Hanya saja, dalam berita acara itu tidak ada tanda tangan serikat pekerja.
Bubarkan DPK
Panglima Garda Metal FSPMl Kota Batam Suprapto juga mengungkapkan kejengkelannya dengan perundingan lantaran sikap Disnaker Batam dan organisasi pengusaha.
Sebab, mereka mengunci angka UMK sebesar 8,51 persen sehingga menurut dia, tidak ada gunanya perundingan.
“Kalau begini kan tidak ada artinya Dewan Pengupahan(DPK). Kalau tidak perlu, bubarkan saja DPK Kota Batam sekalian,” katanya.
Suprapto menambahkan, UMK Kota Batam yang diinginkan pengusaha Rp 4.130.279 jauh dari kesejahteraan buruh.
Sekarang, katanya, harga sembako, biaya transportasi dan beberapa kebutuhan pokok lainnya mengalami kenaikan. Jika dibandingkan biaya hidup saat ini, UMK tersebut sangat jauh dari kebutuhan.
Perundingan DPK kemarin merupakan yang kedua.
Rapat pertama yang digelar pada Selasa (5/11) pekan lalu berlangsung a lot. Pihak buruh mengajukan angka berdasarkan KHL menurut hasil survei mereka dan menolak UMK versi PP.78/2015.
Namun, pada perundingan kedua, kalangan pengusaha dan Disnaker tetap mematok UMK berdasarkan aturan yang berlaku.
Hal itu karena PP.78/2015 berkekuatan hukum tetap yang kemudian dikukuhkan oleh Peraturan Kementerian Tenaga kerja.
Perwakilan pengusaha menyatakan menerima angka UMK 2020 karena sesuai dengan aturan yang berlaku.
Hal ini juga menjadi rujukan hukum bagi investor yang menanamkan investasinya di Kota Batam. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan, pengusaha dalam rapat pertama, Selasa pekan lalu, sudah menyetujui kenaikan itu.
"Pada dasarnya para pengusaha ikut dengan kebijakan pemerintah sebagaimana usulan UMK 2020 berada pada angka Rp. 4.130.279. Kita tidak bisa keluar dari peraturan pemerintah tersebut karena itu dasar hukumnya," ucap Rudi.
Terkait penolakan buruh dan aksi wlk out serikat pekerja, Rudi dapat memaklumi dan menghormatinya. “Ya, itu hak mereka, kita juga tak bisa melarang,” katanya.