TRIBUNBATAM.id, BATAM - Salah satu panganan laut paling populer di kota Batam adalah gonggong.
Siput laut bercangkang putih kecoklatan yang jadi makanan khas Kepulauan Riau ini banyak disajikan di restoran seafood.
Memiliki nama latin Laevistrombus canarium, siput ini sangat mudah ditemukan di hampir seluruh wilayah Kepulauan Riau.
Gonggong umumnya disajikan dengan sangat sederhana.
• Mengenal Lebih Dekat Lokasi Coastal Area Tanjungbalai Karimun, Sering Jadi Tempat Perhelatan Besar
• Aksi Heroik Anggota Polisi, Selamatkan Wanita Muda yang Hendak Bunuh Diri di Sungai Karena Asmara
• Janda Muda dan Seorang Duda Ditangkap Sedang Pesta Sabu, Polisi Juga Amankan Tisu Magic
Siput laut bercitarasa gurih ini cukup dimasak dengan cara direbus.
Sebagai teman menyantap, disajikan pula sambal khusus yang bisa digunakan sebagai cocolan.
Karena gonggong memiliki cangkang, sedikit diperlukan usaha untuk bisa menyantapnya.
Biasanya, orang makan gonggong dengan mengeluarkan isinya menggunakan tusuk gigi.
Setelah berhasil keluar, barulah dicocol dengan sambal yang pedas gurih.
Hewan laut yang termasuk dalam famili molusca ini memiliki daging yang sangat lembut dan kenyal, sehingga tidak perlu waktu lama untuk memasaknya.
Di wilayah Kepulauan Riau, gonggong banyak ditemukan di perairan Desa Lobam, Tanjung Uban, Pulau Bintan dan Batam.
Saat air surut, warga pesisir pantai biasanya mencari gonggong hingga ke tengah laut dengan berjalan kaki.
Menurut sejumlah sumber, kandungan gizi gonggong sangat tinggi, bahkan sebagian orang percaya makanan gonggong ini mampu merasang pertumbuhan hormon, serta meningkatkan vitalitas.
Hingga saat ini, gonggong sudah terkenal hingga ke Malaysia, Singapura, Korea, Thailand, hingga India.
Hampir semua wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke Batam pasti menyempatkan diri untuk mencicipi hidangan satu ini.
Saking populernya hewan ini di Kepulauan Riau, Gonggong bahkan dijadikan ikon kota Tanjungpinang yang merupakan ibukota kepulauan Riau.
Asal usul
Melansir berbagai sumber, sebutan gonggong berasal dari orang Hokkien yang datang dari Tiongkok sekitar tahun 1960-an.
Saat itu, di sejumlah pesisir pantai, khususnya pantai Tanjungpinang, ada beting yang muncul saat air laut sedang surut.
Beting atau timbunan pasir berlumpur tersebut berada di antara Pelantar 3 dan Pulau Bayan.
Di beting itulah terdapat banyak gonggong.
Mereka, orang Hokkien yang baru pertama melihat gonggong lantas mencoba untuk memakannya.
Karena belum pernah menjumpainya, mereka asal saja menyebutnya gong.
Dalam bahasa Hokkien, gong artinya bodoh.
Mereka menyebutnya bodoh lantaran saat diambil dari pasir atau lumpur, gonggong tetap diam saja tak bergerak.
Setelah warga Tionghoa tempatan ikut menyukai makanan baru itu, nama gonggong pun mulai dikenal di sekitar Pelantar 3.
Kemudian berkembang semakin luas ketika warga Tanjungpinang lain turut gemar menyantapnya.