Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, kemudian berterima kasih kepada Turki atas dukungannya tetapi mengatakan negaranya tidak membutuhkan bantuan militer.
• Disebut Langgar Aturan Karantina Usai Pulang dari Turki, Menteri Malaysia Ini Membantah Tegas
"Pertempuran akan berhenti jika pasukan Armenia segera meninggalkan tanah kami," katanya.
Maksud Turki secara terang-terangan mendukung Azerbaijan, selain karena kedekatan antardua negara, juga secara diplomatis membalas sikap Prancis.
Menlu Turki, Cavusoglu menganggap empati Prancis kepada negara Armenia sama saja artinya dengan mendukung pendudukan Armenia di Azerbaijan, dalam hal ini Nagorno-Karabakh.
Turki menganggap sikapnya mendukung Azerbaijan juga setara seperti sikap Prancis terhadap Armenia.
• Lupakan Sejenak Drama AS dan China, Yunani Tak Senang Turki Pamer Otot Militer di Laut Siprus
Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang negaranya adalah rumah bagi banyak orang keturunan Armenia, menanggapi hal tersebut saat berkunjung ke Latvia.
Dia mengatakan Prancis sangat prihatin dengan hasrat berperang dari Turki dan yang pada dasarnya itu memperkeruh situasi Nagorno-Karabakh.
"Dan itu tidak akan kami terima," kata Macron terkait dukungan terang-terangan Turki kepada Azerbaijan.
Tak Mau Berdamai
Baik Armenia dan Azerbaijan pun mendapat tekanan untuk berdamai bahkan seruan itu didengungkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Meski begitu, kedua belah pihak juga menolak tekanan untuk mengadakan pembicaraan damai.
Kondisi itu dikhawatirkan akan memicu perang habis-habisan di wilayah Nagorno-Karabakh.
Reuters memberitakan, kedua belah pihak melaporkan penembakan dari sisi lain yang melintasi perbatasan bersama mereka, di sebelah barat wilayah Nagorno-Karabakh.
Wilayah ini merupakan lokasi pertempuran antara pasukan Azeri dan etnis Armenia pada Ahad (27/9/2020) lalu.
Insiden tersebut menandakan eskalasi konflik lebih lanjut meskipun ada permintaan mendesak dari Rusia, Amerika Serikat dan negara lainnya agar perang dihentikan.