TRIBUNBATAM.id, MEDAN - Mantan sopir Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Sugiarto membeberkan fakta terbaru yang cukup mengejutkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Salah satu fakta baru itu, yakni ia pernah diminta mantan majikannya (Pinangki) untuk membayarkan pembelian mobil mewah BMW X5.
Sebelum membayar pembelian mobil, Sugiarto terlebih dulu diminta menukarkan valuta asing (valas) untuk kemudian membayar cicilan mobil BMW X5.
Ia juga menjelaskan sumber dana untuk pembelian mobil tersebut.
Hal itu disampaikan Sugiarto saat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Jaksa Pinangki di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Baca juga: Nasi Padang Sambal Belacan di Singapura, Bisa Didapatkan di Sini, Harganya Juga Tidak Mahal
Baca juga: Singapura Kini Tak Lagi Kota dengan Biaya Hidup Termahal di Dunia, 3 Kota Ingin Menggesernya
"Bu Pinangki menyampaikan, 'Mas ini dollar untuk bayar BMW', ada beberapa kali pembayaran yang pertama Rp 475 juta."
"Dan yang kedua dan ketiga Rp 490 juta," kata Sugiarto saat sidang, seperti dikutip dari kompas.com.
(Foto: Mobil mewah bermerek BMW milik Pinangki Sirna Malasari/Capture YouTube Kompas TV)
Menurut keterangan Sugiarto, Pinangki sekeluarga mendatangi pameran sebelum membeli mobil mewah tersebut.
Setelah itu, barulah permintaan menukar valas datang dari Pinangki.
"Saya dengan beliau sekeluarga ke pameran, beliau tahu-tahu sudah beli, awalnya nanya ke sales."
"Saya tidak begitu paham, selang berapa hari beliau lalu minta tukar valas," tambah Sugiarto.
Baca juga: Rumor Transfer AC Milan - 7 Pemain Incaran AC Milan, Andrea Belotti Hingga Dominik Szoboszlai
Baca juga: Anwar Ibrahim Juga Ungkit Masa Lalu Mahathir Mohamad; Jika Saya Tak Dukung, Dia Kalah Tahun 1987
Dalam surat dakwaan, total sebanyak 280.000 dollar Amerika Serikat yang ditukar menjadi rupiah oleh sopir Pinangki dengan nilai Rp 3.908.407.000.
Uang itu, disebut jaksa, salah satunya untuk membeli sebuah mobil BMW X5 warna biru dengan nomor polisi F 214 senilai Rp 1,7 miliar atas nama Pinangki.
Pembayarannya dilakukan secara tunai dan bertahap selama 30 November-Desember 2019.
Setiap menukarkan valas, Sugiarto yang sudah bekerja untuk Pinangki selama 2011-2020 mendapatkan upah sebesar Rp 1 juta.
Ketika membayar pembelian mobil BMW tersebut, Sugiarto menuliskan sumber dananya berasal dari tabungan dan penjualan tanah.
Ia mengaku berinisiatif menuliskan penjualan tanah sebagai sumber dana agar proses pembayaran menjadi lebih lancar.
"Inisiatif saya saja sumber uangnya pembelian tanah atas nama saya karena kalau ditulis
yang lain ribet maka sama teller diribetkan. Jadi kesengajaan dari saya, tidak ada perintah dari terdakwa," ungkap Sugiarto.
Ketika dikonfirmasi hakim, Sugiarto menuturkan, penjualan tanah tersebut tidak terjadi.
"Tidak ada (penjualan tanah), hanya supaya tidak ribet di kasir yang mulia," ucap Sugiarto.
Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang sebesar 500.000 dollar AS dari Djoko Tjandra terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi sehingga dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara di kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Dari jumlah yang ia terima, Pinangki memberikan 50.000 dollar AS kepada rekannya dalam kepengurusan fatwa tersebut, Anita Kolopaking.
Sisanya untuk kepentingan pribadi Pinangki.
Secara keseluruhan, Pinangki menukar 337.600 dollar AS menjadi mata uang rupiah dengan nilai sekitar Rp 4.753.829.000.
Setelah uang ditukarkan, Pinangki membeli mobil BMW X5, membayar penyewaan Apartemen Trump International di AS,
membayar dokter kecantikan di AS, membayar dokter home care, serta membayar tagihan kartu kredit.
Lalu, sisa dollar AS yang dimilikinya kemudian digunakan untuk membayar sewa dua apartemen mewah di Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pinangki dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Terakhir, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat dan dijerat Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
.
.
.
sumber: Kompas.com