Editor : Tri Indaryani
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Didakwa melakukan pengeruk pasir secara ilegal di wilayah Nongsa, Johanes Yanto alias Aguan dituntut hanya satu tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Johanes Yanto Als Aguan dengan pidana penjara selama 1(satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp 500 juta subsidair selama tiga bulan bulan kurungan," demikian bunyi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Batam Herlambang Adhi Nugroho.
Tuntutan ini, sangat jauh lebih ringan dari pasal yang dilanggar terdakwa Johanes Yanto Als Aguan.
Yakni Pasal 158 UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Tuntutan tersebut digelar secara online.
Hakim Pengadilan Negeri Batam yang menyidangkan di antaranya Egi Novita dan kawan-kawan, dan terdakwa didampingi secara terpisah oleh Rio Napitupulu.
Sidang tersebut akan dilanjutkan dengan pembacaan pledoi oleh kuasa hukum, terdawa Aguan.
• Ujian SKB CPNS 2019 Mulai Digelar, Peserta Tak Wajib Lakukan Rapid Test Covid-19
Seperti diketahui, terdakwa Aguan ditangkap oleh Ditreskrimsus Polda Kepri pada 6 Maret 2020.
Aguan ditangkap pada Sabtu malam pukul 21.00 WIB di sebuah cafe di Mall Botania, Batam Kota.
Penangkapan melibatkan Tim Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri.
"Dia sempat menghilang, sebelumnya kita sudah amankan 20 orang penambang dan empat pekerja alat berat, empat orang sebagai pencatat, dan 11 orang sopir lori, dan seorang penjual makanan," ujar Direktur Reskrimsus Polda Kepri Kombes Pol Hanny Hidayat kepada wartawan, Sabtu (7/3/2020) sebelumnya.
Kombes Pol Hanny Hidayat ini menangkap 11 dump truk yang tengah beroperasi.
Polisi mendapatkan informasi dari masyarakat yang menyebutkan adanya kegiatan penambangan tanah ilegal di lokasi tersebut.
Sedikitnya ada sekitar 11 angkutan jenis dump truck dan empat eskavator yang tengah mengeruk pasir.
Modus para penambang pasir adalah dengan memotong bukit dan meratakan, serta mengambil pasir yang terkandung di dalamnya, setelah itu ditinggalkan begitu saja, setelah pasirnya mereka cuci dan saring.
Para pekerja mengaku mendapat keuntungan yang lumayan dari kegiatan tersebut.
Omzet tambang pasir itu mencapai Rp 1,8 miliar.
Diduga tambang tersebut ilegal atau tak memiliki izin tambang. Operasional tambang tersebut juga diperkirakan sudah cukup lama.
Dalam menjalankan bisnis pengerukan pasir ilegal itu, Aguan bekerjasama dengan Taufik yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Kepri. Kemudian, Taufik mencari alat berat berupa ekskavator milik Bernard Francius Gultom.
Belum terhitung satu bulan, usaha ilegal mereka dibekuk Polda Kepri dan Aguan ditangkap lalu dimasukan ke sel.
Sementara itu, berdasarkan pantauan wartawan di lapangan, pengerukan pasir di wilayah Nongsa masih marak. Namun, terlihat dan terkesan para pemain aman-aman saja dari penangkapan aparat. (Tribunbatam.id/Leo Halawa)