konflik di Timur Tengah. Kami bahkan belum menyelesaikan (konflik) yang terakhir," tambahnya, merujuk pada perang melawan kelompok teroris ISIS.

Presiden Saleh mengungkapkan, negaranya memiliki hubungan baik dengan Iran maupun AS.

"Memiliki hubungan yang baik dengan Iran adalah kepentingan nasional kami, sementara AS adalah mitra yang sangat penting bagi Irak," ungkap Saleh.

Presiden Saleh yang mulai menjabat pada Oktober tahun lalu, mengungkapkan bahwa prioritas pemerintahannya adalah stabilitas.

"Kita perlu mengubah Irak dari zona konflik regional dan proksi menjadi zona perdagangan, pembangunan infrastruktur, dan pekerjaan serta masa depan bagi kaum muda," ujar presiden berusia 58 tahun itu.

Presiden Saleh mengunjungi Inggris dan bertemu dengan Perdana Menteri Theresa May, pada Selasa (25/6/2019). Keduanya membahas tentang kerja sama keamanan dan pembangunan bangsa.

Seperti diektahui, Irak pernah terlibat perang panjang di masa pemerintahan Saddam Husein.

Berperang selama tujuh tahun penuh dengan Iran, kemudian dengan Kuwait dan terakhir melawan pasukan sekutu yang dikomandani AS.

Perang terakhir membuat Irak porak-poranda karena sel-sel kelompok garis keras bermunculan dan membuat keonaran di Irak.

Aksi bom bunuh diri, mulai dari Alqaeda hingga yang terakhir, ISIS, masih terus terjadi sepanjang tahun.

Belum lagi pertentangan antara faksi-faksi di Timur Tengah seperti Sunni dan Syiah serta Kurdistan yang menuntut merdeka di utara Irak.

Kirim Juru Damai ke AS dan Iran

Sementara itu di Baghdad, Perdana Menteri Irak Adel Abdel Mahdi (foto) mengatakan, pihaknya akan mengirim delegasi ke Washington dan Taheran untuk mendinginkan dua pihak yang bersitegang tersebut.

Sebab, situasi ketegangan yang berpanjangan akan berisiko besar dengan negara-negara di sekitar Selat Hormuz, termasuk Irak.

Irak akan berupaya menyeimbangkan hubungan dengan kedua negara tersebut.

"Baghdad akan segera mengirimkan delegasinya ke Teheran dan juga Washington untuk mendorong ketenangan," kata Mahdi kepada wartawan, Selasa (21/5/2019).

AS dan Iran telah saling bertukar ancaman perang dalam beberapa hari terakhir. Washington bahkan mengumumkan telah mengirim armada serang angkatan laut dan pesawat pembom ke wilayah.

Alasan Donald Trump Batalkan Serangan ke Iran. 150 Nyawa Iran Tak Sebanding dengan Drone Tanpa Awak

Presiden Iran Sebut Trump Keterbelakangan Mental, Ingin Negosiasi Tapi Keluarkan Sanksi Baru

Washington menyebut, pengiriman armada serang tersebut sebagai tanggapan atas "ancaman" Iran, namun hingga kini tidak jelas "ancaman" yang dimaksud.

Pada Minggu (19/5/2019), sebuah roket Katyusha dilaporkan telah ditembakkan ke Zona Hijau di Baghdad, di mana terdapat kantor-kantor pemerintahan, perumahan, dan kedutaan AS di Irak.

Insiden serangan itu terjadi hanya berselang beberapa hari setelah Washington memerintahkan evakuasi staf diplomatnya.

Abdel Mahdi menekankan perlunya menghindari memberi ruangan kepada pihak lain untuk memanasi situasi.

"Kami tidak akan membiarkan Irak menjadi zona perang maupun landasan bagi perang melawan negara mana pun," tambahnya.

"Menenangkan situasi yang ada akan memberi keuntungan baik bagi kepentingan Irak dan rakyatnya, maupun kepentingan wilayah secara umum," ujar Mahdi.

Irak tidak memiliki pilihan untuk menjauhkan diri dari situasi ketegangan yang terjadi antara Iran dengan AS.

Baghdad juga siap untuk bekerja sama dengan negara-negara Eropa maupun Arab untuk membantu menenangkan situasi di kawasan Teluk.

Ditambahkan seorang pejabat Irak lainnya, Baghdad akan menjadi tempat yang cocok untuk pembicaraan AS dengan Iran.

"Hal tersebut lantara Amerika Serikat menganggap Irak sebagai satu-satunya negara yang dapat menyatukan kedua negara untuk negosiasi," kata pejabat yang meminta tidak disebutkan namanya, kepada AFP.

Berita Terkini