Editor: Dewi Haryati
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Konsesi air bersih di Batam akan segera berakhir. Presiden Direktur PT Adhya Tirta Batam (ATB), Benny Andrianto Antonius menyatakan, tidak semua aset milik PT ATB akan diserahkan kepada Badan Pengusahaan (BP) Batam ketika konsesi berakhir tanggal 14 November 2020 mendatang.
Menurut Benny, terdapat dua jenis aset, yaitu aset tangible dan intangible. Adapun jenis aset yang tidak diserahkan adalah aset tangible. Aset yang tidak berkaitan langsung dengan inti bisnis pengelolaan air bersih dalam kontrak kerja sama.
"Kontrak kerja samanya kan tentang produksi dan distribusi air. Aset yang diserahkan ya pastinya yang berhubungan dengan pengelolaan air, seperti pipa," jelas Benny, Senin (7/9/2020).
Termasuk juga aset seperti sistem bersertifikat ISO, sistem IT dan information system. Contohnya sistem operasi distribusi air atau supervisory control and data acquisition (SCADA).
Diketahui, melalui perangkat SCADA, ATB dapat mendeteksi kekuatan aliran dan tekanan air, debit air, kapasitas dan kualitas air yang diproduksi dari suatu tempat.
• Laporkan BP Batam ke KPPU, Ini Argumentasi ATB Soal Keberatannya, dan Tanggapan Kepala BP Batam
SCADA mulai dijalankan ATB sejak Januari 2017. Sistem SCADA yang terintegrasi merupakan sistem kekinian pertama untuk manajemen pengelolaan air dan satu-satunya yang ada di Indonesia.
Karena itu, Benny mengatakan, apabila hak pengelolaan air bersih di Batam telah dipegang oleh perusahaan lain, maka perusahaan tersebut harus dapat menerapkan sistem pengelolaan air secara mandiri.
"Kebetulan sistem kami sudah bersertifikasi ISO. Sistem ini tidak mungkin diserahkan, sehingga seandainya nanti PT Moya ditunjuk menjadi pemenang, mereka bangun sistem dan IT sendiri, yang harus sudah diterapkan tanggal 15 November pukul 00:01 Wib," tegas Benny.
Siapkan Pesangon
Perjanjian konsesi air antara PT Adhya Tirta Batam (ATB) dan Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam pengelolaan air bersih di Batam akan berakhir pada 14 November 2020 mendatang.
Presiden Direktur PT ATB, Benny Andrianto Antonius mengatakan, sebelumnya BP Batam telah mengumpulkan sejumlah karyawan PT ATB di Temenggung Abdul Jamal, dan menjanjikan apabila konsesi berakhir, maka karyawan PT ATB dapat diterima bekerja di badan usaha BP Batam tanpa tes.
"Menurut survei kami, 93 persen karyawan PT ATB berminat masuk ke BP Batam," ungkap Benny, Senin (7/9/2020).
Namun, menjelang berakhirnya konsesi tersebut, pihak BP Batam nyatanya belum siap menjalankan operasi pengelolaan air bersih secara mandiri, sehingga kembali membuka lelang Pemilihan Mitra Kerjasama Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan Selama Masa Transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
Benny menilai, jika pengelolaan air setelah masa konsesi jatuh ke tangan pihak swasta lainnya, maka arah tujuan karyawan PT ATB masih belum dapat dipastikan. Sebab, tanggungjawab perusahaan terhadap karyawan dengan serta merta habis pada tanggal 14 November tersebut.
• Pengelola Air Bersih di Batam Beralih ke PT Moya Indonesia, DPRD: Pelayanan Mesti Ditingkatkan
• Profil PT Moya Indonesia, Pemenang Tender Pengelolaan Air Bersih di Batam
Meski demikian, PT ATB telah memastikan bahwa pesangon bagi karyawan setelah masa konsesi berakhir akan tetap dibayarkan oleh pihak perusahaan. Pesangon ini akan dibayarkan apabila karyawan tidak keluar sebelum tanggal berakhirnya konsesi tersebut.
"Masalah pesangon aman, akan diberikan setelah tanggal 14 November," ujar Benny.
PT Moya Indonesia Gantikan ATB
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, BP Batam, Dendi Gustinandar mengungkapkan, PT Moya Indonesia terpilih sebagai peserta terbaik dalam proses lelang Pemilihan Mitra Kerjasama Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan Selama Masa Transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
Itu artinya, PT Moya Indonesia akan segera mengelola air bersih untuk wilayah Batam selama masa transisi selama enam bulan.
Sebelumnya, BP Batam telah mengundang sejumlah perusahaan yang memiliki pengalaman mengelola SPAM dengan kapasitas minimum 3.000 liter per detik, termasuk di antaranya, PT Adhya Tirta Batam (ATB).
Berdasarkan hasil evaluasi penawaran yang telah dimasukkan para peserta lelang, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, BP Batam, Dendi Gustinandar, mengungkapkan bahwa peserta terbaik yang dipilih adalah PT Moya Indonesia.
"Penetapan pemenang sudah dilakukan pada tanggal 4 September 2020 kemarin," ujar Dendi dalam rilis via whatsapp.
Selanjutnya, BP Batam membuka kesempatan bagi para peserta lainnya untuk mengajukan keberatan dalam melakukan sanggahan terhitung tanggal 7 sampai 9 September 2020.
Terkait keberatan ini, pihak PT ATB telah melayangkan laporan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan adanya diskriminasi dalam syarat keikutsertaan proses lelang tersebut.
• Profil PT Moya Indonesia, Pemenang Tender Pengelolaan Air Bersih di Batam
"Mulai hari ini (7/9/2020) sampai 9 September 2020, kami akan menggunakan hak untuk menyampaikan keberatan," tegas Presiden Direktur PT ATB, Ir. Benny Andrianto Antonius di lokasi Water Treatment Plant (WTP) PT ATB, Duriangkang, Senin (7/9/2020).
Pihaknya menyebut pada tanggal 3 September 2020, PT Adhya Tirta Batam (ATB) telah melaporkan Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pelaporan ini terkait pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diduga dilanggar oleh BP Batam.
Pasalnya, BP Batam yang belum mampu mengelola sistem penyediaan air minum (SPAM) secara mandiri telah menyelenggarakan proses lelang bagi empat perusahaan, yaitu PT Moya Indonesia, PT Suez Water Treatment Indonesia, PT Pembangunan Perumahan Infrastruktur, dan PT Adhya Tirta Batam (ATB).
Namun, pihak ATB mengaku dalam undangan lelang, terdapat persyaratan yang harus ditandatangani oleh PT ATB dengan poin-poin khusus yang dinilai memberatkan PT ATB.
Adapun syarat khusus yang ditetapkan oleh BP Batam dan harus disanggupi PT ATB guna mengikuti proses lelang, seperti yang diungkapkan oleh Presiden Direktur PT ATB, Ir Benny Andrianto Antonius, adalah kewajiban mengikuti kajian dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"ATB diberikan syarat khusus, bahwa berkewajiban untuk memenuhi hasil kajian dari BPKP," ujar Benny, Senin (7/9/2020).
Padahal, tambah Benny, kajian BPKP hanya dipenuhi sebagai syarat pengakhiran konsesi saja dan tidak tepat apabila ditetapkan sebagai syarat mengikuti lelang.
Oleh karena itu, pihak PT ATB menilai BP Batam telah menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan dalam hal diskriminasi dalam penyelenggaraan lelang Pemilihan Mitra Kerjasama Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan Selama Masa Transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
"Kita sudah berupaya komunikasi dengan menulis surat keberatan akan prasyarat tersebut, tapi tetap, jawabannya wajib mengikuti syarat khusus apabila ingin mengikuti proses lelang," jelas Benny.
(TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)