TRIBUNBATAM.id, BATAM – Kasus dugaan alih fungsi hutan lindung menjadi kaveling di Kota Batam menjadi perhatian khusus Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Selain kasus milik PT Prima Makmur Batam (PMB), KLHK juga masih menangani 1 (satu) kasus lainnya terkait dugaan alih fungsi hutan lindung di Kota Batam.
“Satu berkas masih di Kejaksaan (Kejaksaan Agung). Mudah-mudahan lancar,” ungkap Direktur Penegakan Hukum (Dir Gakkum) Pidana KLHK, Yazid Nurhuda kepada TribunBatam.id, Minggu (21/6/2020).
Pihaknya akan terus mengawal setiap kasus. Sebab, selain merugikan banyak konsumen, kasus dugaan alih fungsi hutan lindung di Batam membuat kerusakan cukup berat terhadap hutan lindung Sei Hulu Linjai di Kecamatan Nongsa.
Apalagi saat membuka lahan, pihak perusahaan diketahui menggunakan alat berat berupa ekskavator.
"Nanti saya cek penyidik," ujarnya menjawab informasi masih terjadinya proses jual-beli di salah satu lahan milik perusahaan.
Sementara itu, salah seorang konsumen PT PMB, Aan menyebut, pihaknya meminta pihak berwenang untuk mengedepankan hak mereka sebagai konsumen.
“Kami minta hak pemulihan konsumen kami. Banyak konsumen merugi. Saya juga sudah menghubungi Ibu Menteri LHK untuk ikut mengawal ini,” tegasnya.
Menurutnya, beberapa hari lalu, dia dan beberapa konsumen telah membuat laporan ke Polda Kepri.
Hampir 9 jam salah satu dari mereka dimintai keterangan oleh penyidik Polda Kepri.
“Sekitar 9 hingga 10 jam saya BAP berjalan,” ucapnya.
Cari Direktur PT PMB
Sejumlah konsumen PT Prima Makmur Batam (PMB) menuntut ganti rugi kepada pihak perusahaan.
Hampir seluruh konsumen mengaku telah memberikan uang kepada pihak perusahaan untuk membeli kaveling di lahan milik mereka kawasan Punggur, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Provinsi Kepri itu.
“Kami meminta yang berwenang menyikapi tegas kasus ini. Kemana kami mau menuntut ganti rugi? Hampir semua sudah bayar (kaveling) itu. Sementara, kasus terus berjalan,” ujar seorang konsumen, Ilyas, kepada TribunBatam.id, Minggu (21/6/2020).