Kepsek SMPN 1 Nubatukan Ungkap Adanya Grup Online Maksiat di Lembata
Kepala SMP Negeri 1 Nubatukan Melkior Muda Making berhasil menguak adanya grup online maksiat di Lembata yang juga melibatkan para pelajar SMP dan SMA.
Dibantu tim IT sekolah yang mumpuni dan laporan dari siswa, lebih jauh Melkior akhirnya sadar kemudahan mengakses internet dan lemahnya pengawasan orangtua turut menjadi sebab para pelajar mengakses konten-konten pornografi dan pornoaksi.
Dia pun mengambil langkah cepat membatasi peserta didiknya mengakses internet di sekolah.
Ditemui POS-KUPANG.COM di ruang kerjanya, Jumat (6/3/2020), Melkior merunut usahanya menguak adanya grup maksiat tersebut.
Saat pertama kali menjadi kepala sekolah pada 2018, dia sadar aturan penggunaan ponsel di sekolah masih longgar.
Pihak sekolah pun langsung melakukan sosialisasi kepada orangtua perihal penggunaan android oleh para pelajar. Meski dia mengakui melarang sepenuhnya siswa memakai ponsel juga tentu tak dibenarkan karena mereka perlu tahu yang namanya literasi digital.
Sekolah pun mengeluarkan aturan peserta didik diizinkan memakai ponsel dan mengakses internet sekolah hanya pada hari Sabtu.
Seiring berjalannya waktu, Melkior dan para guru menemukan beberapa persoalan yang diadukan ke guru konseling ternyata bermula dari percakapan-percakapan para siswa di media sosial. Misalnya, ada siswa yang mengadu diejek dan dihina melalui inbox Facebook.
"Kayaknya ini kalau kita serius, mungkin kita bisa temukan yang lebih besar dari ini," kenangnya.
Para guru pun melakukan inspeksi mendadak (sidak) guna mengecek konten-konten yang ada di dalam ponsel milik siswa. Pada sidak pertama yang dilakukan oleh tim kesiswaan, banyak siswa yang menyembunyikan ponsel mereka dengan berbagai cara karena panik.
"Perilaku macam begini kan, kalau kita sebagai pendidik mulai bertanya, ada apa ini. Kalau handphonenya tidak bermasalah kenapa harus disembunyikan," ujarnya.
Hasilnya, sekitar ratusan ponsel berhasil dikumpulkan dari tangan para siswa. Kemudian ditemukan ada 23 ponsel siswa yang ada indikasi pornografi, pornoaksi dan kekerasan dalam bentuk apa pun. Sementara ponsel yang tidak ada indikasi sama sekali dikembalikan.
Orangtua para siswa yang ponselnya ada indikasi pornografi, pornoaksi dan kekerasan dipanggil dan diberi pemahaman.
Melkior menyebutkan di hadapan orangtua, dinyatakan bahwa di dalam ponsel anak-anak mereka ada hal-hal yang tidak pantas untuk usia di bawah umur termasuk cara komunikasi anak dengan teman sebaya yang tidak beretika.
"Rata-rata orangtua memang tidak tahu aplikasi atau fitur-fitur hape, anak-anak lebih cerdas dan mereka lebih tahu," ungkap dia. Sejumlah orangtua pun mengakui kalau mereka tidak bisa mengontrol anak anak mereka memakai ponsel.