Setelah lolos dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Gatot dilantik menjadi Panglima TNI menggantikan Moeldoko yang pensiun pada 1 Agustus 2015.
Pria kelahiran Tegal 13 Maret 1960 ini pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Ia juga pernah menjabat sebagai Pangdam V/Brawijaya periode 2010-2011.
Setelah itu Gatot menjadi Komandan Kodiklat TNI AD dan Pangkostrad pada 2013-2014.
Ia tercatat menjadi prajurit TNI selama 36 tahun sejak 1982.
Gatot resmi pensiun pada 31 Maret 2018.
Sebelum pensiun, posisinya digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Setelah tak lagi menjadi perwira TNI aktif, nama Gatot santer disebut dalam berbagai lembaga survei calon presiden atau wakil presiden.
Hasil survei nasional Poltracking Indonesia sempat menyebut Gatot dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019.
Selain itu, nama Gatot Nurmantyo juga masuk daftar cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Akan tetapi, saati itu Gatot secara tak langsung menyiratkan dirinya akan berkiprah di dunia politik.
Pada masa kampanye Pilpres 2019, Gatot pernah hadir dalam acara pidato kebangsaan Prabowo di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019).
Ia diberikan kesempatan berbicara seusai Prabowo menyampaikan pidato kebangsaannya.
Gatot pun mengungkapkan alasan kenapa dirinya hadir dalam acara tersebut.
Ia mengatakan, melalui telepon Prabowo meminta dirinya hadir untuk berbicara mengenai beberapa permasalahan terkait kemiliteran.
5. Basuki Tjahaja Purnama
Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok mengawali karier politiknya sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung.
Pada 2005, ia maju dalam Pilkada Kabupaten Belitung dan berhasil meraih suara 37,19 persen.
Pada 22 Desember 2006, Ahok menyerahkan jabatan bupati ke wakilnya.
Sebab, saat itu ia memutuskan maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007.
Namun, ia gagal terpilih.
Ahok sempat menjadi anggota DPR pada 2009.
Ia mencalonkan diri dari Partai Golkar.
Namun, Partai Golkar bukan merupakan partai politik pertamanya.
Ahok pernah menjadi kader Perhimpunan Indonesia Baru.
Pada 2012, Ahok memutuskan keluar dari Partai Golkar dan masuk ke Partai Gerindra.
Ia menjadi calon wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo.
Selang dua tahun kemudian, Ahokmenjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah Jokowi terpilih menjadi presiden pada Pilpres 2014.
Setelah itu, Ahok memutuskan maju di Pilgub DKI 2017. Ia berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat.
Namun Ahok-Djarot kalah di putaran kedua pemungutan suara dari lawannya, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Pada saat yang sama, Ahok tersandung kasus penistaan agama. Ia ditetapkan tersangka pada 16 November 2016.
Pada 9 Mei 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara.
Ahok bebas pada 24 Januari 2019.
Setelah bebas, Ahok diharapkan pendukungnya kembali berkiprah di perpolitikan nasional.
Meski disebut sebagai "kuda hitam" namun status Ahok sebagai mantan terpidana kasus penistaan agama menjadi hambatan jika dicalonkan atau mencalonkan pada Pilpres 2014.
Ahok didakwa melanggar dua pasal, yakni Pasal 156 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun dan Pasal 156a KUHP dengan ancaman pidana penjara 5 tahun.
Sementara itu, Pasal 169 huruf p Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menyatakan calon presiden dan wakil presiden tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Dengan demikian, Ahok dinilai sulit memenuhi syarat jika akan mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai calon presiden maupun wakil presiden.
Sedikitnya ada Tiga Kriteria
Menurut peneliti Denny JA, Rully Akbar sedikitnya ada 3 kriteria dalam menentukan 15 tokoh tersebut.
Yakni popularitas di atas 25%, berasal dari empat sumber rekrutmen, dan penilaian subyektif dari peneliti LSI Denny JA.
Sementara untuk empat sumber tersebut yakni berasal dari pejabat pemerintahan pusat, pimpinan partai politik, kepala daerah, serta kalangan profesional, swasta, atau organisasi masyarakat.
Adapun sumber rekrutmen dari kalangan kepala daerah terdiri dari empat gubernur, di antaranya:
1. Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masuk dalam jajaran kandidat potensial maju ke Pilpres 2019. Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta masa bakti 2017-2022.
Anies bersama Sandiaga Uno memenangkan pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta pada 2017 setelah melewati dua putaran. Diusung oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, pasangan ini menang atas 57,95% suara, dukungan tertinggi dalam pemilihan umum gubernur Jakarta.
2. Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga menjadi salah satu kandidat yeng berpotensi maju Pilpres 2024 menurut LSI Denny JA. Pria yang akrab disapa Kang Emil ini telah menjabat sebagai gubernur Jawa Barat sejak 5 September 2018.
Sebelum menjadi pejabat, Kang Emil memiliki karier sebagai seorang arsitek merangkap dosen tidak tetap di Institut Teknologi Bandung.
Pada tahun 2013 Emil yang dari kalangan profesional dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerakan Indonesia Raya sebagai wali kota Bandung dengan didampingi oleh Oded Muhammad Danial sebagai calon wakil wali kota.
Dalam rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Kota Bandung pada 28 Juni 2013, pasangan ini unggul telak dari tujuh pasangan lainnya dengan meraih 45,24% suara sehingga pasangan Ridwan dan Oded menjadi pemenang dalam Pemilihan umum Wali Kota Bandung 2013.
Pada pemilihan umum Gubernur Jawa Barat 2018, Ridwan Kamil diusung sebagai calon gubernur, berpasangan dengan Uu Ruzhanul Ulum oleh PPP, PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura.
3. Ganjar Pranowo
LSI Denny JA menilai Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga berpotensi maju ke Pilpres 2024. Ganjar Pranowo dua kali menjabat sebagai gubernur jawa Tengah. Jabatannya di periode kedua ini dimulai sejak 5 September 2018 lalu.
Sebelumnya, ia adalah Gubernur Jawa Tengah periode pertama sejak 23 Agustus 2013 hingga 23 Agustus 2018 dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2004–2009 dan 2009–2013.
4. Khofifah Indar Parawansa
Khofifah Indar Parawansa menjabat sebagai gubernur Jawa Timur sejak 13 Februari 2019. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Sosial Indonesia ke-27 yang menjabat sejak tanggal 27 Oktober 2014 hingga 17 Januari 2018.
Ia juga adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ke-5 pada Kabinet Persatuan Nasional. Pada tanggal 27 Oktober 2014, ia dipilih oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi Menteri Sosial dalam Kabinet Kerja.
Khofifah Indar Parawansa saat bertemu Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, Minggu (11/2/2019) (surya.co.id/fatimatuz zahro)
Pada tanggal 17 Januari 2018, Khofifah mengundurkan diri dari jabatannya karena mengikuti Pilgub Jawa Timur 2018 dan digantikan oleh Idrus Marham.
Pada tahun 2018, Khofifah mengikuti Pemilihan umum Gubernur Jawa Timur 2018 berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak (Emil Dardak), Bupati Trenggalek. Pasangan Khofifah-Emil didukung oleh Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, PPP, Partai NasDem, dan Partai Hanura.
Pasangan ini berhasil memenangi Pilgub Jawa Timur 2018 dengan memperoleh 10.465.218 suara atau 53,55% dari jumlah suara keseluruhan mengalahkan pasangan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno.
6 dari tokoh elite Partai Politik
Selain dari 9 tokoh profesional dan kepala daerah yang di atas, 6 di antaranya adalah elite partai politik yakni:
Prabowo Subianto,
Sandiaga Uno,
Airlangga Hartarto,
Agus Harimurti Yudhoyono, P
Puan Maharani,dan
Muhaimin Iskandar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Profil Sri Mulyani, Tito Karnavian, hingga Ahok, Calon Kuda Hitam Pilpres 2024"