Bagaimana Hukum Utang Piutang Dalam Islam, Siapa yang Tanggung Ketika Sudah Meninggal?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto Ilustrasi - Hukum hutang piutang dalam agama Islam

Keluarga itu kan ahlul, ahlul itu bukan hanya yang ahli tapi juga yang dekat, yang punya keterhubungan," ungkapnya.

Ahmadi menyebut utang orang yang telah meninggal dunia bisa dilunasi oleh siapapun.

"Yang harus dipastikan adalah utang itu wajib dilunasi, apapun keadaannya ia harus terlunasi oleh siapapun."

Mereka yang tahu dan mampu alangkah baiknya melunasi."

Misalnya berat, bisa dikomunikasikan dengan orang yang dulu terlibat utang dengan almarhum," jelas Ahmadi.

Ahmadi lantas mengutip penggalan hadis.

"Ada suatu kisah ketika Nabi Muhammad SAW kedatangan seorang jenazah dan Nabi bertanya, 'apakah yang bersangkutan mempunyai utang?' Ketika dijawab 'tidak', beliau mau menyolati."

Tapi suatu ketika ada jenazah lain datang, beliau bertanya lagi 'apakah ada hutang di sini?' Dijawab 'iya', maka beliau enggan menyolati. Beliau bilang ke sahabat, 'salatlah temanmu itu oleh kalian."

Tapi tiba-tiba ada sahabat lain yang menyahut, 'Nabi, saya akan melunasi utangnya'. Lalu nabi bersedia menyolati jenazah itu," jelas Ahmadi.

Riwayat tersebut mengisyaratkan betapa utang adalah persoalan serius.

"Sampai-sampai Rasulullah agak menunda untuk mau menyolati yang bersangkutan," ungkapnya.

Ahmadi juga mengungkapkan dengan melihat gambaran hadits tersebut, Nabi Muhammad SAW tidak terlalu suka dengan mereka yang berutang.

"Lalu apakah berutang ini kesalahan? Ya tidak, karena ini kebutuhan kemanusiaan."

"Tapi kalau sampai kebutuhan kemanusiaan ini mengambil hak kebutuhan orang lain yaitu orang yang meminjamkan itu dengan baik kepada kita tapi kita tidak mengembalikannya, maka ini sudah masuk persoalan-persoalan lain," ungkapnya.

Hadis lain disebutkan, ada 3 hal yang berbahaya yang sebaiknya tidak dilakukan seorang muslim.

Halaman
123

Berita Terkini